"PULANG SEKARANG!"
Bentakan itu mampu membuat siapa saja yang berada di tempat itu menghentikan aktivitasnya dan semua mata melihat ke objek yang sama.
Tidak ada satupun crew yang bertanya pada Indy, siapa sosok yang ada di depan pintu itu. Yang dengan keras membentaknya di hadapan banyak orang.
Inu mendekati Indy yang tak mampu lagi bergerak atau berucap apapun. Dia tahu, abangnya tengah tersulut emosi. Inu sangat kecewa padanya.
Pergelangan tangannya di cengkeram dengan sangat kuat. Langkah Inu yang cepat dan lebar membuatnya terseret-seret, membelah kerumunan banyak orang yang menatapnya dengan bingung.
"Bang, Indy bisa jelasin. Tolong dengerin Indy dulu," mohon gadis itu dengan iba.
Inu tak peduli dengan suara adiknya yang terus meronta meminta iba. Cowok itu sudah tidak bisa memberi toleransi untuk Indy.
"Lepas, Bang. Sakit," rontanya sekali lagi.
Hingga sebuah pintu mobil berhasil dibuka dan dia di paksa masuk ke dalamnya. Indy masih sempat mengingat sepeda motor yang di bawanya tadi pagi untuk berangkat ke kampus itu.
"Indy naik motor aja. Indy bawa motor, Bang."
Pintu mobil telah terkunci dan kendaraan yang mereka tumpangi mulai melaju meninggalkan area parkir.
Indy tidak lagi meronta meminta belas kasihan, berharap sedikit saja Inu masih mau mendengar penjelasannya. Tapi, dia sudah tidak sanggup lagi untuk bicara. Raut wajah cowok itu yang biasanya nampak tenang, kini berubah menjadi sangat serius dan menyeramkan.
Gadis itu terisak dalam keheningan. Inu pun masih tidak peduli, dia hanya fokus membelah jalanan untuk bisa cepat sampai di rumah.
Buliran air mata yang hangat mengaliri pipi cubby Indy. Tetesannya mulai jatuh membuat tanda bulatan kecil di atas kain celana jeans yang sedang dia kenakan.
Isaknya tak henti-henti bahkan mengantarkannya hingga sampai di halaman rumah. Dengan kasar Inu membukakan pintu mobil untuk Indy yang tidak kunjung mau turun.
Inu kembali menyeret adiknya itu dengan penuh amarah yang membara. Dilemparnya Indy ke lantai saat keduanya memasuki rumah. Gadis itu jatuh terjerembab. Dia sempat menatap mata Inu untuk terakhir kali meminta belas kasihan.
Namun, cowok itu tetap tidak mau menolongnya. Semua anggota keluarga yang ada di dalam rumah, keluar menuju tempat dimana gadis itu meringkuk menggulung kakinya hingga bisa ia peluk.
"Ada apa, Nu?" tanya Bima khawatir.
"Ada kejutan buat Bapak dari anak perempuan kebangaan Bapak ini," ujar Inu.
"Ada apa, Ndy?" tanya Bima beralih pada anak gadisnya yang duduk meringkuk di lantai.
"Maafin Indy, Bang. Indy ngaku salah," akunya dengan suara bergetar.
"Wah kamu salah orang. Harusnya kamu ngomong sama Bapak, bukan sama Abang."
"Inu, Indy, sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa Indy menangis, dan kenapa Inu marah sama Indy?"
Untuk beberapa saat, suasana kembali hening dan hanya ada isakan kecil yang terdengar. Bima masih dengan sabar menunggu jawaban dari dua anaknya yang sedang berseteru.
Dengan sedikit kesabaran yang masih tersisa, Inu mencoba kembali memancing Indy untuk mau bicara jujur. Dan menjelaskan apa yang telah terjadi hingga Inu tidak bisa menahan kemarahannya.
"Kenapa diam? Mau aku saja yang ngomong sama Bapak?" ancam cowok itu terang-terangan.
"Enggak. Indy yang akan ngomong."
"Ya sudah, cepat! Jangan mengulur banyak waktu," bentakan kembali terdengar dari mulut Inu.
"Bapak, Indy minta maaf. Sudah berbohong," katanya dengan penuh penyesalan.
"Berbohong apa? Coba kamu ngomong yang jelas, Ndy. Biar Bapak ndak bingung," pinta Bima.
"Indy …."
"Ikut balap racing. Event itu di adakan di kampus Inu," potong Inu karena Indy nampak tak sanggup mengatakannya.
"Balap racing?! Lo udah gila ya, Ndy. Mau bahayain diri lo sendiri. Bang Raka nggak nyangka, kamu senakal ini," timpal Raka terkejut saat mendengar ucapan Inu.
Bima yang hanya diam saja membuat Indy kembali berlinangan air mata. Gadis itu bahkan dengan mengesot berusaha meraih kaki bapaknya.
"Demi Tuhan, Indy menyesal. Indy janji sama Bapak, Indy nggak akan ikut balap lagi."
Sebuah janji yang berat untuk terucap dari mulut gadis itu, mencuat dengan sendirinya karena tidak ada satupun yang mendukungnya.
Bima masih berdiri dan tidak peduli dengan pelukan erat di kakinya. Tidak ada kata yang terucap satupun dari mulut laki-laki itu. Dia tengah berfikir, pantaskah dia menghukum anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Audrey_16
like.... like... like... 💜❤️💜❤️💜
2021-04-14
0
Little Peony
Semangat selalu Thor 🌸
2021-03-31
0
anggita
balap racing Indy.,
2021-03-29
0