Prolog Rara
Untuk kesekian kalinya, Rara tampak gelisah di kamarnya. Ia tiada henti berguling-guling melihat handponenya yang sama sekali tidak ada balasan dari suaminya.
Ia mengirim pesan banyak sekali.
"Mas, ada dimana, kenapa ga pulang udah makan belum?"
Pertanyaan itu ia lontarkan di hape nya, sudah kesekian kali dari beberapa hari yang lalu. Dan untuk kesekian harinya bahkan sama sekali tidak ada balasan dan jawaban yang belum di buka oleh suaminya.
"Apa aku telepon aja ya?" Gumam Rara.
Ia mengangguk mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Rara mencoba menelpon suaminya dan berharap Radit mengangkatnya dan berbicara padanya.
Rara mencoba tenang dan menggigit kuku jari tangannya saking tegang hanya untuk menelpon suaminya.
"Tut ... tut ... tutt..."
Suara handpone Rara tanda panggilan masuk.
"Hallo ...."
Deg.
Rara terkejut dengan suara orang yang di sebrang teleponya.
Suara yang tidak Rara harapkan dan semakin menduga-duga.
Pikiran Rara saat yang menjawab adalah suara wanita yang mengangkat handpone suaminya.
Rara mencoba menenangkan hati dan pikirannya untuk berbicara dengan benar agar tidak ada kesalahan dalam ia berbicara.
"Hmm ... mas Raditnya kemana ya Mba?" Tanyaku memberanikan diri.
"Dia sedang di kamar mandi ," jawabnya.
"Siapa Sayang?" Ucapnya.
Suara yang aku kenali terdengar jelas di kejauhan, ada yang menanyakan pada wanita itu tentang teleponnya dan itu suara Radit suami Rara.
Deg ....
Hati Rara tak karuan semakin gemetar tubuh dan hatinya saat mendengar suara suaminya.
Kata sayang juga seorang wanita.
Pikiran Rara semakin tanpa arah matanya sampai berkaca-kaca.
"Ini dengan kontak membosankan menelpon Sayang ," ucap di sebrang telepon.
Deg.
Jatuh sudah air mata yang Rara tahan dari awal ia menelpon dan membayangkn apa yang suaminya lakukan selama ini.
"Apa jadi nama kontakku membosankan?" Batin Rara.
Rara tidak mampu berbicara kembali, setelah mendengar ucapan yang di sebrang teleponnya.
Ia langsung menutup teleponya.
Kini benar saja hati yang selama ini bergemuruh tak Karuan menetes lewat air mata yang tak tertahan keluar begitu saja.
Air mata sebagai jawaban diam Rara setelah menelpon suaminya yang tak kunjung kembali pulang juga.
Hati Rara seperti teriris hanya dengan mendengar kalo kontak namanya.
"Membosankan , bukanya istri atau Rara ," gumam Rara tanpa arah.
"Astagfirulloh ... apa sebenarnya yang terjadi ini,Ya Tuhan bisakah kau tenangkan hati dan air mata ini kenapa sakit dan terus berurai ," tangis Rara.
Rara menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ia menangis dengan sendu.
Setelah menangis dengan lama di dalam kamarnya. Rara berdiri ia bersiap dan mengambil kunci mobil yang tergantung di dinding kamarnya.
Dengan segala pikiran yang ada dalam benak Rara.
Ia mengendarai mobilnya tanpa arah dan tujuan.
Ia bahkan banyak memikirkan hal-hal yang ia duga-duga dengan ia mendengar kata sayang dan membosankan itu namaku.
Begitulah pikiran Rara saat ini.
Rara berpikir bagaimana caranya menghadapi suaminya nanti.
Cara bertemu keluarganya dan menjelaskannya.
Rara bahkan tidak pernah berpikirakan rumah tangga yang seperti ini.
Setelah menempuh perjalanan yang tak tentu arah.
Rara mencoba berpikiran jernih dan tetap mengendarai mobilnya dengan tenang.
Sampai Rara melihat sebuah tempat tujuan yang menurutnya bagus.
Rara memarkirkan mobilnya di pinggir sebuah danau. Ia berjalan menelusuri jalanan berumput dan ia terduduk di tepiannya. Untuk saat ini ia mendongakan tatapanya ke danau yang hening dengan angin yang laun membuat sejuk hatinya.
Ia berkali kali menarik nafas dan tak terasa air matanya tetap berlinang keluar tanpa tertahan.
Rara menggunakan dres panjang dengan warna peach, hijab abu. Ia tampak sedih dengan bibir rapat tanpa mengeluarkan suara.
"Apa yang harus aku lakukan apa aku harus tanyakan padanya?" Ucap Rara berbicara sendiri sambil memegang tengkuk lututnya.
Rara menundukan kepalanya yang di topang oleh lututnya.
Ia duduk menghadap danau dengan beralas rumput hijau.
"Entahlah aku bingung apa yang harus aku lakukan?" Teriaknya.
"Lakukanlah sesuka hatimu tidak perlu menahanya Nak," ucap seorang Ibu.
Seorang wanita paruh baya seumuran dengan ibu Rara menghampirinya dan berbicara padnya.
Ternyata ibu itu juga sedang berjalan jalan disana.
Ibu itu tampak penasaran dengan apa yang di lakukan seorang gadis di tepi danau yang nampaknya sedang bersedih.
Rara menengok ke arah suara,ia tersenyum padanya.
Menghampiri Rara dan ibu itu ikut duduk di rerumputan di samping Rara yang juga duduk di rerumputan.
"Siapa ibu ini dia terlihat kalangan berada pakaiannyapun sepertinya mewah juga," batin Rara.
Wanita di samping Rara memandang kedepan tanpa menoleh ke arah Rara yang sedang bertanya tentang siapa dirinya.
"Bila kamu bisa menahanya tahanlah, tapi bila tidak bisa lakukanlah sesuai isi hatimu. Bila itu untuk kebaikan orang-orang sekelilingmu jadi tahan dan lakukanlah apa yang menurutmu baik," ucap ibu itu kembali.
Ucapan ibu itu membuat Rara terdiam dan tidak memahaminya. Justru Rara penasaran dengan sosok ibu di sampingnya ini.
Rara tidak mengenalinya,karena selama di Jakarta tidak ada yang ia kenali selain keluarga suaminya dan bi Ira.
"Hmm ... tapi saya juga bingung harus berbuat apa lagi ," lirih Rara.
Saking sedihnya Rara menangis karena hati yang sedih. Ia tak terasa malah memeluk ibu itu.
Rara berasa sama ibunya sendiri yang kalau ia sedih pasti selalu memeluk ibunya.
Dengan begitu ia akan tenang kembali sampai ia merasa tenang, ia baru sadar bahwa yang ia peluk bukanlah ibunya dan Rara terkejut.
"Astagfirulloh, ya Allaah Ibu maaf saya tidak sengaja ," ucap Rara memohon maaf.
Ibu itu hanya tersenyum dan mengangguk ia merasa melihat putrinya yang telah dulu meninggalkanya.
Ia justru malah merasa senang melihat gadis itu, apalagi gadis itu sangat polos dengan balutan hijabnya matanya yang bengkak seusai menangis.
"Kau sangat cantik, Nak," ucap Ibu itu.
"Maaf Bu, saya berasa ibu saya sendiri, maaf sekali biasanya hanya ibu yang mampu menenangkanku tapi ternyata semua ibu mampu menenangkan hati seorang anak ya," ucap Rara sambil tersenyum.
Ibu itu tersenyum bahagia melihat gadis itu yang sudah tersenyum kembali. Ia nampak damai melihat senyumannya rasanya ingin sekali memeluknya kembali .
"Tante, bolehkah saya memeluk anda kembali?" Tanya Rara.
Ibu itu mengangguk dan memeluknya kembali dengan hati yang teramat bahagia.
"Sepertinya kamu sudah besar Sayang," gumam Ibu itu.
Rara memeluk erat ibu itu dengan erat.
Hati yang beberapa hari ini menahan bebannya.
Kini terlepas sudah karena Rara sudah merasa tenang hanya dengan menangis dan memeluk seseorang.
Bahkan orang yang ia peluk bukanlah siapa-siapa.
Dia bahkan dengan baiknya memeluk Rara dalam keadaan wajah penuh tangisan di pipi Rara.
Mereka berbincang membicarakan hal yang belum pernah orang lain lakukan saat pertama bertemu.
Tapi Rara sudah akrab saja dengan orang baru ia kenal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
👑Queen🍃
pasti ibunya rendi...ya kan authr..
hehe
😚🙄
2021-12-14
1
Jumi Jumi
gimana mau kasih like n bintang bl ceritanya gak ad nyambung sm sex...
2021-01-21
0
Ozil Saputra
sebel aku sama nia sama raditya najisss bener gx punya ahlek
2020-08-13
1