“Paman Roy sudah mendapatkan informasinya?” tanya Mikail dengan wajah datar. Sudah sejak pagi dia duduk di bangku kebesarannya dan tidam melakukwb apa pun. Ya, sejak kembali dia memutuskan menyibukan diri dengan berbagai macam pekerjaan yang bisa dilakukannya, termasuk mulai mejalankab perusahaan baru Michael, papanya.
Mikail menatap Roy yang masih berdiri dengan wajah datar di depanya. Matanya menatap lekat pria yang sudah sejak lama menjadi orang kepercayaan keluarganya. Sampai tangan kekar tersebut mulai meraih ponsel dan meletakan di meja kerja Mikail. Dengan sigap, dia segera meriah ponsel tersebut.
“Apa-apaan ini?” desis Mikail dengan rahang mengeras. Matanya menatap foto Saila yang tenga berbalut dengan pakaian pelayan. Hal yang tidak pernah disangka sama sekali.
“Sudah dua minggu nona Saila bekerja di cafe dekat kampusnya, Mikail. Selain sibuk dengan skripsi yang tengah digarap, dia juga menyempatkan waktu untuk bekerja di dua tempat. Satu cafe dan satunya supermarket,” jelas Roy dengan wajah datar.
Jadi ini yang dikatakan banyak pekerjaan dan tidak menjemputku di bandara, batin Mikail penuh dengan kebencian.
Mikail menatap ke arah Roy dengan tatapan tajam. “Bukankah dia kuliah di kampus Aditama, Paman?”
Roy segera mengangguk dan manatap Mikail santai. “Dia merupakan mahasisiwi yang sangat berprestasi di kampus. Otaknya yang cerdas membuatnya meraih banyak sekali penghargaan dan benar-benar membat citra kampus Aditama menjadi melesat jauh.”
Mikail mengeraskan rahang dan menatap Roy lekat. Perlahan, senyum sinisnya muncul, membuat Roy bergidik seketika. Mikail jauh lebih kejam dari Michael. Setidaknya itu yang ada dalam pikrian semua karyawan. Salah melakukan tugasnya, Mikail tidak akan segan mengeluarkannya dari perusahaan. Tanpa memikirkan sebesar apa pegaruhnya untuk lingkungan sekitar.
“Aku akan ke sana, Paman. Aku ingin mengunjungi sepupu kecilku dan memberinya sedikit kejutan,” ucap Mikail dengan tatapan serius.
Roy hanya mengangguk dan menundukan kepala saat Mikail bangkit dan mulai melewatinya. Sampai tubuh tinggi tersebut mulai melangkah menjauh dan keluar dari ruangan, diikuti Roy yang masih setia berada di belakangnya.
Mikail melangkah santai dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana. Wajahnya mendongak, mengabaikan beberapa karyawan yang sudah menunduk hormat ketika dia melewatinya. Sampai kakinya mulai menapak di parkiran. Dengan segera, dia masuk ke dalam mobil, diikuti Roy yang sudah siap menjadi pengawalnya.
Aku akan membuat kejutan untukmu, Saila, batin Mikail dengan senyum sinis.
_____
Vinda masih asyik dengan bunga di sekitar taman di rumahnya. Ya, Michael memutuskan untuk membuatkan taman bunga di belakang rumah khusus untuknya, hal yang membuat Vinda merasa begitu tersanjung. Suaminya yang selalu saja memanjakannya, bahkan dari hal terkecil sekali pun.
Vinda masih asyik memotng bagian bunga yang sudah tampak layu. Sampai terdengar seseorang datang dari arah belakang, membuat Vinda menatap ke asal suara dengan pandangan lekat. Perlan senyumnya mulai merekah menyadari gadis cantik yang menjadi kekasih anaknya berdiri di belakangnya.
“Mischa, kamu di sini, Nak,” ucap Vinda sembari meletakan gunting kecil yang sejak tadi dibawa di krusi kecil sebelahnya.
Mischa masih mengumbar senyum dan melangkah mendekati Vinda yang sudah menuju ke arahnya. Perlahan, dia mulai memberikan pelukan hanhat dan kecupan kecil untuk wanita yang sudah melahirkan kekasihnya.
“Tante ngapain di sini sendiri?” tanya Mischa dengan nada lembut.
“Tante hanya merasa bosan. Itu sebabnya tante memilih membersikan kebun bunga,” jelas Vinda dan menuntun Mischa untuk kembali duduk.
Mischa hanya menrut mengikuti apa yang diinginkan wanita di hadapannya. Matanya menatap kumpulan bunga mawar yang di hadapannya dengan senyum sumringah. Rasanya begitu menenangkna ketika melihat sesuatu yang indah ada di depan kita.
“Kamu ke sini nyari Mikail, ya?” tanya Vinda mengerti maksud kedatangan Mischa ke rumahnya.
Mischa menatap Vinda dan mengangguk pelan. “Mikailnya ada, Tante?”
“Dia ada di kantor, sayang. Apa dia tidak mengatakan apa apun denganmu?” jawab Vinda dengan mata menatap lekat.
“Kantor?” ulang Mischa dengan pandangan bingung. “Dia tidak pernah bilang kalau sekarang sudah mulai bekerja, Tante.”
“Mungkin dia lupa,” ucap Vinda santai. “Kamu tahu sendiri, kan, dia seperti apa?"
Mischa yang mendengar hanya mengguk mengiyakan. Pikirannya masih berkutat dengan Mikail yang tetap menyembunyikan banyak hal darinya. Rasanya, saat ini hati kecilnya mulai berontak dengan tingkah Mikail yang tidak terlalu menganggapnya.
Apa yang sebenarnya dipikirkan Mikail? Kenapa dia tidak pernah mengatakan apa pun denganku. Aku merasa ragu denganmu, Mikail, batin Mischa dengan pandangan serius.
_____
Saila masih sibuk dengan tugasnya ketika sebeuah suara memangilnya. Ronald tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dengan sigap, Saila segera berlari, melangkah ke arah pemuda yang langsung menyambutnya dengan penuh keramahan.
“Kamu catata ini dulu ya. Aku dipanggil bos,” ucap Ronald dan langsung diangguki oleh Saila.
Saila langsung mencatat pesanan pengunjung yang baru saja datang dan segera mengulanginya. Setelah dirasa sudah pas, Saila segera meletakannya di meja kasir yang nantinya akan dimasukan ke dalam celah kecil dan sampai ke dapur.
Saila kembali sibuk dengan para pengunung lain, sampai kakinya menapak di bangku dengan nomor tujuh. Seorang pengunung dengan wajah tertutup majakah. Perlahan, Saila mengulas senyum tipis ke arah pengunjung yang ada di depannya.
“Permisi, Tuan. Ada yang mau dipesan?” tanya Saila dengan nada lembut.
“Saya ingin memesan anda,” jawab pengunjung misterius dengan suara berat.
Saila mengerutkan kening mendengar ucapannya. Dengan sabar, Saila mencoba mengabikan ucapan pria di depanya dan kembali fokus dengan pekerajan. Dia enggan mendaoat surat pemecatan yang akan membuatnya menjadi susah.
Saila kembali menawarkan semua menu yang ada di cafe tempatnya bekerja. Namun, jawaban yang diberikan masih tetap sama. Saya ingin memesan waktu anda. Hingga akhirnya, Saila menyerah dan berniat pergi. Namun, bar umembalik tubuh, pergelangan tangannya sudah digenggam erat oleh pengunjung yang berada di belakangnya.
“Lepas. Jangan kuranga aj....” Saila menghentikan ucapannya ketika majalah yang sejak tadi menutupi wajah pria tersebut terbuka. Manik mata beningnya sudah membelalak menatap pria yang menatapnya datar.
“Kak Mikail,” cicit Saila dengan detak jantung yang mulai berhenti. Dia tdak pernah menyangka bahwa Mikail akan datang menemuinya.
“Apa kabar, Saila?” sapa Mikail dengan anda tegas, mengabaikan tatapan seisi cafe yang mengarah kepdanya. Sampai sebuha tataan sinis, mulai mengamati seisi cafe, membuat seluruh pengunjung segera mengalihkan fokus dan mengabaikan kehadirannya. Meski sesekali masih ada gadis yang memandangnya dengan penuh rasa kagum.
Saila menutup mulutnya rapat. Tubuhnya merasa kaku melihat Mikail ada di hadapannya.
“Sudah cukup main petak umpetnya. Sekarang kamu ikut denganku,”ujar Mikail dengan nada tegas, tidak mau diganggu gugat.
“Tetapi, Kak. Aku masih bekerja,” cicit Saoia mencoba mencari cara.
“Aku akan meratakannya kalau sampai kamu menolak ikut denganku, Saila,” desis Mikail dengan rahang mengeras.
Saila yang mendengar hanya mampu diam dengan wajah tertunduk. Tidak ada pilihan lain untuknya kali ini. Dengan berat hati, Saila mulai melangkah, mengikuti Mikail yang sudah berada di depannya. Matanya menatap ke arah karyawan yang menatapnya degan penuh rasa simpati. Sampai matanya menatap ke arah Ronald yang masih diam terpaku.
Saila hanta melemparkan sebuah senyum tipis, membuat semua rekan kerjanya mengangguk mengerti. Bagaimana pun Mikail adala kakaknya. Saila yakin, untuk menyakiti saja Mikail tidak akan bisa.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧͣ🏘⃝Aⁿᵘ
like father like son
2020-07-14
0
Mey Zhiean Fitria
mikail kn kloningannya michael kata vinda
2020-04-16
2
Rofiatul S
mereka kan masih satu darah ya' apa mungkin mereka bisa bersatu 😭😭😭
2020-04-01
1