“Kamu tidak mau menemuinya, Mikali?” tanya Roy dengan mata menatap Mikail dari arah spion. Sudah hampir dua jam dia berhenti di depan kampus dan menunggu Saila keluar dari kampus tersebut.
Mikail menarik napas dalam dan mengembuskannya secara perlahan. “Dia tidak mau aku mengurusi urusannya, Paman. Dia bilang dia sudah cukup dewasa untuk mengurusi masalahnya sendiri,” jawab Mikal tanpa mengalihkan pandangannya.
Roy hanya mengulas senyum tipis mendengar jawaban dari anak majikannya, dia memilih diam sampai matanya kembai menatap Saila yang mulai keluar dari kampus bersama dengan seorang pria dengan mata sipit dan tatananan rambut rapi. Perlahan, dia mulai kembali melirik ke arah Mikail yang terasa menahan amarah. Hal yang membuat bibirnya mulai mengulum senyum tipis.
“Antara mengurusi masalahnya dan mengunjungi itu berbeda, Mikail?” jelas Roy dengan senyum tipis, seakan mengetahui apa yang ada di hati Mikail selama ini.
Mikail menarik napas dalam dan mengembuskanya perlahan. “Jalan, Paman. Kita pergi ke kantor,” sahut Mikail tidak menanggapi ucapan Roy sama sekali.
“Kamu yakin tidak ingin menemuinya? Atau kamu butuh bantuan paman untuk mendatanginya?” tanya Roy meyakinkan.
“Tidak perlu. Aku sudah tidak memiliki urusan apa pun dengannya,” tegas Mikail dengan pandangan menahan kesal.
“Baiklah. Tetapi kalau mau mendatanginya, kamu bisa katakan dengan Paman. Paman akan dengan senang hati mengantarmu,” ujar Roy yang mulai menjalankan mobil, menatap ke arah Saila yang terlihat mengulas senyum tipis dengan seorang pria.
Apa tidak masalah jika mereka saling cinta, batin Roy mulai penuh dengan tanda tanya.
_____
Sefvirda melangkah dengan senyum manis yang mulai menghiasi wajah. Langkahnya terasa ringan memasuki cafe di mana sahabatnya mulai bekerja. Perlahan, matanya menatap satu per satu karyawan yang tengah bekerja dan langsung mengerut heran.
“Di mana, Saila?” gumam Sefvirda dengan pandangan bingng. Apa dia tidak bekerja hari ini?
“Mau cari tempat atau cuma bengong saja, Sefvirda?”
Sefvirda segera menatap ke asal suara dan terkejut karena Ronald sudah berada di belakangnya. Dengan helaan napas kasar, dia mulai berbalik dan menatap Ronald yang sudah tertawa kecil ke arahnya. “Kak Ronald,” ucap Sefvirda dengan pandangan kesal.
Ronald hanya tertawa kecil dan menatap Sefvirda lekat. “Kamu mau cari siapa? Dari tadi gak duduk malah di jalanan,” tanya Ronald.
“Apa Saila tidak masuk kerja?” tanya Sefvirda. Dia merasa khawatir dengan keadaan sahabatnya.
“Dia berangkat. Cuma masih ada yang bertemu denganya. Itu sebabnya dia tidak ada di sini,” jelas Ronald dengan penuh semangat.
Sefvirda baru akan menanyakan mengenai tamu yang dimaksud ketika Mischa mulai keluar dari ruangan pertemuannya bersama dengan Saila, membuat Sefvirda menatap dengan mata tidak berkedip. Sampai wanita yang melangkah anggun tersebut melewatinya.
“Apa itu tamunya?” tanya Sefvirda dengan pandangan lekat.
“Aku rasa iya. Aku sendiri tid....” Ronald menghentikan ucapannya ketika Sefvirda dengan tiba-tiba meninggalkannya. Matanya menatap Sefvirda yang sudah berlalu dengan ekpresi dongkol setengah mati.
Sefvirda segera membuka pintu ruang meeting dan menatap Saila yang hanya diam di salah satu kursi. Wajahnya tertunduk dengan air mata yang mulai berlinang. “Saila,” panggil Sefvirda dengan suara pelan.
Saila mendongak, menatap sahabatnya dengan tangis yang kian mengeras. Sampai akhirnya, Sefvirda mulai melangkah dan memeluknya erat, hal yang selalu dia lakukan ketika sahabatnya berada dalam masalah.
“Apa yang dikatakannya, Saila?Apa dia mengancammu lagi?” tanya Sefvirda dengan nata menatap Saila lekat.
“Dia bilang akan segera mencabut saham di perusahaan kakak,” cicit Saila dengan tangis yang kian tergugu.
Sefvirda yang mendengar menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Dengan segera, dia melepaskan pelukannya dan menatap Saila dengan pandangan serius. Dia merasa kesabarannya sudah sampai pada batasnya.
“Apa kamu yakin dengan yang dikatakannya, Saila? Kamu yakin dia punya saham sebesar itu di perusahaan keluarga Mikail? Aku bahkan tidak yakin dengan itu. Kamu tahu? Bahkan penghasilan perusahaan Mikail itu jauh lebih besar dari perusahaan lain. Aku mulai ragu dengan apa yang dikatakan Mischa kali ini. Aku merasa dia hanya membohongimu saja,” jelas Sefvirda dengan emosi menggebu.
“Dan kamu tidak mau mengatakannya kepada Mikail?”
Saila menggeleng pelan dan menatap Sefvirda lemah. “Aku tidak mau mengatakan apa pun dengan Kakak, Sefvirda. Aku mau dia tetap bahagia dengan wanta yang menjadi pilihannya. Aku mau tidak ada penyesalan dalam hidupnya.”
Sefvirda berdecak kesal dan menegakan badan. Pandangannya menatap Saila dengan tatapan penuh ketegasan. “Kalau kamu tidak mau menemui dan mengatakannya, maka aku yang akan mengatakan semuanya. Aku juga tahu semua kejadiannya, kan? Aku sudah lelah melihat kamu menanggung semuany sendiri, Saila. Kamu bahkan tidsk sekuat itu untuk menahannya.”
Saila membelalak mendengar ucapan Sefvirda yang seakan mengancamnya. “Sefvirda,” teriak Saila ketika sahabatnya sudah berlalu pergi dari hadapannya. Air matanya semakin deras ketika menyadari Sefvirda sudah berlalu meninggalkannya.
“Kamu membuat posisiku semakin sulit, Sefvirda. Kamu tidak mengerti. Dengan atau tanpanya paksaan, aku harus mulai menjauhi kak Mikail. Aku harus mulai menghilangkan perasaan cintaku dengannya,” ujar Saila dengan air mata yang terus mengalir.
_____
“Sayang,” panggil Mischa dengan senyum ramah.
Mikal yang menatap wanita di depannya dengan pandangan acuh. Dia baru saja sampai ketika Mischa sudah mendatanginya, Hal yang membuatnya merasa tidak nyaman. Kakinya terus melangkah sampai sebuah tarikan keras membuatnya menghentikan langkah, menatap ke arah Mischa yang sudah menatap dengan tatapan manja.
“Sayang, aku itu mau bicara sama kamu,” ujar Mischa dengan tatapan lembut. “Sejak pulang, kamu bahan tidak menemuiku sama sekali. Mama dan papa menanyakanmu. Mereka mau kamu datang ke rumah malam ini. Kamu bisa, kan?”
Mikail yang mendengar menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Aku sibuk, Mischa. Kamu katakan kepada orangtuamu, aku akan datang jika sudah waktunya.”
“Hanya sebentar,” rengek Mischa dengan pandangan memohon.
Mikail yang sejak tadi hanya memiliki kesabaran setipis kertas menatao ke arah Mischa lekat. Dengan tanpa perasaan, tangannya menyentak genggaman tangan Mischa dengan pandangan tidak menunjukan keramahan sama sekali. Hal yang membuat Mischa langsung kehilangan nyali.
“Bukankah aku pernah mengatakannya kepadamu, Mischa. Jangan pernah ganggu aku atau memaksaku. Apa kamu lupa dengan hal itu? Apa kamu lupa bahwa aku bahkan tidak suka dibantah dan diatur?” tanya Mikail debgan suara ditekan. Matanya menujukan dominasinya di antara semuanya.
“Tetapi oran....”
“Dan aku tidak menerima alasan apa pun, termasuk mengenai orang tuamu,” desis Mikal yang mulai menunjukan keseriusan di wajahnya.
Mischa hanya diam dengan mulut terkunci rapat. Dengan terpaksa dia menganguk, berusaha meredam ketakutan karena tatapan Mikial. Hal yang sangat dibecinya karena tidak bisa mengalahkan ego Mikail sama sekali.
Hinga tedengar gaduh di bagian pintu masuk, membuat Mikail menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Matanya menatap ke arah kegaduhan dengan pandangan tidak suka. “Usir dia jika memang tidak ada hubungan dengan perusahaan ini,” perintah Mikail yag langsung diikuti oleh para satpam di kantornya.
“Kak Mikail, aku mau bicara sesuatu,” teriak Sefvirda yang sudah melihat Mikail pergi, diikuti Mischa yang menatapnya acuh.
Sefvirda mulai melemahkan rontaannya dan menatap ke arah Mikail yang sudah pergi dengan tatapan kesal. “Sial!” desis Sefvirda dengan tangan mengepal sempurna. Aku tidak berpikir jika untuk masuk saja aku begitu sulit, batin Sefvirda.
______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
maura shi
paklek q malah nikah sm cucu dr bude nya
2021-02-07
0
☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧͣ🏘⃝Aⁿᵘ
semoga segera terbongkar
2020-07-21
0
Puji Ningsih Ar-Rasyiid
nasib saila sama dgn mamanya dulu 🥺🥺🥺
2020-06-07
1