Khanza muncul dari balik pintu kamar mandi, ia celingak celinguk matanya memindai seisi kamar. Tidak ada Rubby di sana, gadis itu bernapas lega. Hanya menggunakan jubah handuk ia berjalan menuju kamar.
Matanya mencari sebuah koper, harusnya suaminya membawa baju untuknya. Tapi ia tak melihat keberadaan koper tersebut. Yang dicari koper, yang muncul malah Rubby. Pria itu datang menghampiri Khanza dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
Hati Khanza sudah dag, dig, dug. Gadis itu mundur beberapa langkah ketika Rubby semakin mendekat ke arahnya, terus dan terus mundur hingga kini tak bisa lagi karena tubuhnya sudah terpentok dinding.
Hingga pada akhirnya, Rubby mampu menguasai tubuh istrinya.
Khanza memejamkan kedua matanya, ia tak berani menatap wajah suaminya secara dekat, ia belum terbiasa akan hal itu. Masih butuh bimbingan bagi Khanza. Gadis itu belum berpengalaman.
Rubby memajukan wajahnya, hingga kini ia sudah mendaratakan bibirnya dengan bibir Khanza. Gadis itu terdiam, tubuhnya mulai bergetar. Perlahan, Rubby pun melepasakan pautan bibirnya. Lalu menatap wajah istrinya yang sudah terlihat pucat pasi.
Baru selesai mandi, tapi tubuhnya sudah berkeringat. Bukan gerah, tapi ia sedang mengalami demam panggung. Seluruh tubuhnya begitu dingin.
"Za, liat sini." Rubby menangkup kedua pipi Khanza dengan kedua tangannya.
Khanza pun membuka matanya dan melihat ke arah Rubby.
"Jangan tegang, jangan takut." Rubby menuntun Khanza ke arah kasur, dan membaringkan tubuhnya secara perlahan hingga posisi Kganza berada dalam kunkungannya.
Rubby menyibak rambut Khanza yang masih basah, wangi dari rambut tersebut sampai dipenciumannya. Mengendusnya, menciumnya. Sedangkan Khanza, ia masih diam saja belum bisa mengimbangi arahan dari suaminya. Disaat Rubby akan mendaratkan kembali bibirnya, dengan cepat Khanza menutup mulut suaminya. Ia menahan bibir itu.
"Aku laper." Kata itu terucap begitu saja. Memang ia kelaperan karena dari pagi Khanza memang belum makan apa-apa, begitu juga dengan Rubby. Rubby keburu nafsu melihat istrinya ketibang makan.
Mau tak mau, Rubby menarik tubuhnya kembali. Ia bergegas pergi ke arah dapur, ia memang sudah menyuruh orang untuk membuatkan makanan untuknya dan juga istrinya.
Khanza mendudukkan tubuhnya, dan bersandar di sandaran ranjang. Ia menyentuh dadanya yang bergemuruh hebat. Tak lama dari situ, Rubby telah kembali dengan sebuah nampan yang berada piring di atasnya.
Ia meletakan nampan itu di atas meja, ia juga mulai menyuapi istrinya. Khanza harus punya tenaga untuk menerima serangan darinya.
"Makan yang banyak biar ada tenaga," kata Rubby sembari menyuapi istrinya.
Khanza makan sangat pelan, gadis itu terus seolah mengundur-ngundur waktu. Lambat laun makan pun selesai.
"Minum," seru Khanza.
Rubby mengambilkannya minum, dalam hati ia mulai mendumel. Sampai kapan ia begini terus? Sedangkan burung dalam sangkarnya sudah ingin keluar terbang bebas. Hinggap di dahan yang tanpa beranting.
"Mau apa lagi sekarang?" tanya Rubby lembut namun dalam hatinya ia sudah tidak tahan.
"Bajuku di mana? Aku mau pakai baju."
Rubby mengkerutkan keningnya.
"Baju untuk apa? Kenapa malah mau pakai baju? Gak usah pake baju kalau ujungnya tetap dibuka," kata Rubby. Ia sudah dibuat jengkel oleh istri kecilnya. Banyak sekali alasan gadis itu menghindari dirinya.
Khanza tak lagi berkutik, ia mati kutu. Alasan apa lagi kali ini untuk menghidari suaminya? Jujur, ia belum siap untuk melakukan itu. Rasa takut terus menghantuinya.
Rubby mulai berkuasa kembali, bahkan ia sudah menghimpit tubuh istrinya. Tangan Rubby mulai menjelajah kesetiap lekuk tubuh istrinya. Dari pinggang, leher, lalu memeluk tubuhnya dengan erat.
"Mau pipis," kata Khanza.
"Kamu alasan terus Khanza, tidak kasihankah kamu padanya?" Rubby melirik kearah burungnya yang sedari tadi sudah menegang.
"Tapi beneran, aku mau pipis."
Rubby menghela napas dengan berat. Akhirnya ia pun mengizinkan Khanza ke kamar mandi untuk buang air kecil.
"Habis itu cuci yang bersih ya?" pinta Rubby.
Dengan polos, Khanza mengangguk. Sedangkan Rubby tersenyum tipis, ia harus extra sabar menghadapi istrinya. Harap dima'lum gadis itu masih ori, belum ada pengalaman.
"Sabar, sabar." Rubby mengelus dada. "Lama sekali dia!" Akhirnya Rubby pun mengetuk pintu kamar mandi.
"Za ... Kamu sedang apa? Kok, lama!" Rubby mulai tidak sabar, ia memutar-mutar handle pintu namun tak bisa dibuka. Karena Khanza memang sengaja menguncinya dari dalam.
Khanza yang ada di dalam kamar mandi, ia terus mondar-mandir tak menentu sembari menggigit-gigit jarinya.
"Bagaimana ini?"
"Khanza ... Buka pintunya," ucap Rubby yang terus memutar-mutar handle pintu.
"Iya sebentar," sahut Khanza.
Tak lama kemudian, tubuh mungil itu muncul dari balik pintu. Wajahnya menunduk, tapi masih terus berjalan keluar.
Tanpa aba-aba, Rubby langsung menggendongnya dan mendaratkan tubuh itu di atas kasur.
"Sekarang tidak alasan lagi, Khanza. Jangan main petak umpet!" kesal Rubby.
Akhirnya yang bisa Khanza lakukan hanya bisa pasrah, gadis itu menerima serangan dari Rubby. Rubby sudah merampas bibir mungil itu, tapi sayang Khanza masih belum bisa membalasnya.
Perlahan, Rubby membuka tali jubah handuk itu tanpa melepaskan pautan bibirnya. Bibir Rubby mulai pindah tempat, kini ia daratkan di leher jenjang istrinya. Menyisakan beberapa tanda di sana. Khanza mulai merasakan geli.
"Tuan ..." lirih Khanza.
Mendengar Khanza masih memanggilnya tuan, Rubby menarik diri. Ia melihat wajah Khanza yang sudah memerah bak tomat yang sudah matang.
"Jangan panggil, Tuan! Masa sama suami manggilnya gitu. Panggil, Mas. Mas Rubby," kata Rubby sendiri.
"Iya, Ma-mas ..."
Rubby kembali menciumnya, kali ini sedikit nafsu. Ia sudah tidak tahan lagi, kepalanya sudah terasa berat menahan rasa itu. Rubby menggigit bibir bawah Khanza, agar gadis itu membuka mulutnya. Dan itu berhasil ia lakukan, ia tak membiarkan kesempatan itu.
Lidah itu langsung menerobos masuk mengexplor seluruh ruang mulut Khanza. Khanza juga sudah mulai membalas ciuman suaminya. Rubby semakin bersemangat.
Khanza melenguh kala tangan Rubby sudah bermain di dua gundukannya.
"Mas ..." panggil Khanza sedikit tertahan.
Rubby mulai memindahkan bibirnya, inginnya ia menghis*p gunung kembar itu. Namun ia tahan, ia ingin menatapnya terlebih dulu. Ujung gunung itu sudah mengeras sudah dipastikan Khanza pun merasakan setiap sentuhannya.
Gunung itu kecil namun sangat indah. Bentuknya masih bagus. Jelas bagus, gunung itu belum terjamah oleh siapa pun. Akhirnya pertahanan Rubby roboh juga.
Ia mendaratkan bibirnya di sana, menyesap put*ing itu dengan lembut. Khanza semakin menggelinjar, ia merasakan sesuatu di bawah sana. Nyut, nyut ... Begitulah kira-kira.
Tangan Rubby juga sudah merambat ke bawah, karena tidak ada penghalang segitiga di sana, membuat Rubby begitu mudah menyentuhnya. Bulu-bulu lembut menghalanginya, tapi itu tidak jadi masalah.
Kepemilikan Khanza yang sudah mulai basah, karena ia juga merasakan sensasi dari sesapan mulut Rubby yang tidak lepas sejak tadi.
"Mas ... Aku mau pipis," ucap Khanza, karena tangan Rubby terus menjelajah di bawah sana.
"Pipis saja, jangan ditahan."
"Tapi, Mas ..." Sudah tidak bisa lagi menahannya, Khanza merasakan sesuatu yang beda di bawah sana.
Bersambung.
Siang-siang haredang euy 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Enung Samsiah
hadeeehh,,, jadi surser gini pnas dingiiiinnnn,,,,, mana suami mana suamiiiiiii,,,,,,,
2023-09-09
0
Layung Fatiha
hups..
2022-04-24
0
Justme
😁😁
2022-03-11
0