Sore hari, saat gadis dengan hobi menguncir kuda rambutnya yang panjang sedang duduk menikmati setoples kue nastar sambilan menonton TV kartun kesukaannya, Upin dan Ipin. Tiba-tiba ia di kagetkan dengan kedatangan abangnya, Raka.
Dengan lesu cowok itu duduk tanpa permisi di samping Indy. Cowok itu nampak tak bersemangat. Wajahnya muram, padahal dia adalah seorang yang ceria dan jarang sekali menampakkan kesedihannya.
"Ndy. Nanti malam, lo ada acara nggak?" tanya Raka serius.
"Enggak. Kenapa?"
"Nanti malam temenin gue jalan," lanjutnya kemudian pergi dan masuk kamar.
Ada apakah gerangan yang membuat Raka kehilangan senyuman di bibir merah yang biasanya nampak seksi walau terdiam.
Raka bukanlah cowok yang mudah sedih jika hanya masalah sepele yang menghampirinya. Dia juga tak segan mengusili adik perempuannya sepulang dari kampus meski tubuhnya lelah. Teriakan bahkan tak terelakkan setiap sore di rumah itu, sebab ia akan menjahili adiknya hingga menjerit-jerit meminta tolong karena ulah konyol yang cowok itu lakukan.
Tiba-tiba mencium paksa pipi adiknya dan tidak segera melepaskannya. Bagi Indy itu sangat menjengkelkan, karena pipinya akan berbau ludah Raka.
Atau mengambil paksa toples nastar yang sedang Indy nikmati dan menaruhnya di atas lemari yang tinggi.
Yang paling parah. Raka akan menggelitiki perut adiknya, sampai gadis itu mengompol. Dia adalah kakak yang sangat usil, bukan?
Karena hal-hal semacam itulah Raka dan Indy sering beradu mulut dan saling ejek bak musuh bebuyutan. Mereka tidak seperti adik dan kakak yang saling mengasihi, mereka berdua nampak seperti teman sepermainan.
Jam tujuh malam, Indy mencari Raka ke sana kemari. Dia juga menanyai mamanya yang sedang menata piring di meja makan.
"Mama, lihat Bang Raka, nggak?
"Enggak. Kenapa memangnya, tumben nyariin musuh bebuyutan, mau ngajak damai?" ledek Rini pada putrinya.
"Ish, Mama. Bapak, lihat Bang Raka, nggak?"
Bima baru saja sampai di rumahnya selepas dari bekerja. Tapi, Indy tidak membiarkannya untuk duduk dan beristirahat dulu. Dia justru langsung menyambutnya dengan pertanyaan.
"Tuh, yang lagi duduk di teras, siapa?" ucap Bima di iringi dengan jari menunjuk ke teras rumah.
"Tadi, nggak ada di situ kok," balas Indy kebingungan.
"Mau kemana sama abangmu?" tanya Bima.
"Nggak tahu, Bang Raka."
"Nggak makan dulu? Nanti masuk angin," timpal Rini.
"Kan, mau di traktir sama Bang Raka."
"Ya sudah sana, hati-hati. Pulangnya jangan larut malam," pesan Bima pada anaknya.
"Siap."
Indy berpamitan pada kedua orang tuanya. Lalu menghambur keluar menyambangi abangnya yang duduk sendirian di teras.
Wajahnya masih saja muram meski sudah berganti baju dan nampak lebih handsome dari sebelumnya.
"Bang."
Indy menepuk bahu Raka agar cowok itu bangun dari lamunannya. Alhasil, Raka pun terkejut.
"Ayok. Jadi pergi, kan?" tanya gadis itu.
"Jadi."
Raka melenggang ke arah motornya yang teronggok di halaman rumah. Indy mengikuti langkah abangnya tanpa banyak bertanya.
Indy semakin memahami situasi yang terjadi. Raka memang sepertinya sedang di rundung sebuah masalah.
Di jalan, Indy hanya diam saja. Dia pasrah akan di bawa kemana saja oleh Raka. Lama menyusuri jalanan, laju motor Raka mulai jelas arah dan tujuannya. Indy bahkan bingung saat sampai di tempat itu. Kenapa Raka membawanya ke wisata kuliner.
Cowok itu nampak mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang kertas. Lalu ia sodorkan pada adiknya yang tengah kebingungan berada di tempat favorite-nya.
"Nih, jajan sepuas lo. Gue tunggu di sini. Nggak pake lama," ucap Raka penuh penekanan di tiga kata terakhir.
Gadis itu melesat dengan cepat memburu makanan jajanan sebanyak mungkin. Dua kantung kresek berisi makanan kecil berhasil dibawanya. Langkahnya penuh kepuasan menuju parkiran, dimana Raka sedang menunggunya.
"Udah, Bang," lapornya usai kakinya berdiri di samping motor Raka.
"Buruan, naik."
Mendengar sebuah perintah telah terucap dari mulut Raka yang entah sedang kesambet setan jenis apa, sampai dia rela mengeluarkan banyak uang jajannya untuk mentraktir Indy malam ini. Indy hanya mengangguk dan cepat-cepat naik ke motor cowok itu.
Kali ini laju motor Raka lumayan cepat. Mungkin dia ingin segera sampai di suatu tempat. Benar saja, lima menit saja menerobos jalanan. Raka kembali memarkirkan motornya di tempat yang sangat familiar untuk keduanya. Angkringan.
Sebuah sapaan yang terdengar akrab langsung menyambut Indy dan Raka saat mereka menghampiri gerobak Angkringan.
Suasana yang temaram sebab tak banyak penerangan di sana menciptakan keromantisan bagi siapa saja pasangan yang datang.
Dua buah lampu semprong tergantung di kanan dan kiri gerobak Angkringan. Sebenarnya tidak hanya ada dua lampu semprong yang menjadi penerang. Di setiap tikar yang tergelar, ada sebuah lilin yang menyala untuk membantu penerangan.
Raka berjalan lebih dulu menuju tempat yang biasa ia dan Indy tempati jika ke Angkringan. Padahal biasanya mereka berdua akan memesan minuman lebih dulu, juga memilih makanan kecil sebagai teman duduk mereka.
Indy menyusul abangnya yang sudah duduk di sebuah tikar yang tergelar di bawah pohon rindang, setelah dia memesan beberapa makanan khas Angkringan seperti sate jeroan dan tak lupa dua gelas wedang jahe untuk menghangatkan tubuh mereka.
Gadis itu sudah tidak tahan lagi dengan sikap diam abangnya. Sembari menunggu pesanannya datang, Indy membuka obrolan dengan melontarkan sebuah pertanyaan.
"Lo, lagi ada masalah?" ucap Indy ragu, dia takut pertanyaannya akan menyinggung perasaan abangnya itu.
"Dari mana lo tahu, kalau gue lagi ada masalah?"
"Lo nggak bisa bohongin gue. Muka lo yang kelihatan kecut kayak asam jawa, udah bisa ngasih jawaban."
Raka tidak menjawab lagi ucapan adiknya. Dia tidak menyangka adiknya yang masih berusia enam belas tahun itu bisa memahami kondisinya hanya dengan melihat raut wajahnya saja.
"Emang, lo ada masalah apa sih. Serius banget tuh masalah, sampai lo nggak bisa senyum?"
Lagi-lagi Raka hanya diam. Cowok itu nampak sedang berpikir. Dalam hatinya, ia ragu untuk menceritakannya pada Indy. Dan setelah berapa lama keduanya saling terdiam, Raka akhirnya membuka suara.
"Gue di putusin. Sama cewek yang udah gue pacarin sejak SMA."
Deg! Jantung Indy seketika terhenti. Ucapan Raka membuatnya teringat pada hubungannya dan Angga yang baru seumur jagung.
"Lo, pacaran?" tanya gadis itu berusaha mengatur detak jantungnya.
"Iya. Gue backstreet selama empat tahun dari Bapak dan Mama," jelas Raka.
"Selama itu, dan nggak ketahuan Bapak?"
"Iya."
"Kenapa lo sampai bisa di putusin? Kan, kalian udah lama pacaran."
"Cewek gue minta main ke rumah. Gue nggak bisa bawa dia ke rumah sekarang. Lo tahu kan apa alasannya? Dan cewek gue nggak mau ngerti itu. Gue malah di bilang nggak serius sama dia."
Raka menceritakan itu dengan mata berkaca-kaca. Dia mengingat wajah pacarnya yang sangat disayanginya. Terlebih mereka sudah cukup lama menjalin hubungan itu.
Indy mengusap punggung Raka lembut. Gadis itu bahkan menghapus air mata yang muncul di sudut mata abangnya. Indy bisa merasakan kepedihan di hati cowok itu.
"Lo nggak pacaran kan, Ndy?" tanya Raka setelah sebuah pelukan terlepas tepat saat pesanan datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Mawar Berduri💕
aku juga hadir ya ka
semangat 🤗
aku selalu mendukungmu 😘
2021-04-26
0
Little Peony
Lanjut Thor 🌸
2021-03-31
0
Audrey_16
like 💜💜
2021-03-28
0