Perlahan ia melepaskan tautan bibir kami, lalu tersenyum penuh arti. Kemudian wajahnya bergerak turun menyusuri dadaku yang berbulu halus dan mengecupinya bertubi-tubi. Memainkan lidahnya dengan kelihaian tingkat dewi yang entah aku pun tidak tahu, bagaimana ia bisa mengetahui teknik-teknik baru seperti ini.
Ah, aku sudah tidak peduli. Isi kepalaku saat ini sudah tidak bisa dikontrol lagi. Bahkan aku juga sudah melupakan bahwa kami berdua sedang berada di ruang tamu dengan keadaan daun pintu yang masih tersibak lebar.
Eh, tunggu.
Aku baru menyadarinya. Sontak kurangkum wajah istriku dengan lembut, lalu mengecup bibirnya sekilas. Ia tampak sedikit bingung karena tubuhku mulai bergerak menjauh menuju pintu keluar. Namun, sepersekian detik kemudian, ekspresi wajahnya kembali sumringah setelah melihat aku kembali padanya seusai menutup pintu.
"Sebaiknya kita naik ke kamar, di sini terlalu terbuka," saranku yang kemudian diangguki patuh olehnya. Kubalas anggukannya itu dengan senyuman penuh bahagia.
Lalu, dengan sekali hentakan kurengkuh tubuh super seksinya itu ke dalam gendongan. Melangkahkan kaki satu persatu meniti anak tangga seraya menyusuri ruas lehernya yang nampak begitu menggiurkan dengan kecupan-kecupan basah. Suara lenguhan halus namun begitu pas tak berlebihan, membuat juniorku semakin meraung-raung menuntut pembebasan.
Ah, aku rasa, ukurannya semakin meninggi saja, apalagi aku sedang mengenakan celana jeans pendek. Jadi, sudah barang tentu juniorku merasa tersiksa.
Ketika langkah terakhirku memijaki lantai dua, Vida tampak memandangi wajahku dengan seksama. Membelai pipiku dengan penuh cinta, lalu menyatukan bibirnya dengan bibirku sekali lagi yang sudah sama-sama basah karena pertukaran saliva.
Oh, Tuhaaan!
Rasanya sungguh indah ketika menatap wajahnya yang bermandikan gairah seperti itu. Seolah ia sengaja melakukannya agar aku ikut terpacu oleh sihir romantisnya. Sumpah, rasanya seperti menghisap madu pada putik bunga yang sedang mekar di pagi hari. Dimana rasanya begitu manis dan menyegarkan bagi diri ini.
Tak ingin kalah dengan perlakuannya, kutarik perlahan wajahku, lalu melepas tubuhnya dari gendonganku. Kami berdua masih berada di luar kamar, belum sempat melangkah maju. Vida tampak berkerut dahi. Mungkin sedang bertanya-tanya kenapa aku menurunkannya di sini?
Dengan wajah yang dipenuhi oleh senyuman mematikan andalanku, kudekati wajahnya kembali sehingga membuatnya terpesona, lalu tersandar pada pagar besi. Aku tersenyum menang, karena sudah berhasil mencetak skor yang sama.
Dengan gerakan pasti, kukurung tubuhnya dengan memaku kedua tanganku pada bulatan besi yang sama. Dimana posisi seperti ini membuatnya tidak bisa melarikan diri dariku yang saat ini sudah terbakar api gairah.
Dia tampak tersenyum malu dan menundukkan pandangannya. Membuatku semakin tak tahan untuk tidak kembali merenggut bibir kenyal, mungil, dan berwarna merah jambu miliknya.
"Aku sangat merindukanmu," tuturku dengan napas berat di dekat telinganya. Ia yang mungkin terkejut mendengar perkataanku, lantas mendongakkan wajahnya. Tinggi badannya yang hanya sebahuku, membuat posisi kami terlihat begitu romantis jika dilihat dari samping. Aku yang menatapnya kebawah, sementara ia mendongakkan wajahnya membalas tatapanku.
Sempurna.
Perlahan kusentuh dagu runcingnya, lalu mendekati wajahnya dan mencium pipi kanannya. Ia tampak memejamkan mata, sehingga membuatku semakin gemas melihat responnya. Sekali lagi kupindahkan kecupanku pada pipi sebelahnya, mengecup keningnya, kemudian hidungnya, lalu berakhir di bibirnya.
Tanpa melakukan kecapan sama sekali, kecupan itu kuakhiri setelah merasakan bahwa ada rasa asin yang tersentuh lidahku. Kutarik wajahku sejenak sekedar untuk memastikan, benda apakah yang masuk ke dalam mulutku. Namun, sejurus kemudian, baru kusadari bahwa yang mengalir memasuki rongga mulutku itu adalah air mata istriku.
Aku yang tiba-tiba merasa gamang, lantas merangkum wajahnya ke dalam genggamanku. "Sayang, kenapa kamu menangis?"
Sejenak ia masih bergeming tanpa merespon pertanyaanku. Kucuran air mata itu terus membasahi pipinya dalam diam. Gegas kudekati kembali wajahnya dengan netra yang berkaca-kaca. Menunggunya untuk menjawab pertanyaanku.
"Aku juga sangat merindukan kamu, Sayang. Aku gak bisa hidup berjauhan sama kamu."
DEG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Najwa Aini
Benarkah..Vida menangis karena rindu?
2022-06-07
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
rasanya asin ya mmg Ibr? 😂
2021-12-17
0
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Hadeuuuwwwhhh...
Otak gua pagi2..
2021-10-22
0