Mantan Nyebelin
Bagian 8 : Di Rumah Sakit
Mobil hitam dikemudikam siluman es batu berhenti di parkiran sebuah rumah sakit. Aku melongo dan menatap pria tanpa ekpresi itu dengan bingung.
"Ngapain ke sini? Emang mau jenguk siapa yang sakit?"
Siluman es keluar dari mobil lalu membukakan pintu mobil untukku.
"Ayo, turun!" perintahnya.
"Mau ngapain dulu ke sini? Jawab dulu pertanyaan gue!" Aku merengut menatapnya.
"Ayo, turun! Atau mau digendong!" tawarnya masih dengan wajah tanpa ekpresi.
Perasaanku jadi tak enak, tapi sebelum siluman berbuat yang macam-macam, aku turun dari mobil. Tubuh ini masih terasa lemas, sehingga aku harus berpegang pada pintu mobil agar tak terhuyung jatuh.
Tiba-tiba, pria tinggi berpakaian serba hitam itu menggendong tubuh ini dan membawaku berjalan memasuki ruang IGD.
"Eh, es batu ... gue mau dibawa ke mana? Kok main gendong tanpa permisi begini? Kita bukan muhrim, ya!" ocehku sambil meronta dalam gendongan hangat tubuh sixpack itu.
Seorang perawat menawarkan tempat tidur dorong, namun siluman es malah menggeleng dan terus membopongku hingga masuk ke dalam ruang IGD.
Kini dia sudah membaringkanku di atas tempat tidur ruang IGD, aku langsung diperiksa dokter visit yang bertugas di ruangan itu.
"Aduh, Mas, gue gak sakit apa-apa. Kok malah dibawa ke sini." Aku meringis saat dokter muda itu mulai memeriksa.
"Ya sudah, jangan bawel!" ucapnya tegas sambil melipat tangan di dada.
Seorang perawat meraih tanganku, lalu berkata, "Kita ambil darah dulu ya, Mbak, buat diperiksa di laboratorium."
"Aduhhh, nggak mau!" jeritku kala melihat sang perawat siap menusuk ujung jari tengah ini dengan benda runcing kecil yang tajam itu.
Siluman es batu duduk di pinggir tempat tidur, lalu memegang bahu dan tanganku. Aku mencoba berontak, namun dia malah mendekapku dalam pelukannya. Astaga, wangi parfumnya sungguh membius indra penciuman, khas cowok banget. Dadanya juga hangat dan menenangkan, dekapan ini jadi mengingatkanku pada almarhum papa.
Pria berjas hitam itu melepaskan pelukannya lalu menyuruhku berbaring. Aku menurut saja, sambil berusaha meredamkan debaran di dada ini. Aku menggigit bibir dan meliriknya sedikit.
"Nah, udah selesai. Mbak Aline silakan istirahat!" ujar perawat setengah baya itu sambil membawa perlengkapan medisnya.
Aku mengangguk dan kini mataku melongo melihat di tanganku sudah terpasang selang infus.
"Agghhh ... sakittt!!!" teriakku histeris sambil memandang risi botol infus yang tergantung di tiang dekat tempat tidur.
"Line, gak usah lebay deh! Bentar lagi Kakak kamu ke sini," ujar pria dingin itu.
Aku memandangnya dongkol dan berkata lirih, "Tangan gue sakit."
Aku menggigit bibir sambil berusaha menahan langit yang hendak meruntuhkan hujan di nerta ini. Akan tetapi, buliran bening itu jatuh juga.
"Hey, kok malah nangis?" Siluman es mendekat padaku.
"Gue benci rumah sakit, gue mau pulang." Tangisku semakin pecah hingga sesegukan.
Taklama kemudian, Kak Andine datang dengan tampang cemas dan langsung mendekat padaku.
"Gimana hasil pemeriksaan Aline, Iz?" tanya Kak Andine sambil duduk dekatku.
"Tadi udah diambil sampel darah dan lagi diperiksa di lab," jawab Siluman es sambil sedikit menjauh dari kami. "Saya permisi keluar."
"Aline, lo juga sih, masih demam dah masuk sekolah. Untung aja si Faiz gue suruh nungguin lo di sekolah. Bikin repot aja!"
Aku menarik selimut dan berujar, "Kalau ngerepotin, gak usah ke sini aja." Aku merengut.
"Bukannya gitu. Coba tadi pagi gak usah sekolah dan langsung mau waktu gue ajak berobat ke rumah sakit. Kan, gak harus pingsan di sekolah."
"Iya, iya." Aku memejamkan mata, malas mendengar ocehan Kak Andine.
********
Malamnya, Bang Aldi dan Kak Andine menungguiku di rumah sakit. Menurut diagnosa dokter, aku terkena tifus. Jadi, gak boleh capek dan harus banyak istirahat.
"Bang Aldi ama Kak Andine pulang aja!" ujarku lemas setelah disuapi Kak Andine makan bubur. Kasihan juga melihat abangku yang baru pulang kerja demi menafkahi aku dan Kak Andine.
"Iya, Bang, pulang aja! Biar Andine yang jaga Aline," ujar Kak Andine sambil menyelimutiku.
Bang Aldi mengerutkan dahi sejenak lalu mengangkat bahu.
"Ya udah, kalau ada apa-apa, segera hubungi abang ya!" Bang Aldi meraih jas dan tas kerjanya.
Pria tinggi itu menuju pintu lalu kemudian berbalik lagi. "Oh ya, nanti Faiz Abang suruh ke sini biar bisa bantuin jaga Aline."
Kak Andine mengangguk lalu mengantar Bang Aldi keluar dari ruanganku.
Astaga, Faiz lagi, Faiz lagi. Emang dia siapa sih? Kok Bang Aldi kayaknya percaya banget ama tuh orang.
Kak Andine menghampiriku lalu memberikan ponsel yang sedari siang tak kuperdulikan.
"Bunyi mulu nih hape lo, nih!" ujar Kak Andine kemudian berjalan menuju sofa. "Faiz ada di depan tuh, kalo lo perlu sesuatu, panggil aja dia! Kakak mau tidur, ya. Besok ada ujian."
Ya elah, gimana cara gue manggilnya, coba? Wong dia ada di luar. Emang gak apa-apa kalo gue teriak kencang-kencang? Aku menggerutu dalam hati.
Kubuka ponsel, ada beberapa pesan yang masuk.
[Dari +685345***** : Saya ada di luar, kalau perlu apa-apa, wa saja.] Aku mengerutkan dahi, biar gak ada nama si pengirim pesan, aku tahu ini WhatsApp dari Siluman es batu.
[Ndut, lo gak apa-apa 'kan?] Dari Allan.
[Aline, kamu jangan ngira yang macam-macam ya, tadi Kak Raka cuma mau ngasih napas buatan saja soalnya kamu pingsan.]
Oh, memori ingatanku berputar mundur dan menerka yang sudah terjadi tadi siang. Jadi, begitu ceritanya. Ya ampun, dan sialnya si dinosaurus malah menggagalkan niat baik Kak Raka. Uhhh, apa ya rasanya dikasih napas buatan dari bibir calon pacarku itu? Yeah, aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya.
[Iya, Kak. Gak apa-apa. Makasih udah nolongin Aline.] Balasku cepat pada pesan Kak Raka.
[Lo di mana sekarang, Line? Dan gimana keadaannya? Lo sakit kok gak bilang-bilang Kak Raka sih?]
[Aline di rumah sakit, Kak. Sakit tifus.]
[Ya ampun. Rumah sakit mana? Sekarang juga Kak Raka mau nengokin lo.]
Aku menahan senyum, ternyata calon pacarku itu udah gak marah lagi.
[Besok aja ke sininya, Kak. Sekarang udah malam banget. Makasih udah perhatian ama Aline.]
[Iya, Baby. Kak Raka 'kan sayang sama Aline, jadi emang harus perhatian dong.]
Ya ampun, Kak Raka udah bilang sayang sama aku. Apa artinya dia lagi nembak sekarang ini? Aduh, aku balas apa ya?
Namun, belum sempat mengetik balasan untuk Kak Raka, ada pesan dari Allan.
[Bagus, cuma diread tapi gak dibalas. Udah ditolongin tadi siang, bukannya ngucapin terima kasih kek!]
Ih, nih mantan nyebelin ganggu gue aja. Dasar dinosaurus keturunan manusia purba, gak bisa liat orang lagi senang aja.
[Selamat istirahat, Baby 😘] Pesan dari Raka masuk lagi.
[Ngapain sih ganggu gue terus, gue sumpahin terjangkit Corona lo!] Langsung kukirim pesan itu.
Astaga, mulutku ternganga kala membuka pesan yang kutujukan buat Allan, malah terkirim ke Raka. Matilah aku! Apalagi pesan itu langsung dibaca Kak Raka tanpa sempat aku menghapusnya dan kini Kak Raka sedang mengetik balasan.
[Maaf, kalo Kak Raka udah gangguan kamu. Semoga cepat sembuh. Selamat tinggal.]
Oh, Tuhan, kandas sudah perahu cinta yang baru saja hendak berlayar ini.
[Maaf, Kak. Aline salah kirim pesan, itu pesan bukan buat Kak Raka.] Langsung kukirim balasan itu, namun Kak Raka sudah offline. Pesanku tak dibaca.
Hiksss, aku jadi pengen nangis. Baru juga baikan ama Kak Raka, tapi udah salah paham lagi. Semua gara-gara Allan, masa remajaku jadi suram sejak bertemu dia.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Merry Dara Santika
Aduh ska slh krim pesan aku jg ka
2021-08-12
1
🌹🌹🍀🍀Edelweis🌻🌻🌈🌈
ups salah kirim 😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2021-08-06
1
Runa💖💓
🤣🤣🤣🤣
Aku ingat ketika salah kirim
maksudnya mau chat pribadi ama adik
eh chatnya di grup.malah nyeritain ipar yg sombonglah di chat
haa...ha... malu deh
2021-08-03
1