Seperti biasa, setiap pagi tugas Emma membangunkan kakak-kakaknya lalu menyiapkan sarapan dan membereskan kamar mereka ketika mereka telah berangkat kesekolah dan aktifitas diluar rumah.
Emma tertegun mendapatkan sajadah dan sarung dipojokan tempat tidur Diego.
Entah bagaimana kedua benda yang notabenenya adalah alat sarana penunjang ibadah umat muslim ada diatas tempat tidur Diego.
Emma tidak bisa mencernanya karena usia muda belum mampu berfikir sejauh itu.
Diego memang sudah dewasa. Kini kakak pertamanya itu sudah menyandang status 'anak kuliahan' di kampus swasta terkenal.
Diego juga sudah berumur 20 tahun. Usia yang cukup matang untuk menemukan jati diri dan pilihan serta tujuan dalam hidupnya.
Sedang meski Emma telah menginjak usia 13 tahun, pikirannya masih begitu polos. Itu karena selain jiwanya yang masih murni juga memang pagar rumah mewah itu mengungkungnya hingga nyaris tak tersentuh dunia luar kecuali keempat kakaknya mengajaknya pergi bersama melihat situasi dan suasana diluar sana.
Emma melipat dan merapikan sajadah dan sarung itu lalu menyimpannya diatas meja belajar Diego.
Matanya memandang sekeliling. Nyaris berubah aura kamar Diego. Kini poster-poster 'aneh' menurut Emma telah bersih menghilang di wajah tembok dinding kamar Diego yang berwarna abu-abu.
Emma merapikan buku-buku Diego. Terselip satu buku "Panduan Dasar Sholat Lima Waktu". Emma tersenyum.
Rupanya kakaknya itu benar-benar telah banyak berubah tanpa sepengetahuannya. Diego memang mulai jarang terlihat dirumah karena kesibukannya.
Tapi Emma tidak tahu kalau ternyata Diego lebih tertarik pada agama yang dianutnya melebihi ketertarikan Excel dan Rimba. Bahkan Diego tidak pernah sekalipun menanyakan ini-itu tentang agama Islam agama nenek moyang Emma.
Justru Diego terkesan lebih datar dan masa bodoh ketika Emma meminta waktu belajarnya tertunda hanya untuk menjalankan ibadah sholat maghrib ataupun isya.
Diego tidak terlihat memiliki ketertarikan sama sekali. Hanya diam dan pergi memberikan waktu Emma 'berjumpa' Tuhannya untuk beberapa puluh menit.
Respek Emma pada kakak tertuanya itu kembali meninggi. Ternyata dibalik wajah tampannya yang dingin, Diego menyimpan sisi hangat untuk hidupnya yang ingin lebih baik dengan meyakini imannya pada Allah SWT, Tuhan Emma Yang Maha Esa.
Semua kamar telah rapi. Juga pakaian mereka telah Emma cuci. Hari ini bi Atun tidak membantunya karena menginap dirumah kerabatnya paman Burhan yang telah berpulang kerahmatullah.
Rumah terasa sepi. Emma agak merinding mendapati aura ini. Sedang jam didinding baru menunjukkan pukul 11 siang. Masih cukup lama hingga sore menjelang dan satu persatu kakaknya pulang.
Emma melangkahkan kakinya keluar rumah besar itu. Berdiri cukup lama dengan mata terpejam dan hidung menghirup udara segar.
Wangi bunga mawar yang bermekaran dibulan Februari membuatnya merasakan aura tenang.
Taman terlihat lebih semarak karena pucuk-pucuk mawar muda bermunculan seiring datangnya kuncup baru mengganti kelopak mawar tua yang berterbangan ringan tertiup angin sepoi-sepoi.
Excel dan Rimba tiba-tiba berdiri dikejauhan dengan wajah memancarkan aura kesedihan. Emma hanya tertegun melihat kedua kakak beradik itu berlarian kearahnya.
Rimba dan Excel menangis memeluknya dengan wajah basah airmata. Diujung pintu gerbang sana, juga Roman berjalan gontai dengan wajah gelap tertunduk.
"Kenapa, kak? Ada apa?" tanya Emma kaget ditubruk dua pria muda yang langsung tersungkur dibahunya kiri kanan dengan isakan yang keras.
"Pesawat yang membawa mami papi jatuh diperairan Natuna, Emma!" hanya Rimba yang mengeluarkan kalimat itu membuat lutut Emma lemas hingga jatuh terduduk diiringi Rimba dan Excel yang tergoler diteras rumah dengan raungan kesedihan.
Tuan dan Nyonya ada dipesawat itu!..... Bagaimana keadaan mereka? Apakah mereka baik-baik saja? Hati Emma dipenuhi pertanyaan-pertanyaan sedang airmatanya terus mengalir tak bisa ia hentikan.
Roman menghampiri mereka bertiga. Ikut terduduk dan menangis meski tanpa suara. Ia berusaha tegar dihadapan ketiga adiknya itu dengan sesekali mengusap airmatanya yang tiada henti.
"Jangan panik! Kita harus tunggu kabar beritanya dari Diego!" katanya berusaha menguatkan hati dan jiwa Excel, Rimba dan juga Emma.
Mereka hanya menangis dan menangis. Tak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan kini. Pikiran mereka kosong dan hampa. Hanya airmata yang terus mengalir membasahi pipi mereka karena duka.
Tiba-tiba pintu gerbang terbuka dan sebuah mobil berwarna putih masuk kedalamnya. Membuat mereka mendongak dan berharap keajaiban papi mami merekalah yang datang dan tidak terjadi apa-apa.
Pak Hamzah turun setengah berlari. Wajahnya terlihat buram tak bercahaya. Ia menarik nafas pendek berkali-kali menyaksikan keempat kakak beradik itu duduk lesehan diteras rumah mereka.
💞BERSAMBUNG💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Mommy Gyo
2 like hadir ya Thor
2021-07-28
1