Mantan Nyebelin
Bagian 9 : Ciuman Kedua
Empat hari sudah aku terbaring nelangsa di kamar yang dicat serba putih ini. Rasanya bosan sekali, setiap hari harus minum obat yang rasanya kurang lebih seperti hidupku. Tanpa pacar dan selalu pahit, sebab kekurangan kasih sayang dari dia yang kusayang. Akan tetapi, hati sedikit riang sebab Kak Raka mau janji ke sini entar sore. Yeyyy, dia udah gak marah lagi.
Aku jadi gak sabar menunggu sore, namun sedari pagi Siluman es yang malah menungguiku. Haduh, gimana mau berduan dengan leluasa kalau diawasi dia?
[Line, Kak Raka udah di parkiran RS.] Aku tersenyum senang membaca pesan dari Kak Raka.
[Iya, Kak. Aline di ruang anggrek nomor 1.] Langsung kubalas pesannya.
Aku masih berpikir cara mengusir Siluman es dari ruangan ini.
"Mas, Aline pengen makan sate yang di dekat rumah," ujarku pelan.
"Terus?" Pria tanpa ekspresi itu mendekat padaku.
Aku mengerucutkan bibir lalu berujar, "Pengen dibelikan, kalau mau nolong sih .... "
"Oke." Mas Faiz alias Siluman es batu bergegas keluar dari ruanganku.
Asyik, Siluman es udah pergi. Yes, hatiku langsung bersorak girang. Apalagi kini kepala Kak Raka sudah terlihat dari balik pintu.
Cowok tinggi berkulit putih dengan mata sipit itu melangkah mendekat ke arahku. Ia meletakkan satu buket bunga dan satu kotak kue di atas meja. Aku mengeling senang menangkap kehadiran calon pacar.
"Hay, gimana kabarnya?" tanya Kak Raka sembari duduk di kursi samping tempat tidurku.
"Udah agak baikan, Kak. Mudah-mudahan besok udah boleh pulang," jawabku sambil melemparkan senyum pada cowok yang selalu bikin rindu itu.
"Syukur deh. Maaf, ya, Kak Raka baru datang jenguk sekarang," ujarnya sambil meraih tanganku ke dalam genggamannya.
"Gak apa, Kak." Aku tersenyum malu-malu.
"I miss you, Line."
Aku makin tersipu mendengar ucapan Kak Raka, kedua pipi ini pasti sudah merona dibuatnya. Ya ampun, aku jawab apa ya? I miss you too, atau I love you too. Otak mendadak jadi error.
"Kak Raka ada bawa brownis, mau dimakan sekarang?"
Aku menggeleng dan berkata, "Nanti aja, Kak. Oh iya, kemarin maaf ... gara-gara nolongin Aline, Kak Raka jadi berantem sama .... "
"Ah, gak apa."
"Makasih ya, Kak, udah nolongin dengan mau ngasih napas buatan itu .... " ujarku lagi sambil menggigit bibir dan meliriknya diam-diam.
"Ah, itu ... gak jadi juga," jawabnya sambil menggaruk kepala dan menampakkan deretan gigi putihnya.
"Kalo mau dijadikan sekarang juga ... boleh .... " gumamku sambil memejamkan mata, berharap Kak Raka tak mendengarnya.
Kak Raka masih tertawa dan mengerutkan dahinya menatapku. Aku yakin, wajah ini semakin merona karena ucapan itu. Haduuh, kok aku malah ngungkit masalah napas buatan sih? Apa aku terkesan kayak menginginkannya? Ingin rasanya kutarik kembali kata-kata itu. Isss, gue ****.
Tiba-tiba, Kak Raka membungkukkan tubuhnya ke arahku. Wajah kami semakin dekat, aku bisa merasakan hembusan napasnya. Dengan masih menggenggam tanganku, ia mendekatkan bibirnya kepada bibirku. Astaga, dia menciumku, cukup lama dan berkali-kali, hingga membuatku kesulitan untuk bernapas.
"Agghhh!!!" jeritku tiba-tiba.
"Line, lo kenapa?" tanya Kak Raka dan masih duduk di tempat semula.
Oh, my god. Itu cuma khayalanku aja. Aduh, jadi malu. Aku kok mesum gini sih, rutukku kesal.
"Line, tadi lo melamunin apa? Kok tiba-tiba menjerit gitu?" Kak Raka terlihat khawatir.
"Ah, gak kok, Kak."
"Benaran gak apa-apa? Atau ada yang sakit dan mau Kak Raka panggilin perawat atau dokter?" tanyanya lagi sambil bangkit dari kursi.
"Aline gak kenapa-kenapa, Kak."
"Oh, ya sudah. Lo istirahat saja! Kak Raka pulang, ya."
"Iya, Kak. Terima kasih udah jenguk Aline."
"Cepat sembuh, ya." Cowok bertubuh jangkung itu tersenyum lalu mendekat padaku, kemudian mendaratkan kecupan hangat di dahiku.
Astaga, aku dicium benaran. Aku tersipu dengan kedua pipi memanas.
Kak Raka membalikkan tubuh lalu melangkah menuju pintu. Ia melambaikan tangan kemudian keluar dari ruangan rawatku.
Aku masih tertegun dan memegang dahi bekas kecupan bibirnya. Hemmm, senang banget rasanya. Untung aja masih ada selang infus yang terpasang di tangan ini, kalau nggak ... aku pasti udah jingkrak-jingkrak kesenangan.
Pintu kamarku kembali diketuk. Hem, itu pasti Siluman es batu yang datang. Aku mulai menduga-duga. Akan tetapi, Si Dinosaurus alias mantan nyebelin yang terlihat dari balik pintu. Ia tersenyum miring dan melangkah mendekat pada tempatku berbaring.
"Lo tahu dari mana gue di sini dan mau ngapain?" tanyaku ketus dan menatapnya sinis.
"Emangnya lo pasien corona yang gak boleh dijenguk?" Dia mengerutkan dahi lalu duduk di kursi bekas Kak Raka tadi. Aku hanya bisa menghela napas jengkel dan berharap Siluman es batu cepat kembali.
Allan mengedarkan pandangan ke segala arah, lalu tatapannya terhenti pada kotak brownis dari Kak Raka. Ia langsung meraihnya dan tersenyum senang. Tanpa permisi lagi, ia langsung mengambil sepotong dan melahapnya dengan nikmat.
"Hemmm, enak, Ndut. Gue minta, ya," ucapnya dengan mulut penuh brownis.
Astaga, udah dimakan baru bilang minta. Dasar dinosaurus dari jaman purba!
Aku meringis sebal dan menatapnya makin dongkol. "Jangan dihabisin! Bukannya membawakan buah tangan jenguk orang sakit itu, ini cuma ngabisin brownis istimewa gue."
Allan hanya nyengir dan terus melahap brownisku dengan rakus.
"Laper apa rakus sih?" gerutuku lagi sambil berusaha duduk.
Beberapa saat kemudian, Allan meletakkan kembali kotak brownis ke atas meja.
"Enak, Ndut. Makasih, ya," ucapnya sambil tersenyum sok imut.
"Sini, gue juga mau!" pintaku.
"Upss, lo juga mau, Ndut? Udah gue abisin."
Astaga, brownis rasa cinta dari Kak Raka Si calon pacar habis sudah dilahap Dinosaurus, cowok aneh dan nyebelin dari zaman purba itu. Ingin rasanya menangis sekencang mungkin. Aku saja sayang mau makannya, tapi kini ... hiksss
"Sorry, Ndut. Entar gue ganti deh .... " alibinya masih dengan gaya sok cool.
"Lo tuh gak bisa apa kalau gak bikin gue dongkol?" lirihku kesal.
"Sorry, Ndut. Ya udah, gue balikin nih brownisnya," ujarnya sambil berpindah duduk di ujung tempat tidurku dan dengan cepat mendaratkan bibirnya ke bibirku.
Astaga, apa-apaan ini? Aku menahan napas sejenak sebelum mendorong tubuhnya. Lalu mendaratkan tamparan keras yang membuat selang infus terlepas dari tanganku.
"Gila lo, ya! Seenaknya saja, hiksss .... " tangisku langsung pecah sambil menghapus bekas ciumannya.
"Sorry, gue gak sengaja, Ndut," ujarnya bingung karena suara tangisku yang histeris.
"Apa gue sebegitu murahannya di mata lo, hahh?! Seenaknya saja lo main cium sembarangan," jeritku diisak tangis, hati begitu sakit dengan perlakuan si mantan kurang ajar ini.
"Sorry, Ndut. Lo gak murahan, gue yang kurang ajar!" jawabnya sambil berusaha mendekat padaku.
"Jangan mendekat, pergi!!!" hardikku nyaring sambil melempar bantal kepadanya.
"Oke, gue pergi. Sekali lagi, sorry, Ndut .... "
"Pergi lo! Gue gak akan pernah maafin lo seumur hidup, lo cowok mesum! Gue benci lo!" teriakku lagi sambil menatapnya nanar, dengan wajah banjir air mata.
Allan melangkah menuju pintu dan keluar dari ruanganku. Kuhela napas panjang dan mengelap kedua pipi.
Taklama kemudian, Mas Faiz alias Siluman es batu muncul dari balik pintu. Ia tampak terkejut melihat ruangan rawatku yang berantakan.
"Ada apa ini, Line?" tanyanya sambil memungut bantal dari lantai, lalu meletakan bungkusan di atas meja.
Aku masih merengut dan menggigit bibir, rasa kesal akan kelakuan Allan tadi masih menggerogoti hati.
"Hey, infusnya kenapa dilepas?!" Siluman es mendekat kepadaku dengan raut wajah heran.
"Lepas sendiri," jawabku pelan sambil merebahkan diri.
Mas Faiz keluar dari ruanganku dengan tergesa-gesa, ia pasti akan memanggil perawat dan menyuruh memasang infus ini lagi. Ah, aku tak mau ditusuk jarum itu lagi. Aku bergidik ngeri dan beranjak turun dari tempat tidur, lalu meraih ponsel dan berlari ke kamar mandi.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Efan Zega
allan nyebelin beneran ya?? waktu gendut nolak aline,,,nah sekarang main nyosor aja
2021-03-25
1
Hsyahrul Marosa
dasar
2021-01-17
1
Li Na
next thor😍😍
2020-06-11
2