Ketika Rubby melihat Khanza yang setengah polos, Khanza buru-buru menyelesaikan memakai pakainnya. Kini tubuhnya sudah ternoda, pria yang baru bertemu dua kali dengannya sudah melihat tubuhnya.
Khanza menghentak-hentakkan kakinya, ia menggerutu sendiri. Mentang-mentang ini apartemennya, pria itu dengan seenak jidat maen masuk begitu saja.
Sedangkan Rubby, ia memalingkan wajahnya. Bocah ingusan itu telah menodai matanya, namun, ada perasaan aneh ketika ia melihatnya. Sudah lama ia tak melihat tubuh istrinya. Rubby menggelengkan kepalanya. "Mikir apa sih!"
Khanza akhirnya menghampiri Rubby, walau canggung melanda ia tetap harus menemuinya. Gadis itu benar-benar malu pada Rubby.
"Tuan," panggil Khanza.
"Sini, duduk!" titah Rubby. "Ngapain semalam datang ke kantor? Apa kamu mau mencemarkan nama baik kantorku?" Pertanyaan Rubby mengintimidasi Khanza.
Khanza mencekal ujung baju sambil melintir ujung bajunya sendiri.
"Kenapa diam! Apa mulutmu tidak bisa mengeluarkan kata lain selain, Tuan! Apa tujuanmu ingin bertemu denganku?"
Khanza memberanikan diri untuk bicara mengenai ayahnya yang dimasukkan ke dalam penjara oleh Rubby.
"Maaf, Tuan. Apa tidak ada cara lain untuk membebaskan Papa selain mengganti uang yang sudah digelapkan olehnya? Aku tidak punya uang sebanyak itu," lirih Khanza.
"Lalu, dengan cara apa kamu membebaskan Papamu kalau bukan dengan uang?"
"Aku bisa bekerja tanpa menerima gaji, anggap aku membayarnya dengan cara menyicilnya." Khanza begitu memohon, padahal ibunya menyuruh Khanza untuk menukar tubuhnya pada Rubby. Tapi menurut Khanza ada cara lain untuk membebaskan ayahnya itu.
"Bekerja? Bocah ingusan sepertimu bisa bekerja apa?" ledek Rubby.
Tidak terima disebut bocah, dengan berani gadis itu menantang Rubby.
"Apa saja, aku bisa mengerjakan apa pun! Aku bukan bocah! Aku sudah besar," ucap Khanza sembari mendusungkan dada.
"Apa kamu bisa memberiku kehangatan di atas ranjang?"
Glek.
Khanza menelan ludah, gadis itu tak bisa menjawab jika mengenai ranjang. Pacaran saja ia belum pernah, bagaimana tahu kehangatan ranjang seperti apa?
"Kenapa diam? Gak bisa jawab 'kan? Itu artinya kamu masih bocah!"
"Selain itu aku bisa melakukan apa pun, termasuk memasak."
Kebetulan sekali, Rubby memang belum sempat sarapan. Sarapan pagi Rubby disuguhkan dengan emosi, pagi-pagi sudah berdebat dengan Jihan.
"Buatkan saya sarapan kalau begitu, buat apa saja yang ada di kulkas," titah Rubby.
Dengan sigap, Khanza langsung pergi ke dapur. Gadis itu membuka kulkas dan melihat bahan-bahan di sana. Ia mengambil beberapa sayuran dan daging ayam, entah apa yang akan dibuat olehnya.
Bagai chef ternama, dengan lihai Khanza memainkan spatulanya. Sedangkan Rubby, pria itu melihat aksi Khanza. Tak lama, hasil masakan gadis tercium aromanya begitu lezat. Rubby menghirup aroma itu dalam-dalam.
Penasaran dengan masakan Khanza, Rubby menghampiri gadis itu. Khanza tidak tahu akan kedatangannya, disaat sedang sibuk dengan penggorengannya, ia ingat bahwa ia belum menyiapkan piring untuk hasil masakannya.
Khanza membalikkan tubuhnya, disaat itu pula ia menabrak tubuh Rubby. Sontak, Khanza pun mundur sedikit menjauh.
"Maaf, Tuan. Aku tidak tahu kalau Tuan ada di belakang," ujar Khanza.
"Gak apa-apa," jawab Rubby, pria itu sadar diri kalau ini memang bukan salah gadis itu. Ia sendiri yang datang tiba-tiba.
Khanza melewati tubuh Rubby, padahal celah jalan di dapur itu begitu sempit karena terhalang tubuh Rubby yang besar tinggi. Wajahnya memang tampan, tapi pria itu tubuhnya sedikit subur karena seringnya makan di luar tanpa ada yang menjaga pola makannya. Kesibukkan Jihan di dunia model benar-benar menyita waktu dan tak memperhatikan Rubby.
Khanza mengambil piring dan meletakkannya di atas meja, Rubby pun akhirnya duduk di kursi meja makan. Ia sudah siap menyantap makanan yang dimasak oleh Khanza, bagai anak kecil yang sedang menunggu ibunya memberi makan.
Khanza meletakkan makanan itu di atas piring, asapnya masih mengepul dari makanan itu, namun Rubby tidak sabar ia langsung melahapnya, sampai Rubby mengaduh. Lidahnya terasa terbakar.
"Tuan, itu masih panas." Khanza mengambilkan air minum untuk Rubby, pria itu langsung meneguknya. "Pelan-pelan saja," ucap Khanza lagi.
Kali ini Rubby meniupnya terlebih dulu sebelum memakannya. Pria itu menikmati masakan Khanza, ia baru kali ini memakan makanan seperti ini.
"Makanan apa ini namanya? Saya baru tahu."
"Itu resep sendiri, Tuan. aku hanya coba-coba saja," jawab Khanza.
"Tapi ini lumayan enak, saya mau masakan ini tiap hari."
"Berati aku diterima bekerja?" tanya Khanza.
"Hmm, kamu urus apartemen ini. Saya datang hanya sesekali kesini."
"Baik, Tuan. Kalau begitu kapan Papaku bisa bebas?"
Rubby nampak berpikir, sebenarnya ia masih ingin menghukum Seno agar jera. Tapi berhubung ada gantinya dengan secepatnya Rubby akan membebaskan Seno.
"Entah besok atau lusa," jawab Rubby yang masih mengunyah makanannya.
Mata Khanza langsung berbinar, walau mereka bukan orang tua kandungnya, Khanza begitu menyayangi mereka seperti orang tua kandungnya sendiri. Apa lagi Seno begitu baik padanya, ia tak ingin melihat papanya kesusahan. Walau terkadang ibunya begitu tega pada Khanza tapi ia tulus menyayangi ibu angkatnya itu.
"Siapa yang menyuruhmu datang menemuiku?" tanya Rubby tiba-tiba.
"Mama," jawab Khanza singkat.
"Mamamu? Apa Mamamu tidak bisa bekerja mencari uang untuk mencoba membebaskan Papamu? Kenapa dia menyuruhmu?"
Mendengar pertanyaan itu, Khanza malah terdiam. Bahkan matanya sudah menggenang mengingat betapa kejamnya ibunya itu padanya sampai tega menyuruhnya untuk memberikan tubuhnya pada Rubby, pria yang sudah jelas memiliki istri. Tentu Khanza tidak mau, ia tak ingin jadi pelakor.
"Kamu kenapa?"
"Hanya sedih saja, Tuan. Emang setiap anak harus mengorbankan seleruh hidupnya untuk membalas jasa kedua orang tuanya ya?" tanya Khanza.
"Apa maksudmu? Saya kurang paham."
"Mereka bukan orang tua kandungku, aku tidak tahu orang tua kandungku ada di mana. Mereka menemukanku di pinggir jalan, dan sekarang, Mama meminta imbalan padaku. Aku disuruh membebaskan Papa dengan cara apa pun."
"Mama memintaku menukar Papa dengan tubuhku." Khanza merasa terhina dengan permintaan ibunya itu. Bahkan Khanza tidak boleh pulang sebelum ayahnya bebas.
Mendengar itu, Rubby jadi kasihan. Harusnya diumur Khanza sekarang menikmati masa remajanya, tapi gadis itu harus rela bekerja demi membebaskan ayahnya.
Karena hari mulai siang, Rubby pun pamit dari apartemennya sendiri. Tapi sebelum pulang ia memberikan kartu debit miliknya pada Khanza.
"Ini, gunakan ini untuk kebutuhan di sini. Jangan digunakan untuk yang tidak penting, apa lagi kamu memberikannya pada ibumu. Kamu tidak boleh keluar tanpa izin dariku!"
Khanza menerima kartu debit itu.
"Untuk Papamu, secepatnya saya akan membebaskannya. Saya pulang sekarang, Ingat! Jangan keluar tanpa izin dariku!"
Lagi-lagi Khanza mengangguk. Dan Rubby pun keluar dari apartemen miliknya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Nike Natalie
cerita GK masuk akal ,,dari yg kejam bngettt tiba2 baik banget
2024-03-20
0
sherly
hanya didunia halu, anak seorang koruptor malah dikasi kartu debit Ama si boss...
2024-03-08
0
Enung Samsiah
guby baik juga,,, asyiiikkk,,,,
2023-09-09
0