Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya sehat selalu ya!
.............
"Apa? Wanita itu datang ke kantor Kak Reza?" seru Silvi.
"Benar, nona! Baru saja anak buah saya melapor," jawab Doni.
"Awasi terus, jangan sampai kendor!" perintah Silvi.
Tut,
Silvi menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ponselnya ia lempar ke sampingnya. Hari demi hari ada saja masalah yang muncul. Wanita itu tidak pernah menyerah untuk mengganggu hubungannya dengan Reza. Silvi merasa cemas. Yang namanya pria jika didatangi wanita dengan body menggoda pasti lama-kelamaan juga akan tergoda. Bukannya insecure, tapi Silvi berpikir rasional.
Kabar buruk ini datang tepat di saat Silvi sudah siap dengan piyamanya. Sekarang sudah pastilah akan susah untuk memejamkan mata. Ia hanya berguling saja di ranjang. Jika pegal, ia ganti miring ke kanan, atau kadang tengkurap. Sampai tengah malam, matanya tidak kunjung tertutup. Akhirnya Silvi memutuskan untuk bangun. Diambilnya ponsel miliknya itu. Ia mengecek akun sosial media Reza sebentar. Ternyata tidak ada tanda-tanda Reza aktif di sosial medianya.
Silvi turun dari ranjang empuknya. Tujuannya sekarang adalah dapur. Ia bermaksud mengambil beberapa snack dan minuman kaleng untuk menemaninya menonton film di kamar. Di saat ia berjalan melewati kamar mama dan papanya, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Munculah seseorang dari dalam.
"Astaga!" pekik Silvi.
"Ssstttt!" orang itu membungkam mulut Silvi membawanya menjauh dari kamar itu.
"Uang siapa yang kamu curi?" seru Silvi.
"Ini papa, jangan berisik napa, Desmon baru saja tidur!" seseorang itu ternyata Erick.
"Ohh papa botak, aku kira tadi tuyul pa!" seru Silvi.
"Apa itu tuyul?" tanya Erick.
"Hantu anak kecil botak, biasanya suka mengambil uang. Aku tahu hantu ini dari film horor yang di share Kak Aryn." Silvi menjelaskan.
"Kalau begitu sebelum kamu mengira papa ini tuyul, seharusnya dipikir dulu! Mana ada tuyul wujud orang tuir macam papa?" sahut Erick.
"Benar juga sih, pa!" jawab Silvi.
"Kenapa kamu belum tidur?" tanya Erick.
"Tidak bisa tidur, pa!" Silvi mengerucutkan bibirnya.
"Pasti gara-gara cowok kamu ya?" Erick tersenyum menyindir.
"Iya pa, diganggu terus sama cewek melon ganjen," Silvi berjalan menuju lift.
"Cewek melon siapa?" Erick menyusul Silvi.
"Anak rekan bisnisnya Om Edgar. Sebenarnya cantik, bodynya seperti gitar Spanyol, kalau papa liat dadanya... Beuh sebelas dua belas lah sama melon import di supermarket! Tapi dia itu centil pa! Tadi cewek itu menemui Reza di kantor, pasti unjuk dada tuh cewek!" ucap Silvi.
"Kalau gitu kamu jangan mau kalah dong, lebih agresif gitu!" Erick memberikan usul.
"Gimana caranya, pa?"
"Tanya sama mama kamu, dia jagonya!" Erick terkekeh.
Silvi ke dapur mengambil mengambil snack, sedikit buah, dan minuman kaleng. Erick hanya membuat secangkir kopi. Mereka kembali ke lantai tiga bersama-sama, berpisah di depan kamar Erick. Silvi bersenandung ria saat kembali ke kamarnya. Sepertinya saran dari papanya tidak ada salahnya juga, besok ia akan berkonsultasi dengan mamanya.
Sampai dini hari, Silvi masih tahan dengan filmnya. Berkali-kali ia mengecek ponsel, berharap jika ada pesan dari Reza. Tapi ponselnya sepi, tidak ada satu pun pesan atau panggilan masuk dari Reza. Akhirnya Silvi mematikan televisinya. Ponselnya ia atur dalam mode silent. Biarkan Reza merasakan apa yang dia rasakan.
Jika di wilayah Silvi sekarang sudah dini hari, lain halnya dengan Paris. Matahari baru saja terbenam padahal sudah pukul 7.30 malam. Hal ini lumrah terjadi karena musim panas sedang berlangsung. Reza mematikan laptopnya. Ia menyenderkan kepalanya di kepala kursi. Kepalanya terasa sangat berat akhir-akhir ini. Ia teringat sesuatu, seharian ini ia belum mengabari Silvi. Reza kelimpungan mencari ponselnya. Ia mencari di semua tempat. Di saku jas dan celananya, di laci, sampai di kolong meja.
"Sedang mencari tikus, bos?" Glen tiba-tiba masuk ke ruangan Reza.
"Iya, tikus berdasi!" jawab Reza sewot.
"Muat di kolong meja, bos?" Glen ikut mengecek kolong meja.
"Apanya?" seru Reza.
"Katanya bos sedang mencari tikus berdasi," sahut Glen.
"Dasar bodoh! Kau percaya gitu?" tanya Reza.
"Percayalah, bos!" jawab Glen.
"Jangan terlalu percaya pada orang! Aku sedang mencari ponselku!" Reza melanjutkan untuk mencari ponselnya.
"Ini, bos!" Glen menyerahkan ponsel Reza.
"Bagaimana bisa ponsel ini ada bersamamu?" Reza merampas ponselnya dari tangan Glen.
"Mungkin bos lupa, bos sendiri yang menyerahkan ponsel itu pada saya," Glen tersenyum kaku.
"Itu sudah tugasmu," Reza mengangkat alisnya.
"Bos, ini ada satu berkas yang harus ditandatangani hari ini juga," Glen menyodorkan berkas yang ia bawa tadi.
Reza mengangguk, ia bergegas menandatangani berkas itu. Baru kemudian ia membuka ponselnya. Ada pesan dari Silvi ternyata, pesan itu masuk dari pagi tadi. Silvi pasti menunggu balasannya. Reza berniat akan menelpon Silvi, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Tapi setelah Reza membaca nama penelpon, raut wajahnya berubah.
"Kau yang bicara dengan wanita ini, bilang saja aku sibuk!" Reza memberikan ponselnya pada Glen.
"Halo," Glen mengangkat telepon dari Zara.
"Kenapa kau yang menjawab telponku? Mana bosmu?"
"Maaf, nona! Bos sedang sibuk, tidak bisa diganggu!" jawab Glen.
"Jangan menipuku? Berikan ponselnya pada bosmu, bilang padanya dia akan menyesal kalau tidak berbicara denganku!"
Glen melirik Reza, ia menutup speaker ponsel milik bosnya itu. Lalu mengatakan pada Reza jika Zara mengancam. Mau tidak mau Reza harus bicara dengan Zara.
"Ada apa? Cepat katakan!" seru Reza.
"Sesuai apa yang aku katakan tadi pagi, malam ini kamu harus menemuiku di apartemenku."
"Aku tidak pernah mengatakan jika aku setuju," bantah Reza.
"Itu terserah kamu sih, aku sih tidak ada alasan untuk tidak mengirim file itu pada....."
"Okay, sekarang juga aku ke sana!" Reza memotong ucapan Zara.
Tut,
Reza memutuskan sambungan teleponnya sepihak. Ia melempar ponselnya ke sembarang arah. Glen langsung berlari.
Hap....
Glen berhasil menangkap ponsel Reza yang melayang ke udara. Ponsel itu ia simpan dalam sakunya. Sementara Reza, ia mengambil kunci mobilnya dan langsung meluncur ke apartemen Zara.
"Bos saya ikut atau tidak?" seru Glen tapi tidak ada jawaban.
Ia akan menyusul bosnya, lagipula ada anak buah yang ia bayar untuk mengawasi wanita itu. Jika ada sesuatu anak buahnya kan melapor dan ia akan langsung meluncur.
Tok tok tok...
Reza mengetuk pintu apartemen Zara dengan malas. Kalau bukan karena ancaman wanita itu, sampai matipun ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya di apartemen wanita ja***g Itu. Dua kali ia mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban, sampai di ketukan ketiga. Seseorang membuka pintunya dari dalam.
"Ayo masuk," Zara menarik tangan Reza, membawanya masuk.
Reza mendudukkan bokongnya di sofa. Di atas meja sudah ada dua satu botol wine dengan merk terkenal. Zara menuangkan wine ke dalam gelas Reza. Reza menghembuskan napasnya dengan kasar. Zara saat ini mengenakan baju tidur kimono tipis berwarna hitam. Ikatannya sengaja dikendorkan, membuat belahan dadanya sedikit terlihat.
"Apakah kau tidak punya baju lain?" ucap Reza bernada sinis.
"Memangnya kenapa? Malam ini cukup panas, ini pun aku masih merasa gerah!" jawab Zara.
Zara justru melepas kimononya, menyisakan dress mini tanpa lengan yang sangat pas untuk tubuhnya. Reza mengalihkan pandangannya. Ia pria normal, melihat pemandangan seperti ini tentu sedikit mengganggunya.
"Katakan saja, kenapa kau menyuruhku datang kemari!" Reza meneguk minumannya.
"Hanya ingin mengobrol santai saja!" jawab Zara.
Zara bangkit dari duduknya, ia berpindah duduk di sebelah Reza. Reza sedikit bergeser untuk menjauh karena ia merasa risih. Tapi Zara terus memepetnya sampai Reza terpentok di ujung kursi.
"Bisakah kau bersikap sedikit anggun? Tingkahmu itu tidak beda dengan wanita penghibur di club langgananku," seloroh Reza.
Zara tidak menjawab, kali ini ia lebih berani. Ia duduk di pangkuan Reza. Reza langsung reflek menolak. Ia berusaha menjauh dari Zara tapi justru mereka berdua jatuh ke lantai bersama-sama. Zara berada di atas, ia memanfaatkan posisinya. Sedikit lagi ia berhasil mencium Reza, tapi dengan cepat Reza membalik keadaan. Reza menggulingkan Zara, lalu ia berdiri dengan cepat.
Reza berniat keluar dari apartemen itu, tapi dua orang pria berbadan tinggi dan besar menghadangnya tepat di saat ia membuka pintu apartemen itu. Reza sampai mundur beberapa langkah karena terkejut. Kedua pria itupun menyeretnya masuk lagi ke dalam.
........................
Jangan lupa like, vote, dan tinggalkan komentar sesuka kalian!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Putriani
Ayo dong silvi bertindak
2021-09-15
0
Siti Komala
dasar melon , rezaa mening terus terang aja ama silvi
2021-07-29
0
Eka Melda
duhh...apakah Reza mau diperkosa🤣🤣
2021-07-26
0