Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga semuanya sehat selalu ya!
.............
Hari berikutnya,
Reza menatap ponselnya, Silvi masih tidak aktif sampai sekarang. Padahal di jam sore seperti ini, biasanya Silvi menelponnya. Silvi tidak akan marah dalam waktu yang lama, Reza semakin cemas. Atau mungkin terjadi sesuatu dengan Silvi? Reza menekan tombol intercom di mejanya, beberapa saat kemudian Glen masuk ke ruangannya.
"Ada yang bisa saya bantu, bos?" tanya Glen.
"Katamu Silvi akan menelponku hari ini, lihat nih dia masih tidak aktif!" seru Reza sambil menunjukkan ponselnya.
"Saya kan tidak tahu, bos!" jawab Glen.
"Arrghh..." Reza merasa kesal.
Kalau sudah seperti ini ia tidak bisa fokus lagi. Ia membuka laci mejanya. Glen yang melihat tindakan Reza langsung memegang tangan Reza dengan kuat.
"Bos jangan bos!" seru Glen.
"Lepas!" Reza menggibaskan tangan Glen.
"Bos jangan! Nyebut bos, ingat bos anak sematawayang, kalau bos mati nanti siapa yang mewarisi semua ini! Nggak mungkin saya kan, kecuali kalau bos mau menjadikan saya adik angkat!" ucap Glen.
"Cih... Asal kau tahu, aku mau mengambil kunci mobil!" jawab Reza.
"Ohh..." Glen terlihat kecewa.
"Rupanya bos sudah minum obat tadi, jadi emosinya tidak meledak-ledak!" gumam Glen.
"Ayoo!" seru Reza.
"Kemana bos?" tanya Glen.
"Menghilangkan stress!" jawab Reza.
Mau Glen tertarik atau tidak, ia harus mengikuti Reza. Zela, maminya Reza selalu menyuruh Glen untuk menjaga Reza. Saat mereka tiba di parkiran, Glen menghentikan langkahnya.
"Bos..." ucap Glen.
"Apa?" sahut Reza.
"Biar saya saja yang menyetir," Glen berniat mengambil kunci dari tangan Reza.
"Kau mau ikut atau tidak?" seru Reza.
"Iya, bos! Ikut!" Glen langsung masuk ke mobil.
Jika diluaran sana, bawahan yang menjadi sopir lain hal nya dengan Reza. Seperti sekarang, jika Reza tidak mengizinkan maka Glen hanya bisa duduk di kursi samping Reza yang mengemudi. Mobil Reza melesat meninggalkan kantornya. Glen sedikit terkejut, Reza mengarahkan mobilnya memasuki sebuah club. Di club itu hanya ada sebuah mobil yang terparkir dihalamannya.
"Lama tidak kesini kok jadi sepi clubnya?" ucap Reza saat turun dari mobil.
"Wajar kalau sepi bos, masih sore!" Glen terkekeh.
"Emangnya club bukanya hanya malam?" sahut Reza.
"Saya tidak tahu, bos!" jawab Glen.
Reza masuk ke dalam club, diikuti oleh Glen. Reza terlihat sudah biasa pergi ke tempat seperti itu, karena dulu itulah dunianya. Saat mereka berdua masuk, ada dua orang wanita yang menghampiri mereka. Bergelayutan manja di lengan keduanya. Glen yang baru pertama kali masuk club merasa senang ada wanita cantik dn sexy bergelayutan di lengannya.
"Bos, saya kesana ya!" ucap Glen.
Glen membawa wanita itu untuk duduk di kursi yang agak pojok. Terlihat tiga orang bartender masih mengelap meja. Rupanya benar, club itu baru buka. Sementara Reza, ia dengan gayanya yang cool duduk di kursi yang jaraknya agak jauh dari Glen. Reza memesan minuman favoritnya, ia juga memesankan minuman serupa untuk Glen.
Langit mulai gelap, satu per satu pengunjung club berdatangan. Entah sudah berapa gelas Reza minum. Tapi Reza masih terlihat biasa saja. Dari kejauhan Reza terkekeh melihat tingkah Glen. Wajah Glen sudah terlihat merah, padahal baru tiga gelas yang Glen minum. Wanita di sebelah Glen sepertinya mulai menggoda. Begitu juga wanita yang menemani Reza minum. Reza bangkit dari kursinya, menghindari godaan dari wanita itu. Lalu Reza memapah Glen membawanya keluar club.
"Orang lain baru datang, kau malah sudah tepar begini!" keluh Reza.
"Hai sexy!" Glen menyapa seorang pengunjung club.
Wanita itu tersenyum, tapi tidak menanggapi. Glen yang tidak sadar karena pengaruh alkohol terus meracau.
"Sexy tapi sombong! Dia belum tahu, aku jagoan!" seru Glen.
Glen mabuk berat, Reza sampai harus membantu dia memakai seat belt. Tentu ia juga harus mengantarkan Glen pulang ke rumahnya.
Sepanjang perjalanan ke rumah Glen, Glen tidak berhenti meracau.
"Bos saya melihat bintang di atas kepalaku, apakah bos membawa saya ke luar angkasa?" Glen meracau.
"Iya, aku akan membawamu ke pluto!" Reza terkekeh.
"Oh begitu! Tapi bos, apakah mobil bos punya sayap?" tanya Glen.
"Tidak perlu sayap, roket saja terbang tanpa sayap!" jawab Reza.
"Iya ya bos... Tapi menurut saya lebih enakan dada sih..." jawaban Glen terdengar tidak nyambung.
"Tidurlah, nanti kalau sudah sampai pluto aku bangunkan!" ucap Reza.
"Tidak, bos! Bos saja yang tidur!" ucap Glen membuat Reza terkekeh.
Glen menatap ke jendela di sampingnya. Ternyata ia menghitung lampu di jalan. Reza merekam kejadian itu dengan ponselnya. Jika ia tunjukkan rekaman ini pada Glen besok, pasti akan seru.
"Lampunya habis," ucap Glen saat mobil Reza berhenti di depan rumah Glen.
"Sudah sampai," sahut Reza.
Reza memapah Glen untuk memasuki rumahnya. Security yang berjaga di depan menawarkan bantuan, tapi Reza menolak. Reza melihat rumah Glen sejak di luar tadi. Rumah itu mempunyai dua lantai, desainnya minimalis. Terlihat sangat elegan.
"Ini rumah yang kau bilang mencicil itu?" tanya Reza.
"Bukan, rumah ini sudah lunas. Saya mencicil rumah baru di pluto bos!" jawab Glen melantur.
"Percuma jika aku bertanya denganmu sekarang," Reza mendumel.
Reza mengantarkan Glen sampai di kamarnya, bahkan merebahkan tubuh Glen di ranjang. Lantas Reza berkeliling rumah Glen sebentar. Ia memutuskan untuk menginap saja, suasana hatinya sedang buruk hari ini. Ia mengirim pesan singkat pada mamanya. Tidak lupa ia mengecek Silvi, ternyata masih belum aktif. Reza merebahkan tubuhnya di ranjang dalam kamar yang ia pilih. Reza menatap langit-langit kamar. Sepertinya ia juga ingin model rumah seperti ini untuk masa depannya kelak.
--------------------------------
Mei bersenandung ria saat keluar lift. Ia baru pulang dari mansion Dave. Sebenarnya kuliahnya selesai siang tadi, tapi karena keimutan Davin, Mei memutuskan untuk bermain dengan Davin sampai sore. Ditambah lagi Desmon sudah tidak menangis lagi jika ia gendong. Tidak terasa hari sudah malam dan ia harus pulang.
Saat Mei melewati depan unit apartemen Zack, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Dengan cepat Mei menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapapun. Apartemennya masih ada di ujung, nyali Mei menciut. Mei berjalan cepat menuju apartemennya. Ia memasukkan kode keamanan apartemennya dengan tegesa-gesa. Tapi baru saja ia akan menarik handle pintu, tiba-tiba ada dua buah tangan yang memegang masing-masing pundaknya.
"Pait pait pait pait....." ucap Mei.
Setelah mengucapkan kata itu tangan itu menyingkir dari pundak Mei. Mei pun merasa lega. Ia ingin memastikan lagi. Mei bersiap untuk berbalik badan.
"Baaaa!" seru seeorang tepat saat Mei membalikkan badannya.
Bug,
Mei reflek menendang orang itu.
"Arrgghhh!" orang itu mengerang kesakitan.
"Zack?" seru Mei.
Mendengar jeritan orang itu, Mei merasa itu Zack. Mei lantas membuka matanya, ternyata benar itu Zack. Zack tengah memegangi bagian selangkangannya. Tendangan Mei tadi mengenai asetnya ternyata. Mei merasa kesal sekaligus merasa bersalah.
"Ternyata kamu yang menakut-nakutiku?" seru Mei.
"Iya," jawab Zack, ia masih menahan rasa sakit.
"Sakit ya? Rasakan, makanya jangan ngerjain orang!" seru Mei.
"Ini beneran sakit," lirih Zack.
"Sakit banget?" tanya Mei.
"Iya, banget banget!" jawab Zack.
"Maaf deh kalau gitu..." ucap Mei.
Mei merasa bersalah. Memang Zack salah karena menyakitinya, tapi ia juga salah karena sudah menendang Zack. Mei melangkah mendekati Zack. Sekarang Mei berjongkok, tepat dihadapan Zack. Tangan Mei berusaha menggapai tangan Zack yang menutupi asetnya. Reflek Zack langsung menjauh.
"Mau apa kamu?" pekik Zack.
"Aku merasa bersalah, itu pasti sangat sakit. Jadi aku berniat membantu," jawab Mei dengan polosnya.
"Cewek gila!" teriak Zack.
Mei terdiam, mencerna ucapan Zack. Kemudian ia sadar. Ia langsung berdiri dan menjauh dari Zack. Astaga, kini kedua pipinya bahkan sudah merah. Mei malu sekali sekarang. Mei pun berlari meninggalkan Zack. Ingin rasanya ia bersembunyi di lubang semut sekarang. Tapi tangannya dicekal oleh Zack dengan kuat. Mei tidak bisa pergi dari sana.
"Mau kemana? Ayo ikut aku!" ucap Zack.
"Tapi..." Jawaban Mei terpotong karena tangannya sudah ditarik oleh Zack.
Zack membawa Mei keluar dari gedung apartemen itu. Mei ingin menolak, ia merasa sangat malu sekarang. Tapi genggaman tangan Zack sangat kuat, mau tidak mau ia mengikuti kemana Zack melangkah. Mei masuk ke dalam mobil saat Zack membukakan pintu mobil untuknya. Entahlah kemana Zack akan membawanya. Sepanjang perjalanan Mei hanya menunduk, ia masih malu karena kejadian tadi.
...........................
Jangan lupa like, vote, dan tinggalkan komentar sesuka kalian ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Parti Barokah
Alhamdulillah...mei msh punya malu tor 😀😀😀
2022-01-23
1
Rafiah Taufik
Glen bikin hariku jd lebih baik😂😂
2021-10-28
0
Stmdua🍻
Atasan sama karyawan sama sama kocak 😂
2021-09-19
0