Mantan Nyebelin
Bagian 15 : Allan vs Raka
Allan membawaku duduk di bangku taman, lalu mengulurkan segelas air mineral.
"Terima kasih," ucapku pelan sambil menahan tangis.
"Lo gak apa-apa 'kan, Ndut?" Allan memperhatikan penampilanku yang acak-acakan.
Hatiku sakit sekali mendapati pengeroyokan ini dan yang kusesali, aku tak bisa melawan mereka. Andai saja satu lawan satu, pasti aku gak akan setragis ini. Aku menunduk sambil mengutuk diri. Dan yang lebih menyedihkan, bukan Kak Raka yang jadi jadi pahlawanku, melainkan si nyebelin Allan, mantan songong yang sok cool.
"Hey, kok diam saja?" Allan mengangkat wajahku dengan tampang cemas.
Air mata jatuh tanpa komanda. Aku menangis kencang.
"Huaaaa .... " Tak kuperdulikan tampang kebingungan si dinosaurus yang menatapku resah.
"Apa yang sakit, Ndut? Ayo, kita ke rumah sakit sekarang!" Allan meraih tanganku dengan bingung.
Kuusap wajah yang basah air mata sambil sesegukan.
"Hati gue yang sakit, hiksss .... "
Allan melongo, menggaruk kepala yang mungkin tidak gatal.
"Kenapa harus elo yang nolongin gue? Kenapa bukan Kak Raka aja, pacar gue?!" ratapku kesal dengan tatapan nelangsa.
"Ya elah, gue kira apaan .... " Allan melengos sambil melirikku sinis.
"Huaaaa .... " Tangisku makin kencang.
"Woy, jangan nangis di sini! Udah, cup ... cup ... nangisnya kalo udah sampai di rumah aja!" Allan berusaha meredakan tangisku sambil celingukkan. "Entar gue dikira macam-macam pula. Udah deh, Ndut! Udahan lebaynya!" Ia menatapku jengkel.
Tiba-tiba saja, Kak Raka sudah berada di hadapan kami dan langsung melayangkan pukulan keras ke wajah Allan. Kemudian menarik tanganku. Astaga, aku kaget sekali. Allan!
"Lo ngapain cewek gue, hah?!" hardik Kak Raka penuh emosi sambil menatap Allan bengis.
Allan memegangi hidung dan bibirnya yang berdarah sambil menatap Kak Raka tajam. Ia bangkit dari kursi dan membalas pukulan Kak Raka.
"Aghhh, udah! Jangan berantem lagi!" Aku berusaha melerai keduanya.
"Aline begini gara-gara pacaran sama lo!" Allan siap memukul Kak Raka lagi, namun dengan cepat aku langsung menghalanginya, dengan berdiri di depan tubuh Kak Raka yang sudah terhuyung jatuh.
"Allan, please ... udah!" Aku menatapnya dengan memohon. "Terima kasih lo udah nolongin gue tadi .... "
Allan menarik kembali kepalan tinjunya, lalu meninggalkan kami.
"Kak Raka gak apa-apa 'kan?" Aku membantu cowok tinggi itu untuk bangun.
Kak Raka beranjak berdiri dan menggandeng tanganku menuju parkiran, lalu membawaku masuk ke mobilnya.
Aku menatap prihatin pipi lebam si pacar kesayangan. Lalu menceritakan kejadian di toilet tadi.
"Oh, jadi gitu cerita! Tapi Aline gak apa-apa 'kan?" Kak Raka mengusap kepala dan meraihku ke dalam dekapannya.
Aku menggeleng sambil tersenyum menatap mata sayunya.
"Maafkan Kak Raka ya karena telat nolongi Aline, padahal Kakak nungguin Aline di parkiran."
"Iya, Kak, gak apa-apa."
"Kak Raka akan bikin perhitungan dengan Viona dan teman-temannya kalau begitu!" Kak Raka mengepalkan tangannya dengan geram.
"Udah, Kak! Gak perlu!" bantahku karena tak mau masalah ini terus berlanjut. Lagipula Allan sudah memberikan pelajaran setimpal pada mereka.
"Kak Raka, ini ... pasti sakit!" ujarku sambil memegang pipi Kak Raka yang lebam karena pukulan Allan.
"Kak Raka gak apa-apa kok, Sayang," ujarnya sambil meraih tanganku dan menciumnya. "Ya sudah, ayo kita pulang!"
Kak Raka menjalankan mobilnya dan baru saja keluar hendak keluar dari pintu gerbang sekolah, Siluman es batu alias Mas Faiz mencegat mobil kami.
'Tok-tok' Mas Faiz mengetuk jendela mobil.
Aku menatap Kak Raka sambil menggigit bibir. Ia mengangguk sebagai isyarat menyuruhku turun dan pulang bersama staf kantor abangku itu.
"Ya sudah, sampai ketemu besok!" kata Kak Raka sambil melambaikan tangan padaku.
Aku turun dari mobil Kak Raka dan menatap jengkel Siluman es batu yang menggiringku ke mobilnya.
Tanpa sepatah kata pun, ia melajukan mobil menujua arah pulang ke rumah. Aku hanya meliriknya sesekali, sambil mengeluarkan ponsel. Ternyata ada banyak pesan dari pacarku, Kak Raka. Aduh, kalau ingat wajah lebamnya, aku jadi gak tenang. Kalau ingat hidung dan bibir Allan yang berdarah, aku juga kasihan.
Di tengah jalan, aku seperti merasa tanda-tanda datang bulan, di cd seperti ada yang lengket-lengket gitu. Setelah kuingat-ingat, stokan pembalut di rumah lagi kosong.
"Mas, bisa berhenti di depan Supermarket bentar, gak?" ujarku pelan.
Siluman es batu mengangguk dan kini mobil telah berhenti di depan sebuah Supermarket.
"Bisa gak kalo Mas Faiz aja yang turun?" Aku menatapnya ragu.
"Beli apa?" tanyanya sambil membuka pintu mobil
"Pem ... pem ... pembalut .... " jawabku dengan terbata-bata sambil menatapnya ragu-ragu.
Siluman es turun dari mobil dan masuk ke dalam Supermarket. Taklama kemudian, ia sudah kembali dan langsung melemparkan bungkusan besar itu ke pangkuanku.
Ya ampun, ini apaan? Aku melongo dan mengintip isi kantong plastik hitam besar itu.
"Untuk stokan satu tahun," ujarnya saat melihat ekpresi kagetku.
Aku melengos sambil memeluk bungkusan besar kresek hitam itu.
"Makasih," ucapku pelan sambil manyun.
Sekilas, kulihat dia menahan senyum sambil siap tancap gas. Hemmm, senyumnya manis juga, cuma sayang ... cuma seuprit.
"Uang pembalutnya minta ganti ama Bang Aldi, ya .... " ujarku lagi.
Dia hanya melirikku sekilas lalu kembali melajukan mobil.
"Mas, pengen cilok yang itu!" lirihku sambil menatap tukang cilok yang mangkal di ujung jalan.
Siluman es terlihat menghela napas, namun ia memberhentikan juga mobil tepat di dekat tukang cilok.
"Mas, Aline lagi bocor, gak bisa keluar belinya .... " ucapku pelan sambil menatapnya penuh harap.
Tanpa berkata apa pun, Siluman es turun dari mobil dan menghampiri abang tukang cilok.
Taklam kemudian, Siluman es masuk kembali ke mobil dengan membawa dua kantong besar yang berisi cilok.
Ya ampun, ini sih ngambek! Aku menahan senyum.
"Wuih, banyak amat, Mas! Ini sih bisa mabuk cilok gue," ledekku sambil nyengir.
"Jangan minta yang macam-macam lagi, saya ada rapat setengah jam lagi," ucapnya sambil melirikku yang sedang asyik menikmati cilok.
"Hemmm, iya .... " lirihku. "Mau, Mas?" Aku menyodorkan satu tusuk cilok ke depan mulutnya.
Dia hanya melirikku tanpa mau membuka mulut. Mau tak mau, aku menarik kembali cilok itu dan memakannya sendiri.
Ah, aku makin yakin kalo dia itu benaran batunya es batu. Batu 'kan emang gak bisa makan. Aku mengomel dalam hati sambil memutar bola mata jengah.
Taklama kemudian, kami telah sampai di depan rumah. Aku turun dari mobil sambil membawa banyak bungkusan.
Kak Andine menyambutku dari depan pintu. Ia tersenyum miring melihatku melambaikan tangan kepada Siluman es batu.
"Ciehhh, yang habis dibelanjai calon suami .... " ledek Kak Andine sambil merem melek.
"Ih, gak lucu!" ujarku sambil memberikan dua kantong plastik besar yang berisi cilok.
"Ya elah, cuma dibeliin cilok!" teriak Kak Andine sambil terbahak.
"Ambil deh buat Kakak semua, biar gendut dan jones selamanya, hahaaaa .... " Aku tertawa sambil berlari masuk ke kamar.
Kulempas tas ke tempat tidur dan langsung mandi. Gerah banget rasanya tubuh ini, apalagi darah menstruasi sudah membanjiri rok sekolah.
Ya ampun, mobilnya Siluman es pasti kebanjiran juga ini. Aih, kasihan dia. Aku meringis membayangkan wajah nelangsa pria tanpa ekpresi itu.
Awww, wajah dan tanganku terasa perih. Huh, ini pasti akibat dari cakaran Viona dan Sinta. Sialan sekali!
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
MitaItha
kocak bnget ceritanya ampe senyum²sendiri🙈😁
2021-11-30
0
Santi Haryanti
jodoh nya Aline itu siapa ya nnti nya penasaran deh , sama es balok juga GPP tuh kyk nya klop . Aline nya bawel dan Faiz nya kaku banget 😂
2021-09-22
0
Eliawati Xiaomi
kayak apa mabok cilok nya
btw kalo gak abis ciloknya buat aku aja
2021-08-20
0