Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya sehat selalu ya!
.............
Suasana meja makan terasa canggung. Emmy dan Cavero membombardir keduanya dengan pertanyaan. Zack hanya bisa berharap Mei tidak mengacaukan rencananya. Ia sesekali mencoba untuk menelpon kakaknya, kakaknya itu tidak kunjung datang juga. Jika kakaknya cepat datang maka perhatian Cavero dan Emmy bisa teralihkan.
"Jadi sudah berapa lama kalian pacaran?" tanya Cavero.
"Pasti sudah lama ya? Kalian terlihat sangat serasi loh, seperti mama dan papa waktu pacaran dulu!" imbuh Emmy.
"Baru 15 menit yang lalu...." celetuk Mei. Zack langsung menyenggol kaki Mei dengan kakinya.
"15 menit yang lalu? Maksudnya?" seru Cavero.
"Itu pa, 15 menit yang lalu kami baru saja merayakan hari jadi kami yang ke 8 bulan," ucap Zack mengarang.
"Wah... Kalian ternyata juga merayakannya setiap bulan ya! Sama persis seperti kita dulu ya, babe!" Emmy menyenggol bahu Cavero.
"Iya, sayang!" Cavero mengelus kepala Emmy.
"Ceritakan tentang keluargamu? Tempat tinggal?" Cavero ternyata masih mempunyai stok pertanyaan, ia benar-benar penasaran sedang dibohongi putranya atau tidak.
"Keluarga saya biasa saja, om. Saya punya satu papa dan satu mama. Papa saya, Xiao Tan dan mama saya, Fang Yin. Mereka tinggal di negara tempat saya dilahirkan." jawab Mei.
"Pekerjaan mereka?" tanya Cavero.
"Papa mengelola perusahaan tekstil, dan mama adalah seorang ibu rumah tangga." jawab Mei.
"Kamu tinggal di negara ini sendirian ya berarti?" selidik Cavero.
"Iya, om! Apartemenku dan Zack satu gedung, satu lantai!" Mei melirik Zack.
"Bagus itu, bisa pacaran terus!" seloroh Emmy.
"Iya dong, ma!" sahut Zack membuat jantung Mei berdetak semakin tidak karuan.
"Orang tuamu tahu tentang hubunganmu dengan putra om?" tanya Cavero.
"Tahu kok, om! Mereka selalu menerima keputusanku, apalagi pacarku ini tampan!" Mei terkekeh.
"Apakah orang tuamu tidak khawatir, Zack ini orangnya suka kebebasan, tidak suka terikat dengan pernikahan! Entah kapan dia akan menikahimu," Cavero menatap Mei tajam.
"Om....." Mei menangis.
Semua orang jadi menatap Mei. Emmy menatap suaminya dengan tajam. Cavero justru kebingungan.
"Kamu kenapa?" tanya Zack dengan lembut.
"Papa kamu nanya soal mama papaku terus, aku kan jadi kangen mereka huhuhu...." Mei menangis tersedu-sedu.
"Iihh kamu, babe! Kasihan dia jadi sedih tuh," ucap Emmy dengan kesal pada suaminya.
"Aku penasaran, yang! Anak kita kan katanya playboy, casanova! Aku curiga, Zack bisa saja membohongi kita! Apalagi setelah dia mengatakan mereka sudah berhubungan selama 8 bulan, sedikit impossible kan?" bisik Cavero.
"Benar juga sih, babe! Tapi... Kita tidak boleh curiga, siapa tahu Mei yang bisa merubah Zack jadi manusia! Mama nggak suka putra mama jadi buaya terus," jawab Emmy dengan berbisik juga.
Cavero mengangguk, ia akan memberikan kesempatan pada Zack untuk membuktikan. Jika Zack ketahuan berbohong, maka ia akan langsung menikahkan Zack dengan gadis pilihannya hari itu juga.
"Tuan Zain sudah datang, tuan!" seru salah satu pelayan.
Seorang pria tampan datang mendekat ke meja makan. Langkah kakinya terdengar menggema di sekeliling.
"Duduk, Zain!' perintah Cavero.
"Pak Dosen?" seru Mei kegirangan, ingusnya masih mengalir dari hidungnya.
Semua orang menatap Mei, karena Mei yang menangis seketika menjadi girang. Terutama Zack, ia menatap Zain dan Mei secara bergantian. Zain memang seorang dosen, tapi selama ini Zack tidak tahu dimana Zain bekerja.
"Kamu kenal dia?" tanya Zack.
"Kenal lah! Siapa juga yang nggak kenal Pak Dosen tertampan di kampusku!" seru Mei.
"Itu dilap dulu!" Zain menunjuk hidung Mei.
Mei langsung kelabakan mencari tisu dan mengelap hidungnya. Astaga, memalukan sekali!
"Pak Dosen ngapain di sini? Diundang juga?" tanya Mei.
"Dia itu kakakku," jawab Zack.
"Benarkah?" tanya Mei, ia menatap Zack dan Zain bergantian.
"Iya!" Zain dan Zack menjawab bersamaan.
Mei membelalakkan kedua matanya. Astaga! Ternyata kedua pria tampan itu bersaudara. Mei tersenyum sendiri, ia membayangkan jika nanti kedua pria tampan itu memperebutkannya. Pasti asik sekali.
Apalagi jika Mei bisa mendapatkan keduanya sekaligus. Indahnya kehidupan ini....
"Perempuan bisa tidak ya punya dua suami?" gumam Mei.
"Mei?" seru Cavero mengejutkan Mei.
"Eh iya, om?" tanya Mei.
"Apakah yang kamu pikirkan?" tanya Cavero.
"Tidak ada, om!" jawab Mei dengan yakin.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau kakakmu itu dosenku, kalau aku tahu pasti aku mendaftar jadi pacar pura-puranya Pak Zain saja!" bisik Mei pada Zack.
"Jangan banyak bicara! Awas saja kalau kamu mengacaukan makan malam ini!" balas Zack dengan berbisik juga.
Entah kenapa Zack merasa tidak suka saat Mei lebih memilih untuk menjadi pacar Zain daripada menjadi pacarnya. Walaupun cuma pacar pura-pura tapi tetap saja Zack tidak suka.
"Zain, ini gadis yang papa bicarakan di telepon tadi! Namanya Dea!" seru Cavero.
"Dea," Dea mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Zain.
"Zain," Zain menyambut jabatan tangannya.
"Cantik kan? Jadi cepatlah menikah ya!" seloroh Zack.
"Kau saja yang menikah dulu, dia pacarmu kan? Cantik juga!" seru Zain.
Astaga! Zain mengatakan Mei cantik! Kedua pipi Mei memerah karena tersipu malu.
"Kau dulu! Kau yang lebih tua!" seru Zack.
"Sudah jangan berdebat! Lebih baik kita makan saja!" seru Mei yang langsung mendapat tatapan dari semua orang.
Mereka akhirnya menyantap makan malam mereka. Sesekali mereka tertawa karena candaan Zack dan Zain. Mei senyum sendiri menatap Zack dan Zain. Hari ini adalah hari yang membuatnya sangat senang.
"Kamu antar Mei pulang saja, nak! Sudah malam, kasihan Mei! Lagipula besok dia harus pergi ke kampus kan?" ucap Emmy saat mereka selesai makan malam.
"Siap, ma!" jawab Zack.
Zack dan Mei pun berjalan dengan santai keluar dari mansion Cavero. Zack membukakan pintu untuk Mei. Cavero dan Emmy mengantar keduanya sampai di depan pintu utama. Emmy bergelayutan di lengan suaminya karena melihat pasangan itu terlihat sangat manis dan serasi. Sementara Zain, ia menatap Zack dan Mei tanpa ekspresi. Tidak ada yang tahu apa yang sedang Zain pikirkan tentang mereka.
Plok,
Zack dan Mei bertos di dalam mobil. Akhirnya mereka keluar dari mansion papa Zack itu.
"By the way, thanks ya!" ucap Zack.
"Cuma terima kasih aja nih?" Mei mengangkat salah satu alisnya.
"Ohh, aku tahu!" Zack membelokkan mobilnya ke salah satu restoran.
"Peka juga ya ternyata!" Mei terkekeh.
"Iya lah! Perut gentongmu itu mana puas makan sedikit seperti tadi!" Zack meledek.
"Biarin, wleekk!" Mei menjulurkan lidahnya.
"Kalau boleh, tambahkan bonus untukku ya!" seru Mei.
"Apa?" tanya Zack.
"Nomor ponsel Zain!" Mei berbisik mau-malu.
"What the hell? Jangan mimpi!" seru Zack dengan kesal.
"Sikapmu ini sudah seperti pacar beneran saja!" Mei meledek.
Zack terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
---‐----------------------------------
Di Paris,
Sinar matahari pagi mulai menyinari daratan Paris. Memaksa setiap orang untuk bangun dan memulai hari mereka. Di sebuah kamar, Reza masih bergumul ria dengan selimut yang tebal. Ia tadi sudah berniat bangun, tapi matanya terasa sangat lengket. Karena teringat dengan suatu hal yang mengganggu pikirannya sejak kemarin, Reza langsung bangun. Ia menyambar ponselnya yang ia geletakkan di nakas semalam.
"Silvi......" keluh Reza.
Tidak ada notifikasi apapun di ponsel Reza. Seharusnya di pagi hari seperti ini ia mendapat pesan penyemangat dari Silvi. Tapi gadis kecilnya itu masih saja tidak aktif. Reza berharap Silvi baik-baik saja di sana.
Reza berjalan gontai menuju jendela kamar. Ia membuka jendela itu, dihirupnya udara pagi yang masih segar. Kedua matanya menatap pemandangan sekitar. Reza lupa, ia menginap di rumah Glen semalam. Pantas saja pemandangan sekitarnya berbeda. Semalam karena gelap, Reza tidak tahu jika ternyata di sekeliling rumah Glen ada banyak lahan kosong. Rumah Glen tidak berada di kawasan yang padat penduduk. Hal ini mempunyai kesan tersendiri untuk Reza.
Perut Reza terasa lapar, ia keluar dari kamar. Menuruni anak tangga menuju meja makan. Nampak Glen sudah rapih dengan setelan jas kebanggaannya.
"Udah rapi aja, Glen!" seru Reza menyapa sang pemilik rumah.
"Bos?" Glen terkejut.
Lantas Glen berdiri dari kursinya dan merapihkan jasnya. Ia tidak ingat jika bosnya itu datang ke rumahnya.
"Bos kenapa ada di rumah saya?" tanya Glen.
"Karena semalam ngantuk, jadi nginep di sini!" jawab Reza santai.
Pelayan Glen sudah hapal dengan Reza. Karena Reza dulu sering menginap di apartemen tuannya, dulu sebelum pindah ke rumah ini. Jadi malam ini pertama kalinya Reza menginap di rumah baru Glen. Pelayan itu menyiapkan segelas susu vanila dan roti panggang lengkap dengan selai coklat kacang.
"Kapan bos datangnya? Kok saya lupa?" Glen menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Coba di ingat-ingat dulu!" seru Reza.
"Saya hanya ingat, bos mengajak saya ke club....." ucap Glen dipotong oleh Reza.
"Nah, benar! Lihatlah!" Reza menunjukkan video yang ia rekam semalam.
Glen membelalakkan kedua matanya. Di video itu dirinya terlihat payah sekali. Nampak dirinya sedang menghitung lampu di jalanan dan meracau tidak jelas.
"Memalukan sekali!" Glen berniat merebut ponsel Reza.
"Eitss....." Reza tidak membiarkan Glen merebut ponselnya.
"Please, bos! Hapus videonya!" pinta Glen.
Glen terus berusaha merebut ponsel Reza. Reza menaikkan tangannya ke atas agar Glen tidak bisa menjangkaunya. Tidak terduga, Reza kehilangan keseimbangan saat Glen merebut.
Gedubrak,
Keduanya terjatuh di lantai yang dingin. Dari dapur, pelayan datang mendekat. Tadi pelayan itu mengambilkan buah untuk bosnya. Saat mendengar aja benda jatuh, ia bergegas mendekat ke sumber suara.
Prang,
Piring yang dibawa pelayan tadi jatuh ke lantai. Buah-buahnya pun menggelinding tidak tentu arah. Pelayan wanita setengah tua itu terkejut, sangat terkejut. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Yang ia lihat sekarang, Reza dan Glen sedang saling menindih di lantai. Pelayan itu tidak habis pikir, kedua pria tampan itu ternyata sedekat ini. Kedua tangannya gemetar. Ia membereskan pecahan piring yang jatuh beserta buahnya dengan cepat. Lalu berbalik ke dapur. Saat baru dua langkah ia pergi, ia menengok lagi ke arah Reza dan Glen. Pelayan itu menunjukkan ekspresi jijik pada keduanya, baru kemudian pergi ke dapur. Reza dan Glen saling menatap, seketika keduanya langsung berdiri.
"Bos tidak apa-apa?" Glen merapihkan jas yang dikenakan Reza.
"Jangan pegang-pegang!" Reza menampik tangan Glen.
Pelayan tadi masih mengintip di balik dinding. Ia bergidik ngeri, benar-benar tidak menyangka kedua pria tampan itu sepertinya mempunyai hubungan istimewa. Sudahlah..lebih baik ia pura-pura tidak tahu apapun daripada nanti dipecat.
"Apakah bos sudah membaca email dari saya?" tanya Glen.
"Nanti saja, aku masih pusing memikirkan Silvi!" jawab Reza.
........................
Maaf kalau garing wkwk,
Jangan lupa like, vote, dan tinggalkan komentar sesuka kalian ya!Love you All!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Stmdua🍻
ngocok perut kalo udah ketemu reza sama anak buahnya
2021-09-19
0
V
cie Zack cemburu nih
2021-08-06
0
Setia Budy
semoga bubar reza ma silvi, aamiin
2021-08-05
0