Saila menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Matanya menatap ke arah Mikail yang sudah siap dengan pakaian kerja dan juga penampilan rapi. Semalam, Saila harus menunggu Mikail sampai jam dua belas malam. Hanya menunggu hingga Mikail yakin dengan apa yang akan ditentukannya. Hal yang membuat Saila merasa penasaran setengah mati, tetapi dia masih cukup waras untuk tidak menanyakannya.
“Ada yang mau kamu ucapkan, Saila?” tanya Mikail ketika dia sadar dengan tatapan Saila.
Saila segera menatap tegang ke arah Mikial yang ada di depannya. Otaknya mencoba menimang apa yang akan ditentukannya. Kali ini, dia enggan mendapat amukan Mikail di pagi yang terasa cerah.
“Saila,” tegur Mikial dengan tatapan datar. Bada suaranya bahkan terkesan dingin.
“Kak, boleh hari ini Saila ke kampus?” tanya Saila dengan perasaan berdebar. Pasalnya, pandangan Mikail yang awalnya dingin sekarang berubah semakin dingin, membuat Saila membeku seketika.
“Kamu masih berpikir akan bekerja di cafe itu?” tanya Mikail dengan suara tidak suka dengan sifat keras kepala Saila.
Saila mengangguk pelan dan menatap Mikail lembut, menenangkan mata yang sejak tadi mengarah kepadanya. “Kak, hanya sampai jam empat dan aku akan pulang setelahnya. Kakak bisa mengantar dan menjemputku,” ucap Saila tanpa pikir panjang.
“Kamu yakin?” tanya Mikail meyakinkan. Sebelah alisnya sudah terangkat dengan pandangan tidak percaya sama sekali.
“Iya,” putus Saila dengan penuh keyakinan. Sudah terlanjur basah, batin Saila.
Mikai menarik napas dan megembuskannya perlahan. “Baiklah. Aku akan mengatar dan menjemputmu. Sebelum aku datang, kamu dilarang pulang dengan siapa pun,” ucap Mikail tegas.
Saila mengulas senyum tipis dan mengangguk penuh semangat. Dengan cepat dia bangkiti dan mendekap Mikial erat. Mengilangkan batasan yang selama ini dibuatnya. Mikail hanya diam, mengulas senyum tipis dan tidak bisa dilihat siapa pun.
“Terima kasih, Kak,” ucap Saila dengan penuh semangat. Dia segera memberikan ciuman tipis di pipi Mikail dan menatap pemuda di depannya lekat.
“Segera bersiap. Aku harus segera berangkat,” ucap Mikail tidak sedingin sebelumnya.
Saila melepaskan pelukannya dan mengangguk. “Suap, Kak,” jawab Saila sembari melangkah pergi. Kakinya dengan ringan mulai melangkah naik ke atas. Sedangkan tanganya sudah memegang erat dadanya yang tidak karuan.
Bodoh kamu, Saila. Kenapa kamu memeluk dan mencium kak Mikail. Apa yang akan dia pikirkan nanti, batin Saila merutuki kebodohannya.
_____
Mikail melangkah memasuki bangunan megah di depannya. Bukan rumah, hanya kantor pribadi milik kakeknya. Dia memutuskan untuk datang ke tempat di mana biasanya kakeknya menyendiri. Tentu saja setelah memastikan jika Saila sudah baik-baik saja.
“Mikail,” panggil Adam yang baru saja keluar dari ruangan Adelardo. Matanya menatap ke arah Mikail dengan pandangan lekat.
“Paman, kakek ada?” tanya Mikail dengan pandangan tegas.
Adam menatap ke belakang tubuh cucu tuannya dan beralih menatap ke arah Mikail lekat. “Kamu sendiri?” tanya Adam menyadari tidak ada Roy di belakang Mikail.
Mikail hanya diam dan mengangguk. Matanya menatap ke arah Adam yang sudah mengabaikan tatapannya lekat. Sampai helaan keras terdengar dari arah depannya.
“Kakekmu ada. Dia sudah menunggumu. Masuklah,” ucap Adam yang langsung membukakan pintu ruangan tuannya.
Mikail hanya menurut dan memilih memasuki ruangan kakeknya. Matanya menatap sang kakek yang tengah berdiri menghadap ke arah kolam di belakang ruangannya dengan kedua tangan yang sudah dimasukan ke dalam kantung celana.
“Kakek tahu kamu akan datang kemari dan menemui kakek, Mikail,” celetuk Adelardo dengan nada tegas. Dia mulai berbalik dan menatap cucunya dengan pandangan tegas. “Ada yang ingin kamu katakan dengan kakekmu ini, Mikail?”
“Kenapa Kakek merencanakan pertunangan Mikail dengan Mischa? Kenapa Kakek tidak menanyakan hal ini lebih dulu dengan Mikail?” tanya Mikail dengan tatapan tegas. Tidak ada senyum yang terlihat dari wajahnya sama sekali.
Adelardo terkekeh kecil dan melangkah mendekati cucunya. “Kalian sudah terlalu lama berpacaran, Mikail. Jadi, apalagi yang kamu tunggu sekarang? Bukankah akan lebih baik saat kamu memiliki Mischa sepenuhnya?” tanya Adelardo yang mulai menghentikan langkah.
Mikail menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Matanya menatap ke arah lain, mencoba menanyakan apa yang sudah ditanyakan kakeknya dengan diri sendiri. Sampai matanya menatap ke arah kakeknya kembali.
“Mikail belum siap jika harus menikah dengannya, Kek. Mikail akan menentukan sendiri kapan Mikail akan menikahinya,” jawab Mikail.
Adelardo tersenyum kecil dan menatap cucunya lekat. “Sampai kapan? Sampai kamu mencintainya?” celetuk Adelardo membuat Mikail menatap dengan mata membelalak.
“Jangan kira kakek tidak tahu itu, sayang. Kakek tahu kamu mau berpacaran dengannya karena dia yang sudah menolongmu empat tahun lalu, kan?”
Mikial diam. Rasanya dia seperti dihantam batu besar menyadari bahwa selama ini kakeknya mengetahui perasaannya. Sampai tepukan pelan mulai dirasakan. Mikail kembali menatap kakeknya dengan pandangan datar.
“Kakek sengaja merencanakan ini, Mikail. Kakek ingin kamu melepaskan perasaanmu yang hanya sebuah kebohongan. Kakek mau kamu bisa memilih dan sadar bahwa semua ini salah. Kamu tidak mencintainya, lalu kenapa kamu harus memaksa bersama dengannya? Lepaskan dia. Kamu berhak bahagia. Mengenaj balas budi, kakek sudah memiliki rencana sendiri,” jelas Adelardo serius.
“Mikail sendiri tidak tahu dengan apa yang Mikail mau, Kek. Mikail tidak tahu apa yang harus Mikail perbuat,” ucap Mikail dengan pandangan bingung. “Mikail tidak mengerti Mikail mencintainya atau tidak.”
“Kamu tahu, Mikail? Ketika kamu merasa takut kehilangan seseorang, saat itu kakek bisa pastikan bahwa kamu mencintai gadis tersebut. Kamu harus mendapatkannya dan saat kamu mendapatkannya, kakek akan jadi orang pertama yang mendukungmu. Jangan pernah ulangi kesalahan yang dulu pernah daddy-mu perbuat, Mikail. Jangan ulangi kebodohan daddy-mu yang hampir kehilangan cintanya,” ucap Adelardo dengan senyum tipis, mengingat bagaimana dulu Mikail menyiksa Vinda.
_____
“Kamu mau pulang bersama denganku, Saila? Aku akan mengantarmu sampai ke gerbang asrama,” ucap Ronald sembari menatap ke arah Saila yang masih saja diam.
Saila tersenyum kecil dan menghentikan langkah. Matanya menatap ke arah Ronald dan menggeleng pelan. “Tidak perlu, Kak. Hari ini aku pulang bersama dengan kak Mikail,” jawab Saila dengan senyum sumringah.
“Pria itu lagi?” tanya Ronald sembari mendesah keras. Matanya menatap ke arah lain dan kembali menatap ke arah Saila kembali. “Kenapa kamu masih bersama dengannya, Saila. Dia itu pria kasar yang tidak bisa menghargai wanita,” ucap Ronald dengan suara kesal, mengingat tingkah Mikail yang terlalu menyebalkan.
“Kak, jangan begitu. Dia itu baik kok,” bela Saila dengan tawa kecil.
“Kenapa kamu membelanya?” tanya Ronald dengan nada tidak suka.
“Karena dia kakakku,” sahut Saila dengan penuh semangat.
“Kamu yakin dia hanya kakak untukmu?” tanya Ronald penasaran.
Saila yang sejak tadi tersenyum diam. Pertanyaan Ronald seakan menohok hatinya. Sampai sebuah suara lain mengalihkan pikirannya. Matanya menatap ke asal suara dan diam seketika.
“Saila.”
“Kak Mikail,” gumam Saila dengan mata membelalak. Mikai sudah berdiri di depan pintu mobil dan menetapnya lekat.
Apa kak Mikail marah?, batin Saila takut.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
maura shi
kakek emg the best,dr season 1 uda bijaksana
2021-02-08
0
lady taft
kak kim jangan bikin penasaran donk
2020-04-08
0
Itha King
lanjut dong thor.... jadi penasaran ne....
2020-04-07
2