"Kamu berapa usianya?"
"12 tahun, mau 13 tahun."
"Kamu tinggal dipanti asuhan mana? Sejak umur berapa, Emma?"
"Panti Asuhan Cinta di Bandung Raya, pak! Kata bu Saleha, saya sudah disana ketika baru berumur 2 hari." Pak Hamzah menunduk. Terlihat sedih mendengar cerita Emma.
"Sepertinya pak Hamzah begitu tertarik pada kisah hidup anak perempuan saya!" tambah tuan Karim membuat pak Hamzah tertawa kecil.
"Maaf,... saya terlihat hanya memperhatikan Emma ya, pak Karim? Hehehehe.. !"
"Oh tidak mengapa, pak! Saya senang. Berarti pak Hamzah satu pendapat dengan saya tentang Emma. Saya senang pak Hamzah antusias dengan anggota keluarga saya!" lagi-lagi tuan Karim menimpali ucapan pak Hamzah. Terkesan sedikit menjilat.
Mereka makan siang bersama. Pak Hamzah sesekali melirik Emma yang memang sengaja tuan Karim tempatkan duduknya tepat didepan meja pak Hamzah.
Emma sedikit malu dan agak risih. Memang pak Hamzah tidak mengganggunya apalagi menggodanya.
Ia bukan tertarik dengan Emma sebagai seorang lawan jenis baginya. Tapi seperti ada sesuatu ganjalan yang ingin pak Hamzah gali dari dalam dirinya. Membuat Emma merasakan kontak batin yang cukup besar meski baru beberapa menit saja berjumpa dengan beliau.
"Maaf, pak Karim! Saya.....bolehkah saya menumpang sholat disini?" tiba-tiba pak Hamzah menanyakan pertanyaan yang membuat tuan Hamzah tersedak kaget.
Mata tuan Karim agak nervous menatap istrinya yang juga ikut gugup. Ia bingung, akan menunjukkan kamar yang mana untuk tamunya menjalankan ibadahnya dirumahnya itu.
"Maaf, pak Hamzah! Kalau bapak berkenan, bapak bersedia sholat dikamar Emma?" Emma mengajukan kamarnya membuat raut wajah tuan Karim kembali cerah.
"Saya sholat dikamar anak gadis? Tidak apakah?" tanyanya agak ragu.
"Tidak apa, pak! Kamar Emma tidak ada privasi. Ada sajadah dan juga tasbeh. Arah kiblatnya pun sudah Emma tandai di atas plafon jika pak Hamzah kebingungan."
"Waaah, pak Karim membuat saya terenyuh. Anda sangat hebat mendidik Emma hingga seperti wanita soleha berkelas. Saya sangat menghargai kebaikan tuan!
Saya tahu, maaf... kita memang berbeda keyakinan. Tapi bapak dan ibu bisa memperlakukan Emma dalam memilih dan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan yang dianutnya. Saya sangat terharu!"
"Aah...pak Hamzah,.. saya jadi malu! Saya tak sebaik itu juga pada Emma! Terima kasih pujiannya!"
Tuan Karim mengantarkan pak Hamzah kekamar Emma. Meskipun agak waswas tapi ia memperlakukan tamu istimewanya dengan baik. Dan ia yakin, kamar Emma pun tak seburuk fikirannya hingga tak mungkin sembarangan menyuruh pak Hamzah sholat dikamarnya.
Diam-diam tuan dan nyonya menyukai Emma. Tak salah ia mengadopsi Emma. Meski mereka memperlakukannya dengan sangat tidak baik, tapi Emma bisa memberikan kebaikan dan mukjizat pada kehidupan mereka kedepannya.
Terlebih jika pak Hamzah mau bekerja sama dengan perusahaan milik mereka. Sudah pasti keuntungan besar menanti mereka untuk diraih.
Pak Hamzah mengambil wudhu dan memperhatikan kamar Emma. Matanya mencari sajadah yang Emma katakan tadi.
Kamar Emma sederhana tapi rapi. Semua tertata rapi dan bersih membuat pak Hamzah tersenyum manis. Gadis kecil ini menempatkan sebuah kitab suci Al-Qur'an diatas dipan cantik. Juga beberapa Juz'amma dan buku IQRO membuat pak Hamzah tertarik menyentuhnya.
Tiba-tiba ia teringat Emma.... perempuan yang pernah mengisi relung hatinya.
Emma Tiara. Matanya berkabut mengingat nama itu. Ia menarik nafas dalam dan merentangkan sajadah panjang kelantai beralas permadani kecil. Ia lalu sholat Dzuhur.
Selesai sholat, pak Hamzah keluar dari kamar Emma. Masih dengan fikiran penuh Emma Tiara. Istrinya yang sudah tenang dialam barzakh. Ia menelan ludahnya dan menghela nafas panjang.
Istrinya meninggal setelah melahirkan. Tapi ia sendiri tidak tahu dimana putri kecilnya itu kini berada.
Seseorang telah menculik dari rumah sakit tempat Emma melahirkan. Mengingat itu pak Hamzah menggertakkan rahangnya kesal. Hampir ia menonjok tembok karena nyaris hilang kendali.
Wajah dan nama Emma mengingatkannya pada wanita yang paling dicintainya. Bahkan hingga saat ini, ia masih betah menduda karena tidak bisa melupakan istri dan anaknya.
Ia berfikir, andai saja anaknya ada disampingnya dan masih hidup, mungkin seusia Emma saat ini. Pak Hamzah tertunduk sedih sepanjang langkahnya menuruni anak tangga.
💞Bersambung💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments