Langkah Rio tiba-tiba berhenti tanpa sepengetahuan Indy. Gadis itu tetap berjalan saja karena ia tidak tahu Rio tengah mengedarkan pandangannya ke sebuah toko jam tangan.
Rio yang sadar Indy tetap berjalan dan semakin meninggalkannya, segera dia menyusul Indy dengan sedikit berlari.
"Ndy."
Sebuah tangan hangat tiba-tiba meraih pergelangan tangannya yang sontak membuatnya kaget. Indy langsung berbalik badan dan melepas tangan Rio dengan kasar.
"Jangan pegang gue!" ucap Indy.
"Sorry, gue nggak bermaksud kurang ajar sama lo. Gue udah tau mau beli kado apa. Jadi, gue berhenti sebentar di sana. Tapi, lo tetep jalan aja," jelas Rio karena wajah Indy meminta penjelasannya.
"Hmm, ya udah gue maafin."
"Mau ikut gue sebentar? Temenin gue milih jam," pinta Rio tak ragu.
Dengan malas Indy mengiyakan ajakan Rio. Kini gantian Indy yang mengekori langkah Rio yang kembali berjalan ke toko jam tangan.
"Lo suka jam tangan, nggak?" tanya Rio.
"Suka."
"Suka yang simple aja sih, enggak yang cewek banget juga."
"Kalo gitu gue nggak jadi mau minta pendapat lo buat milihin jam tangan."
"Ya udah lo pilih sendiri aja. Gue jalan lagi."
"Eh enggak, maksud gue lo tetep disini dulu. Nggak papa kan nemenin gue milih jam tangan?"
"Terserah lo aja lah."
Rio terlihat serius memilih jam tangan yang modelnya simple tapi ada unsur feminin dan elegan. Dari penerawangan Indy, sepertinya Rio mau membeli jam tangan buat someone-nya, udah pasti cewek. Karena yang cowok itu lihat-lihat, bagian jam tangan cewek.
Meskipun begitu, Indy tidak berani mengajukan pertanyaan apapun pada Rio. Mereka baru saja bertemu dan berkenalan. Tidak seharusnya Indy mengulik kehidupan Rio.
Sedikit bosan Indy menunggu Rio yang sedang memilih jam yang akan di belinya. Indy memutuskan keluar dari toko dengan izin Rio untuk menghindari kesalahpahaman yang kedua kali.
Indy berdiri di depan toko seperti manekin. Kedua tangannya ia lipat bak satpam penjaga toko. Di liriknya Rio yang ternyata baru saja keluar dari tempat itu.
"Yang ini buat lo, semoga lo suka sama pilihan gue."
"Eh, nggak usah repot-repot, gue udah punya banyak jam tangan kok. Lo balikin lagi aja mumpung masih di sini."
Tidak menyangka sedikitpun dalam benaknya. Rio juga membelikan sebuah kado untuknya. Sungguh Indy sangat tak enak hati dengan perlakuan Rio kepadanya. Mengingat Indy sempat berkata dengan keras pada Rio tadi.
Indy berusaha keras menolak hadiah itu. Tapi Rio juga sangat memaksa Indy untuk menerima hadiah darinya. Karena tidak mau membuat keributan di tempat umum, akhirnya Indy menerima hadiah itu.
"Thankyou."
"Sama-sama. Masih mau keliling Mall?"
"Gue si iya, lo mau balik ke Bapak? Nggak papa kok gue bisa sendirian."
"Gue balik ke Bapak mau ngapain? Obrolan mereka aja nggak ada yang gue ngerti. Mending keliling Mall aja lah."
"Ya udah."
Mereka berdua kembali menyusuri Mall. Melihat keramaian Mall yang banyak di padati pengunjung. Apalagi di hari libur seperti sekarang. Pengunjung akan naik dua kali lipat dari hari biasanya.
"Ndy, kamu sekolah dimana?" Rio membuka obrolan lagi.
"Di SMA BANGSA."
"Oh.. Ambil jurusan IPA atau IPS?"
"IPA."
"Gue juga IPA. Dulu gue juga pengen banget sekolah di SMA BANGSA, tapi Bapak gue minta buat gue nerusin di sini aja."
"Oh."
"Lo mau ice cream?"
"Gue nggak suka ice cream."
"Aneh, biasanya cewek suka banget ice cream."
"Nggak semua cewek juga lah."
"That's right."
Rio kembali diam dan masih berjalan mengikuti Indy. Tiba-tiba rasa haus menyerbu tenggorokan Indy. Kebetulan ada outlet thaitea dekat dari jarak mereka berdua berjalan. Indy membelokkan arah menuju outlet thaitea tanpa memberi aba-aba pada Rio.
"Jadi lo haus Ndy? Kenapa nggak ngomong?" ucap Rio saat Indy serius membaca menu yang jelas terpampang di depan outlet.
"Hmmm, lo mau nggak? pesen aja. Gue yang bayar. Itung-itung ganti jasa lo yang udah beliin gue jam tangan."
"Boleh. Samain aja kayak yang lo pesen."
"Oke."
Tidak membuang banyak waktu. Dua thaitea sudah mendarat di tangan Indy. Ia membayar dua cup thaitea dengan uangnya. Rio pun membiarkan Indy yang membayar minuman itu karena memang Indy mentraktirnya.
Tidak peduli dengan Rio yang mulai kelelahan mengikuti langkahnya. Indy tetap berjalan meski tidak mempunyai tujuan yang jelas. Niatnya hanya berkeliling Mall.
"Lo nggak mau duduk dulu, Ndy?"
"Lo capek? duduk aja. Gue masih pengen jalan."
"Bukan capek, tapi ada yang kurang kalo cuma minum doang. Breadtalk gimana?"
"Terserah lo aja lah."
Cewek itu tetap menjawab semua pertanyaan dengan cuek. Biarpun cuek, ajakan Rio tidak di tolaknya. Indy kembali mengekori Rio menuju breadtalk.
Cowok itu sepertinya sudah sangat faham dengan seluk-beluk Mall itu. Langkahnya selalu tepat dan tidak banyak membuang waktu.
Sudah semestinya Rio paham akan tempat itu. Dia tinggal di kota ini, pasti ia sering mengunjungi Mall.
"Suka coklat nggak?"
Rio sudah memegang nampan berwarna putih dan siap mengambil apapun kue yang Indy mau. Sedangkan Indy sibuk mengingat thaitea miliknya dan Rio yang ia pegang di kedua tangannya.
Jujur saja, Indy sedang was-was karena takut minumannya akan tertukar dengan minuman Rio. Jika dia sampai lupa, maka bencana besar akan menimpanya. Itu sama halnya mereka berciuman secara tidak langsung, karena minum di bekas bibir yang bukan miliknya.
"Gue nggak suka coklat. Tapi nggak papa kok kalo roti gue bisa makan coklatnya." jawab Indy.
"Oke. Gue pilih ini buat, lo?"
"Iya."
"Mana favorite, lo? biar gue ambilin," tanya Rio lagi.
"Nggak ada."
"Serius nggak ada favorite di breadtalk? Jangan kaku karena kita baru pertama kenal, Ndy."
"Nggak kok, emang gue nggak ada favorite beneran."
"Ya udah."
Setelah mengambil beberapa jenis roti, Rio membawa nampan yang berisi roti itu ke kasir lalu membayarnya. Mereka berdua menuju ke sebuah tempat duduk yang dilengkapi meja di dekat pembatas kaca.
Mereka duduk berhadapan. Tentu saja Indy merasa sangat canggung. Saat Indy menyerahkan thaitea milik Rio, ternyata ia benar-benar lupa yang mana cup thaitea milik Rio.
"Ndy. Punya gue yang lo pegang di tangan kiri."
Dengan cepat Indy menarik mundur tangan kanannya yang sudah akan mengulurkan thaitea yang sebenarnya itu miliknya. Dewi fortuna masih mengasihaninya, untung saja Rio mengingatnya.
Pandangan Indy fokus menonton pentas musik yang sedang berlangsung di lantai bawah. Lewat pembatas kaca di sampingnya, semuanya nampak jelas. Hanya Rio yang nampak buram meski berada di hadapannya.
"Lo tau nggak tujuan Bapak kita ketemu?" Rio tiba-tiba membuka suara.
"Ngomongin bisnis."
"Oh, lo cuma tau itu?"
"Iya lah, apalagi?"
"Nggak kok, emang itu yang mereka obrolin."
"By the way, Ndy."
"Apa?"
Indy sempat melirik Rio sebentar. Karena mata Rio terus melihat ke arahnya dan Indy tidak biasa dengan hal seperti itu. Ia mengalihkan lagi matanya ke pentas musik.
"Gue denger lo pinter di sekolah?"
"Lumayan."
"Lumayan gimana? Bukannya lo peringkat satu terus?"
"Tau dari mana lo?"
"Bapak sering kok ceritain soal lo."
"Oh."
"Lo nggak ada kepikiran pengen pindah ke Kota?"
"Gue udah nyaman di kampung, ngapain repot-repot adaptasi lagi di tempat baru?"
"Ya bener si."
"Balik yuk, udah kelamaan nih kita ninggalin Bapak."
"Oke."
Tanpa menunggu Rio yang masih duduk, Indy langsung berjalan dengan cepat dan meninggalkan roti yang masih tersisa juga cup kosong bekas thaitea-nya. Dengan peka Rio membawa sisa roti, juga membuang cup kosong bekas minumannya dan Indy ke tong sampah.
Jika cowok yang saat itu bersamanya bukan Rio. Mungkin Indy tidak akan mendapat perlakuan baik setelah apa yang dia lakukan. Menjawab pertanyaan dengan cuek dan berlaku dingin terhadap orang baru bukanlah tindakan terpuji. Untung saja itu Rio. Cowok yang sopan juga sangat sabar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sis Fauzi
mw dong thaitea nya😀🙏❤️
2021-04-26
0
Mawar Berduri💕
aku hadir bawa like untuk kk ☺️
semangat ya.
mari saling mendukung
di tunggu feedback nya
di HATI YANG TERSAKITI 😘🙏
2021-04-26
0
👑
like + rate ⭐⭐⭐⭐⭐biar semangat 💕
2021-04-26
0