"Ish ... Hati-hati, Khanza. Kenapa kamu selalu tak memperhatikan jalan di sekitarmu?" kata Rubby kala Khanza menabrak tubuhnya.
Bagaimana tidak menunduk, setiap ada orang yang berpapasan denganya selalu melihat ke arahnya. Khanza berjalan dengan seorang pengusaha yang dipastikan mereka pasti mengenal Rubby.
"Kamu kenapa berjalan dengan menunduk, tidak bisakah berjalan seperti orang normal?" tanya Rubby.
"Maaf, Tuan. Aku hanya tidak nyaman dengan tatapan mereka." Sambil melirik ke arah orang yang menatapnya.
"Tidak usah mempedulikan mereka, ayok jalan." Kali ini Rubby menggengam tangan Khanza, agar gadis itu tidak lagi menabraknya. Hingga akhirnya mereka sampai di mobil.
"Cepat masuk. Saya benar-benar lapar," ucap Rubby. Karena ini sudah jam delapan tentu Rubby sudah sangat kelaparan karena belum makan apa-apa.
Khanza dengan cepat masuk ke dalam mobil, mobil itu langsung melaju kala mereka sudah berada di dalamnya. Dalam perjalanan Khanza menanyakan akan ayahnya.
"Tuan, apa Papaku sudah bebas?" tanya Khanza.
"Harusnya sudah, saya belum menanyakan lagi pada Bayu," jawab Rubby sambil fokus dengan kendaraannya.
Khanza tersenyum lega, setidaknya dia sudah berbakti pada ayahnya itu yang sudah merawatnya dan menyekolahkannya.
"Tuan, kita sarapan di sana saja." Tunjuk Khanza. Rubby pun menghentikan mobilnya, ia melihat di mana Khanza menunujuk sebuah gerobak yang bertuliskan bubur ayam.
"Kamu gak salah mengajakku sarapan di sana?" tanya Rubby.
"Gak salah, Tuan. Di sana makanannya enak kok, Tuan harus mencobanya."
Khanza pun turun dari mobil, sedangkan Rubby pria itu masih enggan untuk turun. Rubby belum pernah memakan makanan di pinggir jalan. Tahu kalau Rubby tidak turun, Khanza langsung saja memesankan satu mangkuk untuknya.
Khanza kembali sambil membawa dua mangkuk bubur di tangan, dan langsung saja memberikannya pada Rubby. Tapi Rubby tidak menerimanya, Khanza meletakan bubur itu depan mobilnya.
"Ini enak, Tuan. Ini langgananku sewaktu masih sekolah dulu, ayo cobain?" kata Khanza. Khanza langsung saja melahap bubur itu, matanya merem melek merasakan kenikmatan dari bubur itu.
Sedangkan Rubby, ia hanya menelan salivanya. Ia mulai tergoda akan bubur itu, karena lapar Rubby pun mengambil bubur itu lalu mencoba buburnya. Ketika bubur itu mendarat di mulutnya, ia merasakan kenikmatannya. Bubur itu tak kalah enak dengan bubur yang ada di restorant.
"Enak 'kan?" tanya Khanza.
"Iya," jawab Rubby sambil melahap kembali bubur itu. "Saya baru kali ini makan di pinggir jalan, Khanza."
"Tuan jangan menyepelakan makanan pedangan kaki lima, selain enak tentu mereka mengutamakan kebersihannya. Tuan mau nambah?"
"Tidak, porsinya juga cukup banyak."
Selesai makan, Khanza mengembalikan mangkuknya sambil membayarnya. Selesai itu ia kembali ke dalam mobil.
Hari ini Khanza berhasil membuat Rubby keluar dari zonanya, di mana ia tak pernah menikmati jajanan di pinggir jalan. Bosan kembali ke apartemen Rubby mengajak Khanza ke tempat favoritnya bersama Jihan.
"Kita mau kemana, Tuan?" tanya Khanza, setahu Khanza ini bukan jalan menuju apartemen.
"Kita pergi sebentar, saya bosan di rumah." Rubby butuh liburan juga, apa lagi dengan hidupnya yang penuh drama. Ia mencari hiburan tersendiri agar tidak terlalu memikirkan Jihan istrinya.
Mereka pun sampai di sebuah danau, danau yang begitu indah. Siapa pun yang melihatnya akan merasa takjub akan keindahan danau itu.
Khanza langsung turun dari mobil, ia berlari ke tepi danau. Menghirup udara segar di sana, Khanza tidak pernah berkunjung ke tempat seperti ini. Mamanya tidak pernah mengizinkan Khanza keluar rumah selain sekolah. Ia begitu penurut pada orang tuanya.
Rubby melihat tingkah Khanza yang seperti anak kecil. Dan ia pun menghampirinya.
"Jangan norak!" celetuk Rubby.
Khanza langsung saja mengerucutkan bibirnya, dan berwajah masam. Bukan norak! Khanza memang baru pertama kali melihat danau.
"Aku memang baru kali ini melihat danau," kata Khanza dengan polosnya. "Mama tidak pernah mengizinkanku pergi kemana-mana," lirih Khanza. Mamanya baik kalau di depan ayahnya saja, jika di belakang sang mama begitu kejam.
Ada senangnya bagi Khanza bisa keluar dari rumah itu, tapi ia selalu teringat pada ayahnya yang baik. Khanza berubah menjadi sendu, dan Rubby tahu akan hal itu.
"Maaf, Khanza. Saya tidak bermaksud meledekmu," sesal Rubby. "Sekarang kamu bisa puas bermain di sini," ucapnya lagi.
Wajah gadis itu langsung ceria. "Tuan tidak bohong?"
"Hmm," jawab Rubby. "Kita duduk di sana," ajak Rubby. Dan Khanza pun mengikutinya.
Mereka duduk berdua di kursi kayu yang tersedia di sana. Tempatnya masih sepi dari pengunjung karena ini masih terbilang pagi. Tak terasa mereka berbincang dan itu membuat mereka sedikit akrab.
"Istri Tuan seorang model ya?" tanya Khanza, di angguki oleh Rubby.
"Kamu tahu istriku seorang model?"
"Iya, kemarin aku melihat postingannya, baju yang dikenakan istri Tuan sangat terbuka sekali, kenapa Tuan mengizinkannya? 'Kan sayang tubuhnya banyak dilihat orang," celetuk Khanza dengan gaya polosnya.
Ada benarnya juga apa kata Khanza, Rubby semakin geram saja pada istrinya itu. Tapi ya mau bagaimana lagi? Ia sendiri sudah pusing dengan istrinya.
"Jihan susah diatur, semenjak jadi model ia jadi lupa akan kodratnya," lirih Rubby.
"Tuan yang sabar ya?" Khanza mengusap bahu Rubby. Pria itu pun melihat kearah bahunya yang sedang diusap oleh Khanza
Rubby sedikit hangat dengan perbincangan itu, tak disangka bocah ingusan itu bisa menasehati Rubby.
"Aku siap menjadi pendengar setia," ucap Khanza.
Rubby pun menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu, mencari kenyamanan di sana. Rubby benar-benar membutuhkan sandaran dalam hidupnya. Pria itu sebenarnya rapuh, rapuh akan sikap Jihan padanya.
"Aku yakin, istri Tuan suatu saat akan kembali seperti dulu. Jangan patah arang untuk memperjuangkan rumah tangga, Tuan." Kata-kata bijak dari Khanza membuat Rubby sedikit simaptik padanya.
Ternyata, Khanza memiliki sipat dewasa. Rubby tak menyangka itu. Akhirnya, Khanza pun menyandarkan kepalanya. Hingga posisi mereka saling bersandar.
Lama mereka dalam posisi seperti itu, hingga Khanza sampai tertidur. Rubby mengetahui akan hal itu, ia langsung saja merubahkan posisi gadis itu. Ia merebahkan kepala Khanza dan pahanya menjadi bantalnya.
Rubby melihat wajah teduh itu, polos tanpa make up. Bibirnya merah alami. Replek, membuat Rubby menyentuh bibir itu. Pria itu sudah lama tidak mendapatkan sentuhan bibir dari Jihan. Hingga Rubby terbawa suasana, ia mencium bibir ranum milik Khanza. Rasanya begitu beda dengan sang istri.
Apa karena Khanza daun muda? Sedangkan Jihan, wanita itu sudah cukup umur. Namun hingga saat ini wanita itu masih enggan untuk memberikan keturunan untuk Rubby. Rubby menyesap bibir mungil itu, sedang Khanza ia merasa bermimpi. Hingga Khanza pun membalas ciuman Rubby.
Tak ingin terjadi sesuatu diantara mereka, Rubby langsung saja menarik diri dari posisi itu. Sampai di balik celananya menegang. Tapi Khanza, gadis itu masih terlelap tidak tahu kalau ciuman keduanya sudah terjadi.
Bersambung.
Jangan lupa kasih othor dukungan ya? Terimakasih sudah berkenan mampir di sini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Nur Laela
okokobkonknobbovjbjpget4yyhgy,88;8
2024-04-14
0
Sibil - 🆃🅾🅱🅴🅻🅸 십일
ciuman 1 2 3 4 5 😳
2022-06-30
1
Layung Fatiha
lanjut say
2022-04-23
1