Tubuh itu mendarat tepat di samping Khanza, gadis itu tertidur dengan nyenyak sampai tidak tahu akan kehadiran Rubby. Ya, orang itu adalah Rubby.
Rubby pulang dalam keadaan mabuk, namun mabuknya tidak terlalu parah, ia hanya tidak ingat akan keberadaan seseorang di sana. Khanza memeluk tubuh Rubby yang dianggap itu adalah sebuah guling, hingga keduanya tertidur bersama dalam satu ranjang.
Keesokan harinya.
Khanza bangun lebih dulu, tubunya terasa ada yang menindih. Pelan tapi pasti, Khanza membuka matanya. Betapa terkejutnya gadis itu, saking terkejutnya ia mendorong tubuh Rubby sampai terjatuh ke lantai.
Rubby pun langsung terbangun.
"Apa-apaan ini? Berani sekali kamu mendorongku!" ucap Rubby seraya bangkit dari lantai.
"Tuan yang apa-apaan, kenapa tidur di sini?" Napas Khanza tersengal menahan amarah.
"Ini apartemenku dan ini juga kamarku!" Rubby tak kalah emosi dengan tingkah Khanza.
Menit berikutnya, Khanza menangis. Ia baru sadar kalau kancing bajunya beberapa ada yang terbuka. Rubby menjadi panik, karena Khanza menangis begitu kencang seperti anak kecil.
"Jangan menangis, Khanza. Saya tidak ngapa-ngapain kamu," celetuk Rubby.
Bukannya berhenti, Khanza malah semakin kencang menangisnya. Rubby tidak tahu harus dengan cara apa menenangkan gadis itu. Rubby menghampiri Khanza, duduk di sebelahnya.
"Tenang, Khanza. Saya pastikan semalam tidak terjadi apa-apa. Berhentilah menangis, kita hanya tidur, tidak lebih!" Karena Khanza tak kunjung berhenti, Rubby pun menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukkannya. Mengusap lembut punggungnya.
"Sudah jangan menangis, ya?"
Tak lama, Khanza pun berhenti menangis. Dan melepaskan diri dari pelukan Rubby, ini kali pertama bagi Khanza ada pria yang memeluknya selain ayahnya.
"Benar tidak terjadi sesuatu?" tanya Khanza dan diangguki oleh Rubby.
"Sebaiknya kamu mandi sekarang, setelah itu buatkan sarapan untukku." Setelah mengatakan itu Rubby keluar dari kamar, sebenarnya ia juga merutuk dirinya sendiri. Kenapa ia bisa sampai lupa akan keberadaan Khanza di sini?
Mengingat baju Khanza yang terbuka kancingnya, ia pun berusaha keras mengingat kejadian semalam. "Tidak! tidak terjadi apa-apa, itu hanya sebuah ciuman," ucap Rubby sendiri.
Sayang seribu sayang, perkataan Rubby terdengar oleh Khanza. Khanza langsung saja bertanya.
"Tuan menciumku? Ciuman pertamaku." Khanza menyentuh bibirnya sendiri. Bibirnya sudah tidak suci lagi.
"Itu hanya ciuman, Khanza. Saya yakin itu bukan ciuman pertamamu," tuduh Rubby. Rubby itu budeg atau apa, sudah jelas Khanza mengatakan bahwa itu adalah ciuman pertamanya.
"Tuan harus tanggung jawab!" Khanza tidak terima begitu saja.
"Apa maksudmu tanggung jawab? Tidak ada pertanggung jawaban hanya karena sebuah ciuman, Khanza."
"Tuan yakin itu? Setelah tahu kancing bajuku terbuka, aku tidak yakin tidak terjadi sesuatu diantara kita."
"Apa kamu merasakan sesuatu dibagian intimu, hah?" tanya Rubby.
"Inti apa maksud, Tuan?" Khanza benar-benar tidak mengerti.
"Dasar bocah! Kalau terjadi sesuatu diantara kita, punyamu pasti sakit. Itu pun kalau kamu masih perawan," cibir Rubby.
Dan akhirnya, Khanza mengerti semua ucapan Rubby. Saking tidak percayanya pada tuannya itu, Khanza berlari ke kamar mandi dan melihat bagian intinya, takut kenapa-kenapa.
"Tidak kenapa-kenapa, tidak sakit juga." Akhirnya Khanza pun percaya bahwa tidak terjadi apa-apa.
Melihat Khanza kembali, Rubby langsung bertanya. "Bagaimana? Apa kamu percaya?" tanya Rubby. "Istriku lebih cantik darimu, mana mungkin saya tertarik padamu," celetuk Rubby.
Sejelek itu seorang Khanza, sampai tidak ada ketertarikan bagi Rubby pada gadis itu? Khanza langsung mengerucutkan bibirnya bisa-bisanya Rubby membandingkan dirinya dengan istrinya.
"Istri Tuan itu cantik karena tebal dengan make up," celetuk Khanza.
Rubby nampak kesal, tapi jika dilawan perdebatan ini tidak akan berakhir. Lagian Khanza itu begitu polos, ia pasti bilang akan kebenarannya. Jihan sudah tidak lagi muda seperti Khanza, tentu kalau dibandingkan pasti gadis itu yang lebih unggul. Jihan cantik memang karena make up, coba kalau tak kena make up pasti tanda menuanya pada muncul.
"Sudahlah, Khanza. Untuk apa kita berdebat untuk masalah ini. Apa kamu masih mau pertanggung jawaban dariku?" Entah kenapa Rubby malah bertanya seperti itu, dan itu membuat Khanza langsung menggelengkan kepalanya keras-keras.
Mana mau Khanza menikah dengan pria berumur, sudah punya istri pula. Membayangkannya saja tidak pernah ada dalam benak Khanza.
"Bukankah tadi kamu memintaku untuk bertanggung jawab, hah?" desak Rubby. Padahal Rubby tidak terima bahwa Khanza menolaknya barusan, pria itu merasa jadi tertantang akan gadis polos itu. Banyak para perempuan yang menginginkan dirinya, usianya memang tak lagi muda, tapi Rubby masih terlihat tampan dan gagah.
Mungkin selisih umur Khanza dan Rubby terpaut sekitar lima belas tahun, Khanza yang baru lepas sekolah sudah dipastikan umurnya delapan belas tahun, sedangkan Rubby tiga puluh tiga. Ya jelas gadis itu tidak mungkin mau dipersunting olehnya, karena Khanza bukan cewek matre.
Padahal Khanza ingat betul awal tujuan pertamanya menemui Rubby, toh buktinya Khanza malah memilih jadi asisten di apartemennya.
"Maafkan aku, Tuan. Aku rasa ini sudah ngelantur. Aku juga tidak apa-apa. Maaf sekali lagi," sesal Khanza, gadis itu memilih menyudahi perdebatan itu dengan meminta maaf.
Khanza pun berlalu, ia pergi ke dapur membuatkan sarapan untuk Rubby.
"Kapan pulangnya sih pria itu?" Khanza menggerutu sendiri, gadis itu mulai tidak nyaman. Tapi ia tak bisa pergi kemana-mana, yang ada dia hanya menghela napas panjang.
"Ngomong apa kamu barusan?" tanya Rubby tiba-tiba, dan itu membuat Khanza terkejut. Gadis itu sedang mengiris bawang saking terkejutnya tangannya malah ikut teriris.
"Aw," pekik Khanza. Replek, Rubby langsung menghampirinya. Melihat darah segar yang keluar dari jari Khanza, Rubby langsung saja menyedot jari itu, mengeluarkan sisi darahnya.
Sedangkan Khanza, ia malah terdiam. Hatinya sudah dag dig dug tak karuan.
"Aku tidak apa-apa, ini hanya luka kecil." Khanza menarik tangannya dari genggaman Rubby.
"Tidak apa-apa bagaimana, itu darahnya masih keluar." Rubby mengambil p3k dan langsung mengobati tangan gadis itu. Khanza sedikit tersenyum, dibalik kejutekan Rubby masih tersimpan kebaikan di dalamnya.
"Terimakasih, Tuan," ucap Khanza setelah Rubby selesai mengobatinya.
"Tidak usah masak, kita sarapapan di luar saja," kata Rubby. "Tunggu sebentar, saya mandi dulu."
Khanza pun menunggu Rubby selesai mandi, sudah dua hari ia tinggal di apartemen, ia sampai lupa menanyakan akan ayahnya. Apa Rubby sudah membebaskan ayahnya itu? Larut dalam pemikirannya, Khanza tidak sadar bahwa Rubby sudah siap. Dan sekarang, Rubby malah memperhatikan gadis itu dari kejauhan.
"Manis," ucap Rubby sendiri. Ia pun menggelengkan kepalanya menepis isi dalam otaknya.
"Khanza?" panggil Rubby. "Ayo berangkat sekarang, saya sudah lapar," ajaknya lagi. Mereka pun berangkat, Khanza mengekornya dari belakang. Wajahnya menunduk sampai ia tak memperhatikan akan keberadaan seseorang di depannya.
Bruk
Khanza menabrak tubuh Rubby.
Bersambung.
Jangan lupa beri semangat untuk author dengan cara like dan komen serta votenya ya? Terimaksih sudah mampir di sini.
Salam kenal ya para readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
sherly
kesininya kenapa semakin berani padahal kan Rubby tu bos bapaknya
2024-03-08
0
Justme
☺️
2022-03-11
1
Justme
😅
2022-03-11
0