Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya sehat selalu ya!
.............
Dubrak,
Reza menggebrak mejanya dengan kesal. Sekretarisnya baru saja melaporkan hasil penyelidikan yang ia lakukan. Seorang karyawan yang ia curigai mengkorupsi uang perusahaan sudah dua hari ini tidak masuk ke kantor. Parahnya, karyawannya itu membawa kabur sejumlah uang yang nilainya tidak sedikit.
"Cari semua informasi tentang tikus ini, semua informasi! Tempat tinggalnya, keluarganya, temannya, apa yang dia lakukan setahun terakhir, pokoknya semua informasi! Selidiki juga satu persatu karyawanku, aku yakin ia tidak bekerja sendirian!" perintah Reza pada sekretarisnya.
"Baik, bos!" jawab Glen.
Pintu ditutup dari luar. Reza menjambak rambutnya sendiri dengan keras. Kepalanya terasa sangat berat. Di saat perusahaannya mulai berkembang pesat, ada tikus berdasi di perusahaannya. Pikiran Reza kacau, ditambah lagi papanya Zara mencabut sahamnya karena Reza menolak Zara. Keuangan perusahaan sedang kacau sekarang. Reza mengambil pisau kesayangannya dari laci. Ia menatap pisau itu sambil tersenyum. Reza melepas jasnya, menyingsingkan lengan bajunya sampai siku.
Nampak banyak sekali bekas luka sayatan di lengan Reza. Tidak banyak yang tahu luka itu, tentu karena Reza selalu menggunakan baju berlengan panjang. Kedua orang tuanya pun tidak tahu sama sekali mengenai kondisi putra mereka yang sebenarnya. Walaupun lukanya sudah memudar tapi kadang kalau terpaksa memakai baju lengan pendek, ia akan menutupi bekas lukanya dengan krim. Reza membuka sarung pisaunya. Ia menempelkan pisau kesayangannya itu di kulit lengannya.
Zasshh...
Reza tersenyum senang, darah segar mulai mengalir dari lengannya. Ya! Reza melukai lengannya sendiri. Bahkan sekarang ia menggunakan ujung pisaunya untuk mengotak-atik luka itu. Ia seperti mempunyai kepuasan sendiri melihat darah segar yang mengalir. Reza tertawa dengan keras sendiri.
Inilah sisi gelap dari seorang Reza Albert. Di luar ia bersikap seperti orang kebanyakan. Murah senyum dan ramah dengan semua orang. Ditambah lagi, ia terkenal sebagai seorang anak yang selalu dimanja oleh maminya. Tapi sekali saja emosinya tersulut dan ia tidak bisa mengontrolnya, yang ia lakukan adalah melukai dirinya sendiri. Melihat aliran darah dan rasa perih mempunyai kesan tersendiri untuknya. Masih bagus ia hanya melukai dirinya sendiri sekarang, tidak jarang ia membunuh orang dan tanpa merasa bersalah sedikitpun setelahnya.
Di dunia mafia, ia sudah dikenal baik sebagai psikopat berdarah dingin. Tapi sebenarnya hanya sedikit kegilaan yang dilihat mereka. Masih banyak kebenaran dari seorang Reza Albert yang tidak diketahui.
Ceklek,
Glen, sekretaris Reza tiba-tiba masuk ke ruangan Reza lagi. Saat hendak menjalankan tugas dari Reza, ia baru teringat Reza mempunyai jadwal meeting setelah makan siang nanti. Ia berniat mengingatkan Reza mengenai jadwal meeting itu sekaligus membawakan berkas yang diperlukan. Tapi lagi-lagi ia harus memergoki bosnya yang sedang menikmati kegilaannya.
"Astaga, Bos!" Glen berlari menghambur ke arah Reza yang terduduk di lantai dengan lengan yang penuh darah. Sejauh ini hanya Glen yang tahu kegilaan Reza.
"Biarkan aku sendiri!" Reza mengarahkan pisaunya pada Glen.
"Relax, bos! Luka bos sangat parah kali ini! Biarkan saya membantu, atau bos akan kehabisan darah di ruangan ini!" jawab Glen.
"Tahu apa kau? Lihatlah! Bukankah darah ini sangat indah? Hmm... Baunya harum!" Reza mencium darah di lengannya.
Glen bergidik ngeri, entah nasib seperti apa yang membuatnya bekerja dengan bos gila darah seperti ini. Kalau tidak karena gajinya yang tinggi dan ketenaran yang dimiliki Reza pasti Glen sudah resign sejak lama.
Glen adalah sekretaris Reza yang mulai bekerja di perusahaan ini di saat Reza mengambil alih tanggung jawab perusahaan ini. Usianya hanya beda satu tahun lebih muda dari Reza. Selain menjadi sekretaris Reza dia aktif membuat konten. Itulah sebabnya ia langsung melamar di perusahaan ini setelah mendengar kabar Reza Albert akan menggantikan posisi Edgar Albert. Pengaruh perusahaan A group tidak perlu diragukan lagi di negara ini, apalagi ketenaran Reza sebagai pengusaha muda yang tampan. Siapa yang menduga, pekerjaan barunya sedikit mendogkrak konten yang ia buat.
"Jangan ganggu aku, keluarlah!" teriak Reza.
"Sekali ini dengarkan saya, bos! Luka bos kali ini parah, tenangkan diri bos! Saya yakin bos belum minum obat," ucap Reza.
Sudah lama Reza diam-diam menemui seorang psikiater, untuk berkonsultasi. Ia menerima obat, dan harus mengkonsumsinya rutin. Tapi karena masalah keuangan perusahaan ini, sejak kemarin dia tidak meminumnya. Itulah mengapa Reza kehilangan kendali. Masalah kejiwaannya sudah serius.
"Aku tidak sakit hahaha!" Reza tertawa keras, tawanya membuat Glen semakin takut.
"Buang pisaunya, bos!" ucap Glen.
"Ini pisau kesayanganku!" seru Reza.
Reza bersusah payah untuk berdiri. Badannya sudah lemas, jalannya sempoyongan. Pelan tapi pasti ia mendekati Glen. Glen mencoba relax, dan tersenyum pada Reza.
"Aku penasaran dengan bau darah milikmu," Reza mengendus tubuh Glen.
"Bos...." Glen ketakutan.
Reza tersenyum smrik, emosinya telah menutupi pikirannya. Kalau sudah seperti ini, ia tidak akan mendengarkan apapun dari orang lain. Reza menempelkan pisaunya yang masih berlumuran darah di pipi Glen.
"Seseorang tolong selamatkan aku! Subscriberku baru 150 ribu orang!" gumam Glen.
Drrttt....drrttt....
Deringan ponsel Reza memecah keheningan ruangan itu. Reza berdecak kesal, ia merogoh saku celananya. Seketika pisau yang ia genggam terlepas begitu saja dari tangannya.
"Silvi," lirih Reza.
Reza berkaca sebentar di cermin kecil, mengelap bercak darahnya sendiri di wajahnya. Ia memasang wajah ramah dengan senyum yang manis. Lalu ia menggeser tombol warna hijau. Muncullah Silvi di layar ponselnya. Silvi terlihat sedang berada di kamarnya.
"Coba tebak aku ada kabar gembira apa?" seru Silvi di seberang telepon.
"Wah....kabar gembira? Katakan saja, aku tidak suka tebak-tebakan!" jawab Reza, tidak lupa Reza menampilkan senyumnya yang termanis.
Glen menyaksikan pemandangan itu dengan penuh rasa takut. Emosi Reza bisa mereda dengan cepat karena gadis belia yang sedang mengobrol dengannya di telepon. Glen memanfaatkan kesempatan ini untuk menyingkirkan pisau Reza. Ia juga menyingkirkan benda tajam lainnya yang ada di ruangan itu. Reza sempat melirik Glen, tapi ia tidak berkomentar. Glen langsung bergegas membersihkan darah di lantai.
"Desmon pulang ke mansion pagi tadi,"
Reza melihat jelas kegembiraan di wajah Silvi. Tiga minggu lalu Silvi mengabarinya jika adiknya lahir prematur karena mamanya terjatuh. Pasti Silvi sangat senang karena adiknya sudah dibawa pulang ke mansion. Melihat kegembiraan Silvi membuat pikirannya tenang, emosinya perlahan mereda.
"Benarkah? Kamu pasti bermain dengannya, saranku jangan diajarin menembak dulu ya!" Reza terkekeh.
"Mana bisa... Kak Reza tahu tidak, tangannya itu sangat kecil!" jawab Silvi.
"Alright," Reza terkekeh.
"Kak Reza sudah makan belum? Kak Reza sakit? Kok pucat begitu?"
"Ah iya... Kakak belum makan, sebentar lagi mau makan!" jawab Reza dengan santai.
Reza pucat tentu bukan karena belum makan. Tapi ia banyak kehilangan darah. Ia tidak ingin Silvi tahu kebenaran tentang dirinya. Ia belum siap dibenci Silvi karena penyakit kejiwaannya.
"Apa kakak mau makan bersamaku?" tanya Silvi.
"Sepertinya tidak bisa, aku harus makan dengan cepat! Pekerjaan masih segunung, " jawab Reza.
"Kalau begitu kakak makan dulu, Silvi mau menengok Desmon lagi soalnya! Nanti Silvi kirim fotonya Desmon ya kak? Silvi sayang Kak Reza, see you..."
"Siap, putri! Aku juga sayang kamu!" jawab Reza.
Tut,
Mendengar bosnya sudah selesai bertelponan, Glen menghentikan aktivitasnya yang sedang membersihkan luka Reza. Reza menatapnya dengan tatapan dingin membunuh.
"Maaf, bos! Saya takut bos kehilangan lebih banyak darah lagi," Glen tidak berani menatap Reza.
"Pergilah, carikan psikiater baru untukku!" ucap Reza.
Glen mengangguk dan langsung berlari keluar ruangan. Reza menatap foto Silvi cukup lama. Lalu ia menatap foto papi dan maminya yang terpajang di meja kerjanya. Reza mengingat kejadian masa lalu yang membuatnya seperti sekarang.
***************
Sembilan belas tahun lalu,
Reza meronta-ronta, tangannya terikat kuat di sebuah kursi. Di sekitarnya semua gelap, hanya ada lampu bolam kecil yang menggantung tepat di atasnya. Tubuhnya yang kecil tentu tidak mempunyai cukup tenaga untuk melepaskan ikatan. Usianya baru 9 tahun hari itu. Dua orang pria yang memakai kostum badut menangkapnya dan membawanya secara paksa ke tempat ini.
Setelah mengecek keadaan sekitarnya Reza perlahan menjatuhkan dirinya bersama kursi itu. Tangannya susah payah mengambil sebuah potongan tutup kaleng besi. Kakinya tadi diam-diam menginjak tutup kaleng bekas di pinggir kursi. Kedua pria yang menangkapnya tidak mengetahuinya. Perlahan tapi pasti Reza memotong tali yang mengikat pergelangan tangannya.
Brak,
Sebuah batu berukuran sedang dilempar dari kejauhan dan mengenai bahunya. Reza mengerang kesakitan. Ia semakin mempercepat gerakan tangannya. Hingga ikatan di tangannya pun terlepas. Ia membuka lakban yang menutup mulutnya. Lalu melepaskan ikatan di kakinya. Baru saja ia akan berlari, salah satu pria yang memakai baju badut muncul dari kegelapan.
"Hebat juga putra Edgar ini," pria itu bertepuk tangan.
Dari belakang pria itu pria badut yang satunya, membawa seorang pria yang diikat kedua tangannya. Itu papinya. Rupanya kedua pria ini musuh papinya.
"Papi...." teriak Reza.
"Lari dari sini, nak! Cepat!" seru Edgar.
"Aku tidak akan meninggalkan papi," ucap Reza tegas.
"Biarkan papi yang menghadapi kedua pria sialan ini," ucap Edgar.
Bugh,
Sebuah bogem mentah mendarat di pipi Edgar hingga darah segar mengalir di sudut bibirnya. Reza mengepalkan kedua tangannya.
*Bugh,
"Arrgghh..." Edgar mengerang*.
Pria itu menendang perut Edgar dengan sangat keras. Air mata Reza menetes.
"Apakah kau mempunyai pesan terakhir untuk papimu, anak kecil?" seru pria itu.
Zasshh...
"Arrgghh... anak sialan!"
Reza menyerang pria itu dengan tutup kaleng yang ia pakai tadi. Darah segar mengalir di lengan pria itu. Edgar langsung menendang pria yang berada di belakangnya dengan keras. Reza pun berlari dan melepaskan ikatan Edgar.
"Tunggu di sini," ucap Edgar.
Edgar berkelahi dengan dua pria itu. Karena ruangan itu besar, komplotan kedua pria yang berjaga di luar tidak mendengarnya. Orang diluar pasti mengira kedua pria ini sedang menyiksa Edgar. Tapi sialnya, Edgar lemah karena sudah dipukul dan ditendang lagi. Dalam sekejap keadaan berbalik, kedua pria itu memukuli Edgar.
Reza tidak bisa membiarkan papinya dipukuli kedua pria itu. Ia melirik ada palu di atas sebuah meja. Reza mengambilnya. Dengan tangan kecilnya Reza mengayunkan palu berukuran besar itu pada kedua pria itu.
"Arrgghh..." pekik kedua orang itu.
Kedua pria itu tumbang setelah kepala mereka dihantam palu besar. Tapi Reza tidak berhenti, ia memukuli kepala kedua pria itu terus menerus sampai kedua pria itu tidak bergerak lagi. Kepala kedua orang itu pecah. Ruangan itu kini penuh darah.
"Reza cukup, nak!" Edgar menenangkan Reza.
"Mereka menyakiti papi, mereka harus mati!" Reza kini memukul dada kedua pria itu bergantian.
Bugh bugh bugh...
"Mereka sudah mati, nak!" ucap Edgar.
Reza melepaskan palunya. Edgar memeluk putranya dengan erat. Ia tidak menyangka putranya bisa melakukan hal itu saat papinya terluka. Tidak berapa lama kemudian, terdengar adu tembak dari kejauhan. Edgar membawa Reza berlindung di balik meja besar. Ternyata istrinya membawa anak buahnya untuk menyelamatkan Edgar dan Reza.
"Astaga!" pekik Zela.
Edgar dan Reza muncul dari balik meja. Zela memeluk keduanya. Beberapa anak buah Edgar membereskan kedua mayat itu. Salah satu dari mereka hampir muntah
"Siapa yang melakukannya?" tanya Zela.
Edgar tidak menjawab, ia hanya melirik Reza yang terlihat tidak ketakutan sama sekali. Setelah hari itu Edgar dan Zela membawa Reza ke psikiater. Kejadian di hari itu tidak selayaknya terjadi untuk anak usia 9 tahun. Keduanya menjadi sangat protektif pada Reza. Keduanya tidak tahu kejadian hari itu benar-benar tertanam dalam diri Reza. Walaupun setiap psikiater yang mereka kunjungi mengatakan Reza akan baik-baik saja.
************
Jangan lupa like, vote, dan tinggalkan komentar sesuka kalian!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Lilisdayanti
wah ternyata berat penyakit REZA,,semoga SILVI bisa mengubah REZA 😔
2023-02-06
0
Callysta Nungrum Amira
bisa bisanya bercanda pas nyawa hampir melayang
2021-12-08
0
Siti saadah Khodijah
oohh Reza ku😭😭😭😭
2021-08-27
0