Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya sehat selalu ya!
.............
Erick menyuruh salah satu pelayan untuk membawakan air es untuk mengompres luka memar Reza. Dan Erick sendiri yang mengompres luka Reza.
"Luka ini tidak seberapa dibandingkan dengan kesempatan yang kau peroleh, kalian tidak perlu menyembunyikan hubungan kalian lagi setelah ini." ucap Erick.
"Iya, om! Tapi Reza masih harus membujuk Silvi dan menjelaskan semuanya. Om bantu Reza ya," sahut Reza.
"Pasti!" Erick mengompres luka Reza perlahan.
"Ambilkan salep di laci itu, Zack!" Erick menunjuk sebuah meja dengan laci.
Zack mengangguk, ia mengambilkan salep yang diminta Erick. Erick menyuruh Zack untuk mengoleskan salep itu di sudut bibir Reza yang sedikit sobek tadi. Zack menutup matanya, ia tidak berani melihat darah di sudut bibir Reza. Meskipun hanya sedikit darah yang keluar, tapi itu cukup membuat Zack pusing. Zack membuka tutup salep itu perlahan, tangannya bergetar saat mengambil sedikit salep. Tangannya semakin bergetar saat akan mengoleskan salep itu.
"Om... Zack nggak kuat..." Zack bersandar lemas di bantalan kursi.
Zack membuka sedikit matanya, sudut bibir Reza terlihat sangat menakutkan. Lebam dan berdarah. Kaki Zack lemas seperti tak bertulang.
"Banci! Sama jarum suntik takut, dan ini masih saja takut darah juga," Erick menatap sinis Zack.
"Zack beneran nggak kuat, om! Lemas...pusing...mual...." Zack memegangi kepalanya.
"Malah seperti orang ngidam saja," seru Erick.
"Biar saya saja," Glen mengambil alih salep dari tangan Zack.
"Nah, ini baru pria sejati!" ucap Erick.
Glen mengoleskan salepnya sedikit demi sedikit pada luka Reza. Reza terlihat biasa saja, tidak merasakan sakit atau perih. Sedangkan Glen yang hanya mengoleskannya justru meringis. Seolah-olah ia juga merasakan perihnya. Kedua matanya sudah berkaca-kaca.
"Kau ini kenapa?" Erick mendorong pelan bahu Glen.
"Tuan, ini pasti perih! Saya nggak tega..." sahut Glen dengan mata yang berkaca-kaca.
"Zack takut darah dan jarum suntik. Dan kau? Cengeng...Banci semua!" seru Erick.
Erick meminta ketiganya untuk singgah lebih lama. Erick menyarankan agar menemui Silvi saat sekolahnya selesai, sekalian menjemputnya. Karena itu, Reza menyetujui permintaan Erick. Mereka mengobrol cukup lama, lama-kelamaan mereka bosan juga. Reza mengusulkan untuk bermain game, ia teringat koleksi yang ia miliki dengan Silvi. Akhirnya mereka bermain game di kamar Silvi. Perlu Reza akui Erick hebat juga bermain game. Pantas saja Silvi juga pandai. Ternyata kemampuannya menurun dari papanya.
Tak terasa tiba saatnya Reza harus pergi ke sekolah Silvi. Erick mengantar mereka sampai di halaman depan. Glen berjalan paling belakang. Zack dan Reza sudah masuk ke dalam mobil. Sekali lagi, Glen mematung di samping mobil.
"Bos... Mobil ini benar tidak bisa dinaiki tiga orang? Saya harus pesan taksi lagi?" ucap Glen putus asa.
"Menurut lo?" sahut Zack.
"Percuma mahal kalau kursinya hanya ada dua," seru Glen, ia mengotak-atik ponselnya untuk memesan taksi lagi.
"Kalau mau kursinya banyak, naik bus saja!" Reza terkekeh.
Ngeenngg,
Mobil Zack meninggalkan halaman mansion Dave. Glen ditinggal seorang diri lagi. Ia menatap supercar itu yang perlahan menghilang di belokan depan gerbang. Dalam hatinya ia merasa sangat kesal, selalu saja ia ditinggal.
Untungnya taksi yang ia pesan cepat sampai. Setidaknya rasa kesalnya tidak bertambah. Di dalam taksi, Glen hanya berkutat pada ponselnya. Ia memantau kerja orang kepercayaan bosnya untuk mengurus perusahaan sementara. Ia juga harus memantau anak buahnya yang sedang menjalankan tugas dari Reza. Jika melihat dari fisik Glen yang tampan dan keren, semua orang pasti mengira Glen punya banyak wanita. Kenyataannya tidak ada satupun kontak wanita di ponselnya. Setiap harinya hanya ia habiskan untuk bosnya.
"Maaf, tuan! Kita sudah sampai," ucap sang sopir taksi.
Glen mendongak ke arah jendela mobil. Ia terlalu sibuk dengan ponselnya sampai tidak tahu jika sudah sampai tujuan. Ia bergegas membayar ongkos dan turun dari taksi. Dari kejauhan Glen melihat mobil Zack. Tapi Zack dan Reza masih di dalam mobil, sekolahnya pun masih sepi. Para siswa belum keluar. Itu artinya ada waktu sembari menunggu kekasih bosnya keluar dari gedung sekolah itu. Glen memilih untuk duduk di bangku di bawah sebuah pohon yang berdaun rimbun. Rasanya sejuk sekali berada di bawah pohon itu.
Glen memakai earphone di telinganya. Mendengarkan musik do bawah pohon seperti ini sudah lebih dari cukup untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Glen memejamkan matanya menikmati alunan musik.
"Za, liat tuh!" Zack menunjuk ke arah kerumunan siswa yang keluar dari sekolah.
Reza menatap ke arah yang ditunjuk Zack. Ada sosok yang ia rindukan di tengah-tengah kerumunan siswa yang berjalan keluar itu. Reza tersenyum senang, akhirnya setelah menunggu cukup lama Silvi keluar juga.
"Tapi itu siapa, Za?" seru Zack.
"Yang mana?" Reza celingukan.
"Itu cowok yang ngekor di belakang Silvi!" seru Zack.
Kedua mata Reza memicing ke arah pria itu. Reza sepertinya pernah bertemu pria itu, tapi lupa dimana. Tanpa menunggu lama lagi, Reza turun dari mobil.
"Kamu ngapain sih?" tanya Silvi pada Mike.
Silvi merasa risih karena sejak tadi Mike mengekor di belakangnya. Banyak pasang mata yang memperhatikan Silvi karena hal itu. Tidak sedikit siswi memandangnya tidak suka dan berbisik tentangnya. Silvi acuh saja, ia berjalan tanpa menghiraukan mereka.
"Nggak ngapa-ngapain," jawab Mike.
"Kenapa ngikutin aku terus, aku mau pulang ini!" Silvi merasa jengkel.
"Aku yang menjemputmu tadi, jadi aku juga akan mengantarmu pulang!" jawab Mike, ia menunjukkan senyuman andalannya.
Bukannya terpesona, Silvi justru menatap Mike dengan sinis. Rasanya aneh melihat sikap Mike yang berubah jadi manis padanya.
"Aku mau pulang sendiri," Silvi mengambil ponselnya, ia akan menelpon sopir.
"Please...." Mike memohon.
"Okay okay," Silvi mengalah.
"Nah, gitu dong! Bentar aku ambil mobil dulu!" sahut Mike.
"Tidak perlu, Silvi hanya akan pulang denganku!" Reza menghadang Mike.
"Om?" seru Mike.
"Kak Reza?" seru Silvi.
Mike terkejut, Reza menghadangnya. Saat melihat wajahnya Mike teringat Reza adalah om-om yang berbicara dengan Silvi melalui panggilan video hari itu. Sementara Silvi, bibirnya membulat sempurna. Tentu saja Silvi terkejut. Apakah yang berdiri di hadapannya ini benar-benar Reza? Kemudian Silvi ingat, ia sedang marah dengan Reza. Silvi pun memasang wajah judes pada Reza.
"Kau memanggilku apa tadi?" Reza menatap tajam Mike.
"Om," sahut Mike.
"Panggil aku, kakak atau Reza saja! Seenak jidat saja memanggilku om," protes Reza.
"Iy...iya kak!" jawab Mike.
"Sini Silvi!" Reza menarik tangan Silvi, agar Silvi mendekat padanya.
Silvi berusaha menggibaskan tangan Reza, tapi genggaman tangan Reza sangat kuat. Semakin ia memberontak, tangan Reza semakin kencang menggenggam tangannya.
"Aku akan jelaskan semuanya," Reza berbisik di telinga Silvi.
Merinding, itu yang dirasakan Silvi. Semarah apapun Silvi sekarang, ia tidak bisa mengelak jika ia merindukan Reza. Hanya bisikan saja bisa membuat seluruh tubuhnya panas dingin. Silvi pun membiarkan Reza menggenggam tangannya. Setelah ini ia akan menuntut penjelasan dari Reza.
"Kau yang mencoba mengantar Silvi pulang waktu itu kan?" Reza bertanya pada Mike.
"Iya, benar! Kak Reza ini kakaknya Silvi ya?" jawab Mike.
"Kau ingat baik-baik ya! Aku bukan kakaknya Silvi. Tapi aku pacarnya Silvi, jadi jangan pernah mendekati Silvi lagi!" Reza mengancam.
"Pacar? Hahahahaha....." Mike malah tertawa kencang.
"Kenapa tertawa?" Reza menatap tajam Mike.
"Hahahahaha...." Mike malah semakin tertawa dengan lebih keras sampai beberapa siswa menghampiri mereka karena penasaran.
Hap,
Zack menyumpal mulut Mike dengan daun yang ia petik di pinggir taman. Barulah mulut Mike berhenti tertawa.
"Bau," Zack meledek.
"Dasar om-om rese!" umpat Mike.
"Makan tuh daun!" Reza tertawa.
"Iihh... Kak Zack jahat banget! Masa Mike disamaain sama kambing!" seru Silvi.
"Biarkan saja! Biar bocah bau kencur ini kapok!" sahut Zack.
"Harusnya dikasih paha ayam dia itu!" seloroh Reza.
"Karena dia itu buaya bukan kambing!" imbuh Silvi.
Silvi dan Reza tertawa bersama. Mereka terlihat sangat kompak jika sedang menghina orang seperti ini. Zack hanya geleng-geleng kepala.
Silvi sudah lama berteman dengan Mike. Mike memang selalu menunjukkan jika ia pria yang baik di hadapan Silvi. Tapi bukan Silvi namanya jika ia tidak tahu siapa Mike sebenarnya. Ada banyak siswi di sekolah ini yang menjadi korban Mike.
"Silvi, kamu beneran pacaran dengan om-om ini?" tanya Mike.
"Iya," jawab Silvi singkat.
"Kamu itu masih remaja, masa pacaran sama om-om! Dia itu pasti pedofil," seru Mike.
"Heh, bocah kemarin sore! Kau itu sekolah tapi ucapanmu lebih buruk dari orang tidak berpendidikan, jaga mulutmu itu!" Reza melotot.
"Kenapa? Om pasti takut kesaing ya? Dari umur saja sudah kelihatan mana yang cocok dengan Silvi. Inget umur om!" seru Mike.
"Heh, kau lihat dulu tampangmu itu, gantengan juga aku! Kau kira aku ini sudah tua apa?" Reza melotot.
"Itu kenyataannya kan?" Mike tersenyum sinis.
"Kenyataan apa? Kenyataannya aku mencintai Silvi dengan tulus! Lebih baik kau itu sekolah dulu yang benar, setelah lulus dan punya uang baru kau kejar gadis! Uang masih minta orang tua saja sombong! Kau itu jelas jauh level denganku, jadi jangan harap bisa mendapatkan Silvi!" seru Reza.
"Aku pasti akan merebut silvi!" Mike terlihat kesal karena terus dipojokkan oleh Reza.
"Nih makan nih!" sekarang giliran Reza menjejalkan daun di mulut Mike.
"****!" Mike memuntahkan daun itu.
"Makan tuh daun! Embeekkk... Zack mengejek.
Reza, Silvi, dan Zack melangkah pergi. Ketiganya tidak bisa berhenti tertawa. Mike tidak berhentinya mengumpat. Ketiganya berhenti di samping mobil Zack.
"Kamu tidak dijemput sopir?" Zack bertanya.
"Tidak," Silvi menggelengkan kepalanya.
"Kalau gitu aku telpon supir agar menjemput kalian! kalian berdua berjalan-jalan dulu sekalian selesaikan masalah kalian! Kursi mobil ini hanya dua, aku pulang dulu ya..." Zack langsung masuk mobilnya dan tancap gas.
Nggeengg,
"Dasar!" umpat Reza.
Silvi jadi ingat, ia langsung menghempaskan tangan Reza yang menggenggamnya. Silvi berlari dengan cepat meninggalkan sekolah, ia akan menunggu jemputan di minimarket dekat sekolah saja.
"Silvi!" Reza mengejar Silvi.
Lari Silvi cepat sekali. Reza tidak bisa menangkap Silvi, ia hanya bisa mengikuti kemana Silvi akan pergi. Akhirnya Silvi berhenti di sebuah minimarket. Napas Reza ngos-ngosan.
"Kamu kenapa?" seru Reza, ia mengikuti Silvi sampai ke dalam minimarket.
"Aku kan sedang marah dengan kakak!" jawab Silvi judes.
"Masih marah? Kamu tidak terlihat marah tadi...." Reza menatap Silvi dengan lekat.
"Tadi aku lupa," jawab Silvi.
"Aawww!" pekik Silvi.
"Kamu itu menggemaskan!" Reza mencubit pipi Silvi.
"Kamu berhutang banyak denganku kak! Hutang penjelasan dan cubitan ini! Ingat ya aku masih marah!" Silvi memalingkan wajahnya.
Silvi mengambil ice cream kesukaannya dan beberapa snack. Saat sampai di meja kasir Silvi menginjak kaki Reza.
"Awww... sakit Silvi!" pekik Reza.
"Bayar!" seru Silvi.
"Katanya marah," sahut Reza.
"Bayar cepat!" seru Silvi.
Kasir minimarket itu mati-matian menahan tawa karena tingkah Silvi dan Reza. Saat akan keluar minimarket, Silvi melirik Reza.
"Apa lagi sekarang?" tanya Reza.
"Buka!" seru Silvi.
Reza pun membukakan pintu keluar untuk Silvi. Ia mengekor di belakang Silvi. Jika Silvi dalam keadaan marah seperti ini, Sindy pun kalah seram dari Silvi.
"Sekarang jelaskan semuanya, aku beri waktu 5 menit! Tidak kurang tidak lebih!" ucap Silvi saat mereka sudah duduk di kursi yang disediakan di depan minimarket.
..................
Jangan lupa like, vote, dan tinggalkan komentar sesuka kalian ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Siti saadah Khodijah
akhirnya.. bertemu juga😘😘😘😘❤️
2021-08-28
0
Lin Frie
pasangan yg seru silvi adalah kelemahan c reza
2021-08-15
3
Yanti Jambi
lima minit mana bukup silvy ooiii..
2021-08-12
0