Setelah satu minggu tinggal di villa pak Hamzah, Diego meminta izin untuk kembali pulang kerumah megah mereka di Jakarta. Selain tak enak terus-terusan menyusahkan pak Hamzah, mereka juga kangen rumah mereka meskipun kini tiada lagi papi dan maminya.
Pak Hamzah menerima argumen Diego dan berjanji tidak akan meninggalkan apalagi lepas tangan mereka. Beliau akan mengurus dan menjaga serta memberikan apapun kebutuhan Diego dan adik-adiknya membuat Diego terharu sekali. Hanya ucapan terima kasih dan maaf yang tulus yang bisa ia ucapkan pada kebaikan pak Hamzah.
Pak Hamzah juga mengirim 2 orang yang akan membantu mereka mengurus rumah. Karena pak Hamzah melihat sendiri kalau rumah besar mereka hanya memiliki satu orang pengurus rumah tangga dan satu orang pengurus kebun saja.
Diego dan keempat adik-adiknya menghela nafas panjang ketika pintu besar rumah mereka terbuka lebar. Sunyi dan sepi.
Meski papi dan maminya orang sibuk dan nyaris tak punya waktu untuk mereka, tapi kedua orangtuanya itu adalah orangtua yang cukup perhatian pada anak-anaknya meski dengan cara yang berbeda.
Meski hanya lewat alat komunikasi saja, tapi apapun yang mereka pinta tidak butuh waktu lama untuk mendapatkannya karena mereka pasti langsung menuruti keinginan apalagi kebutuhan anak-anaknya.
"Emma....! Temani kakak membuka kamar papi mami!" tutur Diego pada adik angkatnya itu. Emma mengangguk mengikuti langkah Diego dengan hati gamang.
Seperti yang pernah bi Atun ceritakan, kamar tuan dan nyonya tidak pernah dibuka siapapun kecuali si empunya kamar. Bahkan anak-anaknya sekalipun, tak pernah diperbolehkan masuk kedalamnya seolah menyimpan beribu misteri dan juga rahasia.
Diego mencongkel lubang kunci dengan alat-alat perkakas yang banyak. Meski cukup lama akhirnya pintu berhasil mereka buka.
Alangkah kagetnya Diego dan Emma mendapati kamar kedua orangtuanya itu. Penuh dengan boneka-boneka perempuan tel*nj*ng. Emma terpekik kaget menutup seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Boneka itu terlihat halus dan lembut, nyaris mirip sekali dengan manusia asli jika dipakaikan pakaian. Diego segera mengangkat telunjuknya dan menempelkan kebibirnya agar Emma tidak bersuara lagi. Emma hanya mengangguk menelan ludah.
Diego menghela nafas mendapati kenyataan kalau ternyata papi maminya juga memiliki usaha pembuatan boneka sendiri dikamarnya.
Hhhhh.... Untuk apa boneka-boneka seperti ini papi mami buat? Siapa juga orang yang berminat membelinya?
Terlalu bagus untuk manekin ditoko-toko pakaian bahkan butik mahal sekalipun. Karena boneka-boneka ini nyaris sama dengan manusia asli bahkan lekuk tubuh juga payudara dan bokongnya dibuat sangat detil dan nyaris sempurna!
Diego hanya bergumam dalam hati. Tak mengerti.
Kamar itu ternyata luasnya 3x lipat kamar mereka yang besar.
"Emma!"
"Ya, kak?"
"Tolong rahasiakan isi kamar papi mami pada Roman, Excel juga Rimba. Juga bi Atun dan yang lainnya. Malam nanti pukul 12 lewat, bantu aku ya, kita bakar semua boneka ini di belakang!"
"Kakak.... Boneka ini semua lebih dari 20. Sepertinya kalau dibakar semua, bisa membuat semua curiga. Juga apinya pasti besar juga!"
"Iya juga. Mmmmh... Kita bakar disini sajakah?"
"Apa tidak apa kalau bonekanya kita potong-potong dulu? Tapi... Kita koq jadi kayak pembunuh kesannya kalau melakukan itu ya, kak?"
"Sepertinya kita butuh bi Atun dan paman Burhan, Emma! Ini terlalu riskan buat kita kerjakan berdua. Kamu coba cerita dulu pada bibi, sana! Tapi ingat! Ini hanya kita berempat yang boleh tahu, ya? Aku menunggu disini!"
"Iya, kak Digo!"
Emma setengah berlari mengendap-endap keluar dari kamar tuan dan nyonya. Bergegas mencari bi Atun dan paman Burhan.
Sama seperti reaksi awal Diego dan juga Emma. Paman dan bibi yang sudah lebih dari 6 tahun tinggal bersama mereka meski tak seatap baru tahu isi kamar tuan dan nyonyanya yang seperti itu. Mereka hanya diam dengan mulut ternganga.
Diego telah menutupi sebagian boneka dengan beberapa terpal hingga tak terlihat bentukannya.
Paman Burhan bergegas mengunci pintu kamar. Mengambil gunting dan meracik-racik boneka-boneka yang telah Diego tutupi terpal hingga tidak terlihat seperti potongan-potongan yang membuat Emma dan bi Atun bergidik ngeri. Diego mengikuti cara paman Burhan dan mengerjakan dengan cepat.
Hampir 2 jam mereka berkutat dengan boneka-boneka buatan papi dan mami Diego. Selesai hingga menjadi cabikan kecil. Mereka memasukkannya kedalam beberapa karung yang memang telah paman Burhan siapkan.
Satu persatu karung akhirnya berhasil paman Burhan bawa dan dibakar dibelakang rumah.
Diego menarik nafas lega setelah melihat sekeliling kamar kedua orangtuanya kini telah bersih dari hal-hal yang membuatnya takut jika ketiga adiknya yang lain mengetahui.
"Akhirnya selesai juga ya Emma!"
💞BERSAMBUNG💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
я𝓮𝒾𝓷A↠ͣ ⷦ ͣ𝓭𝓲𝓪𝓷✿
maap thor ngelike lg hampuraaaa
2021-08-17
1
Dewi Mubin
masih nyimak
2021-08-16
1