"Kak! Pemikiran kakak itu dewasa sekali. Justru kakak kini telah berubah jauh lebih bijaksana. Emma yang selalu melihat keseharian kakak. Kakak jangan sedih, apalagi kuatir! Kita semua telah berubah, kak!"
"Emma!"
"Iya, kak?"
"Aku belum pernah meminta maaf dengan sungguh-sungguh padamu. Sejak pertama kita ketemu, aku selalu jahat sama kamu. Maaf ya? Aku orang yang sangat jahat selama ini. Tapi kamu seolah tidak pernah mempedulikan kesedihan hatimu karena prilakuku. Maaf, Emma!"
"Kakak...! Jangan bilang begitu. Kakak tidak jahat. Emma tahu, Emma yang tiba-tiba masuk kekeluarga ini. Mengusik ketenangan kalian. Emma yang harusnya minta maaf!"
"Aaaaa Emma! Kamu dewasa sekali! Kamu membuat aku seperti berusia setahun lebih muda darimu! Aaaaaa..."
Emma tertawa. Senang rasanya mendengar teriakan rajukan kak Rimba nyaris seperti masa kecil dulu ketika merajuk pada maminya.
Mereka tertawa bersama. Seiring kondisi Rimba yang mulai membaik. Rimba kembali tertidur setelah sarapan dan minum parasetamol yang Emma berikan.
Emma menelfon kak Diego. Mengabarinya kalau kak Rimba sakit dan obatnya habis. Kak Diego menyuruh Emma segera bilang ke paman Burhan karena paman Burhan tahu semua obat Rimba.
Dengan lega Emma menutup telpon Diego. Menemui paman Burhan yang tengah sibuk menyirami tanaman. Ia berbicara dengan sopan meminta tolong pada orang yang telah ia anggap ayah itu untuk mengurus obat Rimba.
Tapi paman memberikan opsi lain pada Emma. Kalau Rimba harus dirawat dirumah sakit. Selain asmanya yang sudah akut, obat Rimba pun kini tidak dapat dibeli dengan bebas tanpa resep dari dokter.
Sejak pak Karim meninggal dan dokter pribadi mereka pindah ke Bengkulu membuat paman Burhan hanya bisa membeli diapotek saja.
Emma bingung sendirian. Ia takut salah mengambil langkah sedang kakak-kakaknya sedang tak ada.
Akhirnya paman Burhan berinisiatif menelfon pak Hamzah. Selang beberapa lama ambulan rumah sakit datang menjemput Rimba.
"Aku tidak mau dirawat!" Rimba sedikit berontak tapi Emma segera memegang jemarinya memohon pada kakaknya itu dan berjanji akan setia menungguinya disampingnya diruang inap rumah sakit.
Mendengar perkataan Emma akhirnya Rimba menurut. Ia setuju asal Emma ikut dan tetap disampingnya.
Ambulan membawa Rimba dan Emma kesebuah rumah sakit swasta terbesar dikota Jakarta. Setelah diperiksa di UGD dan mendapat diagnosa dokter jaga, Rimba pun dipindah dikamar inap kelas 1 berfasilitas mewah.
Kamarnya mirip kamar hotel. Bahkan ada lemari es lengkap isinya buah-buahan segar membuat Rimba bersyukur Emma menyuruhnya dirawat.
Kedua kakak beradik angkat itu tertawa senang menikmati buah yang tersaji untuk mereka. Meski suhu tubuh Rimba masih panas, tapi Rimba senang karena seharian ini ia bonding kebersamaan dengan Emma.
Mengobrol, bercanda dan tertawa bersama membuat hatinya menghangat dan lupa akan kerinduannya pada papi terlebih maminya.
Emma sholat dikamar inap Rimba setelah bi Atun datang membawa perlengkapan sholatnya dan juga yang lainnya untuk Emma menginap juga dirumah sakit bersama Rimba.
Setelah Isya, Excel datang dengan tergesa-gesa. Memeriksa kondisi adiknya dengan meraba dahi Rimba yang tengah tertidur pulas akibat pengaruh obat.
"Rimba tidak muntah atau pingsan khan, Emma?" tanya Excel dengan suara panik.
"Tidak, kak! Hanya panas tinggi. Dokter bilang gejala tipes. Tapi kondisinya sudah lebih baik sekarang."
"Syukurlah!"
Excel duduk disamping Emma dengan menarik nafas lega. Ia terlihat masih dengan wajah lelahnya karena kuliah awalnya yang cukup keras.
"Maaf, kak! Emma sengaja tidak memberitahu kakak karena Emma fikir kakak sibuk dikampus. Kak Roman juga belum Emma kasih tahu!"
Excel langsung menelfon Roman. Mengabarkan kalau Rimba masuk rumah sakit. Satu jam kemudian Roman datang dan nyaris berkelakuan seperti Excel tadi. Memeriksa dahi Rimba. Membuat Emma tersenyum dalam hati menyaksikan kedekatan hati kakak beradik yang tampan-tampan itu.
Meski mereka jarang sekali berinteraksi, berkomunikasi layaknya saudara pada umumnya, tapi hati mereka terpaut satu sama lain dan turut merasakan kuatir meski tidak ingin terlihat satu sama lain.
Malam ini mereka bertiga tidur dikamar tempat Rimba dirawat. Emma tertidur dikursi panjang sementara Roman duduk tertidur dengan tangan bersidekap disamping Emma. Excel duduk dikursi samping ranjang Rimba dengan wajah telungkup ditempat tidurnya.
Sebenarnya Excel sedikit cemburu karena Roman tidur nyaris bersentuhan dengan kaki Emma yang terbungkus selimut. Tapi mengingat situasinya menuntutnya untuk tidak mempermasalahkan masalah sepele, membuatnya pasrah merelakan Emma tidur dekat kakaknya itu.
Mmmm... Hubungan yang manis. Meski dalam keadaan yang kurang baik, tapi mereka bisa melaluinya dengan semangat dan kekuatan kebersamaan. Meskipun sempat saling jauh karena kesibukan masing-masing, Tuhan selalu punya cara untuk mereka saling mendekatkan diri satu sama lain.
💞Bersambung💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
boomlike plus fav and rate 5 😍
2021-07-14
1
❤️YennyAzzahra🍒
Aku dulu baca.Tp lupa lagi 😫
2021-07-13
2