Zia tiba di kelas dengan tangan kosong, membuat temannya bertanya-tanya. "Lah woi, minum lu mana? Terus, pesenan gue juga manaa?" tanya Tania heran.
"Eh tungguu, itu bibir lo kenapa ?" tanya Ica setelah melihat muka Zia dari dekat. Zia menghela nafas kesal, "Gue gak jadi ke kantin, tadi ngeliat anak monyet berantem. Maksud hati gue mau misahin eh malah kena samberr."
"Wehhh, enak aja anak monyet. Gue seganteng ini di bilang anak monyet. Aneh lu." Zia berbalik, ternyata itu Aska yang nongol tiba-tiba. "Kan memang anak monyet. Muka mirip monyet di bilang ganteng, cihhh!"
Aska mendengar perkataannya tapi tidak membalas karena sedang terburu-buru. "Nanti lagi kita berantem ya, gue sibuk." Aska lanjut mengambil barangnya lalu pergi.
"Wowww langkaaa!!" Tania heboh.
"Apaan yang langka?"
"Aska tu jarang begitu. Dia jarang banget ngomong sama cewek. Ngomong sih ngomong, tapi kalau ada hal penting doang yang bener-bener penting. Oh iya, dia ketua osis di sini, jago beladiri, jago segalanya. Pokoknya dia idaman banyak cewekkk."
"Oh."
"Kamprett! Gue udah jelasin panjang kali lebar kali tinggi cuma dibalas oh doang," dumel Ica kesal. Zia nyengir tanpa rasa bersalah. Ia melihat sekitar dan tidak melihat adanya Qiara dan Alya. "Qia sama Aya mana?"
"Rapat OSIS."
Beberapa menit kemudian, ketika sedang asik bercerita banyak hal, pintu kelas mereka diketok. Semua beralih melihat ke arah pintu. "Assalamu'alaikum, kak. Kak Zia di panggil sama pak Asno di suruh ke ruang guru."
"Lahhh, ngapain?"
"Gak tau kak, gue pergi dulu. Makasih, assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Cakk, pak Asno siapa?" tanya Zia pada teman-temannya. "Pak Asno tu guru olahraga. Cepet dah samperin sana, pak Asno gak suka nunggu."
"Oke lah, gue pergi dulu, byee~" Zia pergi sendiri menuju ruang guru, berjalan santai tanpa memperdulikan orang-orang.
Begitu sampai di ruangan bertuliskan nama pak Asno, Zia kebingungan. Ternyata ruangannya kosong, Zia keluar dari sana. Ia melihat ke kanan dan kiri, untungnya ada seorang guru yang lewat. "Permisi pak, saya mau tanya, pak Asno yang mana ya?"
"Ada urusan apa nak sama pak Asno?"
"Ada siswi tadi nyamperin saya, pak, katanya saya di panggil sama pak Asno."
"Saya Asno, kamu Zia?"
"Ooo, ternyata bapak yang nyariin saya. Iya saya Zia, pak. Bapak ada perlu apa sama saya??"
"Kita bicarain di ruangan saya aja."
"Baik, pak."
...—·—...
Pulang sekolah, di dalam mobil. Dirinya sedang terdiam, bengong memikirkan sesuatu. "Woi, Ziaaa!" teriak Zai keras.
"Apaaannn dahh?! Santuy aja kelesss!"
"Salah lu sendiri, di panggilin kagak nyautt! Btw, lu kenapa sih? Ada masalah?" tanya Zai khawatir. "Tadi tu pak Asno manggil gue. Gue di suruh ikut kompetisi olahraga bagian bela diri. Dua hari lagi di sekolah, dan latihannya cuma bisa besok anying."
"Lah teruss kenapaa?? Kan lu jago bela diri, kak."
"Gue tu udah lama gak latihan. Udah banyak kelupaan jurus."
"You can do it, sist!" kata Zai menyemangati. Zia menghela nafas. "I can't, that's impossible."
"Nothing is impossible." Zai menatapnya seolah meremehkan. "Huu, belom nyoba aja udahh nyerah. Kan papa gak pernah ngajarin kita buat jadi orang lemah."
Setelah mendengar perkataan Zai, Zia terdiam. "Udah, jangan mikir yang nggak-nggak. Ayok pulang ajaa," ajak Zai. Ia berpindah ke kursi kemudi dan mulai menyetir.
"Gue bisa gak yaa?"
"Bisa lahh. Pasti bisaa. Lu tu Zia, kakak gue yang cantik dan hebat. Gak perlu meragukan diri sendiri, gue yakin banget lu pasti bisa."
...—·—...
Setibanya di rumah. Zia langsung berganti baju dan pergi ke ruangan olahraga yang ada di rumahnya. Beberapa lama setelah Zia latihan, Zai dan Zean datang menghampiri.
Zia beristirahat sejenak.
"Latihan yang bener lu, kakk."
"Berisik!"
"Wih ngamokk," ledek Zai sambil tertawa. Zean duduk di samping Zia, ia juga memberikan handuk kecil. "Latihan tu jangan pake emosi, dek. Harus tetap tenang, kalau lu emosi tenaganya bakal cepet banget terkuras. Ingat pesan abangg."
"Iya bang, iyaaa. Zia inget kok. Tapi sebenarnya ya, Zia ngerasa ada yang janggal tau," kedua pria itu menatap Zia heran. "Kenapa?" tanya keduanya bersamaan.
"Zii baru pindah, yakali disuruh ikut kompetisi beladiri, emang gak ada orang lain?"
"Oh iya gue inget, kak. Lu tadi siang berantem kan sama cowok setingkat lu? Lu tendang anunya itu?"
"Hohh? Lu tau darimaneee?"
"Temen gue lihat. Lu kan tau kak, gue sekelas sama si micin. Nah, pas temen gue ngasih tau ke gue, gue rasa si micin dengerin. Kemungkinan dia ngelapor ke bokapnya, terus mungkin dia mau balas dendamnya pake cara ini."
"Oalahh, kuasa orang dalam."
"Ini micin siapa dah?" tanya Zean.
"Nabila."
"Nabila siapa, dek?" tanya Zean lagi. "Itu mantannya Zai, bang. Banyak tingkah tu anak, jijik gue lihatnya."
"Oohh, kenapa lu bilang micin?"
"Gue bilang micin karena otaknya rada geser macem kebanyakan makan micin," jawab Zai dengan watados. Abang dan kakaknya yang mendengar lawakan Zai tertawa.
"Kalau emang dia yang jebak gue, dia salah sih. Super-duper salah!" kata Zia kembali ke topik. "Iya dia salah, bocil gue dilawan, besok sewaktu udah mau tempur inget pesan abang, hajar musuhmu dengan tenang paham?!"
"Hahayy, Zia kok dilawan. Oke-oke, bang, Zia bakal ingat pesan abang." Sepersekian detik berikutnya, terdengar suara ketukan pintu. "Nona dan tuan muda sudah di tunggu tuan besar di ruang makan."
"Okee, biii. Bentar lagi kami nyusulll."
^^^Revisi, 2021.^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Alivaaaa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2021-05-15
0
🖤Sindy Lee🖤
Keluarga "Z".???
2021-03-27
2
💚
🙄🙄🙄🙄 Ze Zia Zai
2021-03-11
0