“Hai,” sapa Gibran ketika dia baru saja datang. Pandangannya menatap ke arah Bia, gadis yang sudah beberapa hari dekat dengannya. Gadis dengan penampilan sederhana yang benar-benar mampu meraih perhatiannya.
Bia yang baru saja kelar dari ruangan menatap ke arah Gibran dan mengulas senyum tipis. “Hai,” jawab Bia dengan suara lembut.
“Kamu datang?” tanya Gibran dengan wajah seperti orang bodoh. Ini pertama kalinya dia dekat dengan seorang wanita. Biasanya dia hanya dekat dengan Keysha, sahabat yang sudah sejak kecil bersama dengannya.
“Bukannya aku selalu datang ke rumah sakit ini?” Bia yang mendengar mencoba membalikan pertanyaan yang langsung disapa tawa oleh Gibran.
Gibran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali dan menatap Bia bingung. Keduanya bahkan hanya diam, menutup mulut rapat dan menatap sekeliling dengan tatapan cangung. Belum lagi, banyak perawat dan dokter lain yang melewati keduanya dan menyapa Gibra dengan suara ramah.
Kali ini aku benar mengutuk diriku karena terlalu kaku di depannya, batin Gibran sembari menatap Bia yang hanya menunduk dan sesekali menatapnya.
Gibran menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia baru akan membuka mulut ketika seseorang memanggilnya dari belakang. Membuat keduanya menatap ke asal suara.
“Gibran, kamu di sini rupanya,” ucap Keysha tidak memperhatikan jika ada Bia di dekatnya. Pandangannya terlalu fokus menatap ke arah Gibran yang juga menatapnya dengan pandangan lekat.
“Ada apa?” tanya Gibran dengan wajah bingung. Pasalnya, saat ini Keysha datang dengan wajah tergesa.
“Cepat ke ruangan. Ada yang mencarimu,” jawab Keysha mencoba santai. Dia masih mencoba menormalkan napas terengah karena mencari Gibran. Bahkan, dia sampai mengelilingi rumah sakit untuk menemukan sahabatnya.
“Siapa?” tanya Gibran dengan mata menyipit.
Bia yang mendengar percakapan keduanya hanya tersenyum tipis dan mulai mundur, melangkah meninggalkan Gibran yang terlihat bingung. Bia bahkan tidak beniat berpamitan sama sekali. Baginya, itu bukanlah hal yang perlu dilakukan.
Sedangkan Gibran, dia masih asyik menatap Keysha yang tengah mengatur napas. Namun, tiba-tiba Keysha menepuk keras lengannya, membuat Gibran mengaduh seketika.
“Kenapa masih di sini? Cepat ke ruangan dan temui Mikail. Dia mencarimu sejak tdi,” ucap Keysha membuat Gibran membelalakan mata. Gibran segera menatap ke arah Bia berada, tetapi pandangannya ksoong. Sudah tidak ada Bia di sana, membut Gibran berdecak kesal. Lagi, batin Gibran yang langsung pergi ke ruangan. Dia enggan membuat Mikail terlalu lama di dalam ruangannya.
_____
“Apa kamu benar ingin ruanganmu ini hancur, Gibran?” celetuk Mikail ketika Gibran baru saja membuka pintu. Bahkan, pria tersebut belum duduk di singgahsananya.
Gibran yang mendengar bedecih kesal dan melangkah ke arah kursi kerjanya. Matanya menatap wajah dingin Mikail yang sudah terlihat biasa baginya. “Apa yang membawamu kemari? Aku rasa seseorang Mikail Aditama tidak akan pernah datang ke rumah sakit ini jika tidak ada hal yang penting,” ujar Gibran dengan suara yang tidak kalah tegas.
“Jangan jemput Saila,” sahut Mikail membuat Gibran mengerutkan kening heran.
“Apa?”
“Apa selain lambat kamu juga sekarang mengalami masalah dengan indra pendengaran, Gibran?” sindir Mikail membuat Gibran lagi-lagi berdecih kesal.
“Aku tidak tuli, Mik. Aku hanya shock, kenapa kamu melarangku menjemput adikku sendiri,” jelas Gibran dengan wajah menahan kesal setengah mati.
“Karena aku yang akan menjemputnya,” jawab Mikail dengan santai. “Aku akan mengantarnya ke rumahmu.”
“Kenapa?” Gibran menyipitkan mata menatap ke arah Mikail yang ada di depannya. Rasanya aneh ketika mendengar hal tersebut dari Mikail. Bukankah keduanya tidak akur sejak lama?
“Jangan terlalu banyak bertanya, Gibran. Aku mau menjemput Saila dan menggantikan tugasmu. Kamu paham?”
Gibran terkekeh kecil dan menatap Mikail lekat. “Memangnya aku anak kecil yang gampang kamu bodohi, Mikail? Aku bahkan tidak mengatakannya kepada siapa pun mengenai hal ini. Lalu, kamu tahu darimana?”
“Saila,” jawab Mikail. “Dia yang mengatakan padaku bahwa kamu akan menjemputnya sore ini.”
“Aku merasa kalian menyembunyikan sesuatu dariku,” ucap Gibran dengan penuh rasa curiga. “Apa yang aku tidak ketahui kali ini?”
Mikail menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Pandangannya tertuju ke arah Gibran berada dan menatap dengan pandangan dingin. Hal yang biasa di lakukan kepada orang yang ditemuinya. Mikail mulai menegakan badan dan menarik napas dalam, mengembuskannya perlahan.
“Aku dan Saila resmi berpacaran,” tegas Mikail membaut Gibran menatap dengan mata melebar.
“Apa?”Gibran menatap Mikail dengan tatapan tidak percaya. Awalnya dia berpikir jika Mikail hanya mengagumi adiknya dan tidak pernah berpikir sampai sejauh ini.
“Bagaimana jika papa dan paman Michael tahu? Kalian pasti akan mendapat masalah besar,” ucap Gibran masih tidak percaya dengan keputusan bodoh Mikail.
“Kalau begitu kamu cukup diam dan aku yang bekerja,” sahut Mikial sembari bangkit dan menatap Gibran lekat. “Aku datang hanya untuk mengatakannya. Jadi, sekarang aku pergi dan jangan jemput Saila. Aku yang akan mengantarnya nanti.”
Gibran hanya diam dan menatap kepergian Mikail dari ruangannya. Pikirannya masih berkutat dengan Mikail dan Saila yang sudah menjalin hubungan. “Apa tidak masalah aku membiarkan mereka berpacaran,” batin Gibran meragu.
_____
“Jadi, kamu sekarang resmi berpacaran dengan kakakmu sendiri?” tanya Sefvirda dengan wajah tidak percaya.
Saila yang mendengar mengangguk kecil dan mengulum senyum tipis. Rasanya dia sangat bahagia dengan hubungannya dan Mikail saat ini. Sampai dia mendengar decakan kecil dari arah sahabatnya, membuat Saila segera menatap Sefvirda lekat.
“Apa wanita yang baru saja memiliki kekasih selalu saja sepertimu? Tersenyum seperti orang gila,” ucap Sefvirda tanpa perasaan sama sekali.
Saila berdecak kesal dan menyikut sahabatnya, membuat Sefvirda tertawa keras. Keduanya masih asyik berbincang ketika melewati lorong menuju ke arah gerbang depan. Namun, langkahnyw terhenti ketika kakinya baru saja menapak di pelataran gedung universitas. Matanya menatap Mikail yang sudah berdiri dan bersandar dengan mobil miliknya.
“Aku rasa aku harus pergi sekarang,” ucap Sefvirda membuat lamunan Saila langsung buyar. Pandangannya langsung teralih menatap gadis yang ada di dekatnya.
“Pergilah sebelum dia mengamuk. Kamu tahu dia eperti apa, kan?” ujar Sefvirda mengingatkan.
Saila mengangguk dengan senyum tipis. “Teirma kasih,” ucapnya dan langsung berlari ke arah Mikail berada. Sampai kakinya berhenti, tepat di depan pria jangkung yang sudah menatapnya dengan wajah datar.
“Kenapa Kakak di sini?” tanya Saila dengan pandangan lekat.
“Menjemput kekasi keciku. Apa itu salah?”
“Tetapi, hari ini....”
“Gibran sudah menyuruhku datang dan menjemputmu,” potong Mikail tegas. “Ayo masuk.”
Saila sebenarnya masih bingung, tetapi dia memilih masuk sebelum Mikail kembali memakinya. Ada rasa takut karena sifat Mikail yang tidak sabaran dan terkesan kasar. Sampai matanya menatap ke arah Mikail yang duduk disebelahnya, membuat senyumnya langsung mengembang dengan sendirinya.
“Kamu suka aku yang menjemput?” tanya Mikail dengan rasa percaya diri.
“Sangat,” jawab Saila jujur. Matanya masih menatap ke arah Mikail lekat. “Bagaimana jika aku rindu dengan Kakak?”
“Kamu bisa menghubungiku dan aku akan datang, Saila.”
“Kakak janji?” ujar Saila memastikan.
Mikail yang baru akan menjalankan mobil menatap ke arah Saila dan menangguk. “Iya, sayang,” jawab Mikail membuat wajah Saila memerah.
Kak Mikail memanggilku sayang, batin Saila mencoba menenangkan jantungnya yang sudah berdetak kencang.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
❣️y@ni❣️
aduh"""" yg LG jatuh cinta sampai segitunu
ya 🥰💖💖💖💖🥰🥰💖💖💖
2020-08-02
1
Idha Winarsih
hembz.....
senengnya saila
2020-04-18
3
Cik Gu Comel
wew....ati2 Mischa mulai beraksi
2020-04-13
2