Mantan Nyebelin
Bagian 7 : Virus Corona
"Line, kok kok belum bangun?" Sayup-sayup terdengar suara Kak Andine dari depan pintu kamar. Ia juga mengetuk beberapa kali sebelum akhirnya terlihat pintu terbuka.
Kak Andine mendekat padaku yang masih bergulung dalam selimut. Tubuhku rasanya sakit semua, kepala juga terasa berat.
"Gak sekolah, Line?" tanya wanita bertubuh ramping itu sambil menyibak tirai jendela.
Aku menatapnya sambil menghela napas yang terasa panas, mata juga terasa perih.
"Sekolah, Kak. Cuma badan gue kayak gak enak gini, ya .... " rintihku sambil mencoba duduk.
Kak Andine mendekat dan memegangi dahiku.
"Panas, Line. Lo demam nih," ujar Kak Andine raut wajah khawatir.
"Oh, ya?" Aku memegangi dahi sambil membuka kelopak mata yang terasa berat.
"Ayo kita ke dokter!" ajak Kak Andine lagi.
"Gak usah dulu deh, Kak. Kasih Aline obat aja, abis itu tiduran." Aku kembali merebahkan diri dan berbalut dengan selimut tebal.
"Ya udah, Kakak ambilin lo sarapan dan obat dulu, ya." Kak Andine keluar dari kamarku dengan bimbang. Ia memang begitu, walau terkesan sangar dan cerewet tapi ia begitu menyayangiku. Dia bisa menggantikan peran mama yang kurindukan.
Beberapa saat kemudian, Kak Andine datang dengan membawa semangkok bubur ayam dan obat demam. Sambil dipelototi olehnya, aku dipaksa menghabiskan bubur yang terasa pahit itu.
"Habisin, Line!" perintahnya.
"Buburnya gak enak, Kak, pahit," rengekku.
"Dimakan, Line! Biar badan lo cepat pulih, sakit itu emang gak enak. Makanya, jaga kondisi tubuh dan jangan sampai sakit!"
Ya elah, Kak Andine. Siapa juga yang mau sakit? Aku hanya bisa menggerutu dalam hati sambil berusaha menelan bubur itu.
"Udah, Kak. Gue gak mampu lagi." Aku mendorong mangkok bubur yang baru habis setengah bagian itu.
"Ya udah. Sekarang minum obatnya!"
Aku menurut saja, hingga akhirnya Kak Andine membiarkanku istirahat. Kupejamkan mata yang terasa mengantuk, semoga pas bangun nanti demam ini udah sembuh.
*********
Hingga menjelang sore, tubuhku masih tak enak. Kepala juga masih terasa pusing. Kiraih ponsel yang sedari tadi malam tak kusentuh. Ada beberapa pesan yang masuk, dari Amelia dan Allan. Gak ada pesan dari Kak Raka. Semarah itukah dia padaku, hingga aku gak sekolah karena sakit aja dia gak peduli.
Dari Amelia : [Lo sakit apa, Line? Gue kesepian gak ada lo.]
Dari Allan : [Ndut, ke mana aja lo gak sekolah?]
Dari Allan : [Ndut, lo gak sekolah bukan gara-gara peristiwa di taman, kan? Lo masih marah ma gue? Gue minta maaf.]
Dari Allan : [Ndut, besok sekolah ya! Gak ada lo gak rame 😁]
Ah, Allan makin nyebelin. Aku makin benci ama dia.
[Gue demam. Lo gak sakit Corona 'kan, Lan? Soalnya gue takut terjangkit virus berbahaya itu. Lo nyium gue mau nularin virus itu, ya?] Balasku dengan jengkel.
[Gila lo! Emang gue turis dari luar negeri apa? Gue sehat, Ndut.]
[Ndut, gue boleh jenguk lo gak? Mau dibawakan apa nih? Lo pengen makan apa?]
[Ndut, balas dong!]
[Ndut, kalo lo mau balas nyium gue biar kita inpas, gue rela kok.]
Astaga, apa-apaan ini? Kuabaikan saja chat dari dinosaurus nyebelin itu. Malas beladen ama orang gak waras, entar gue ketularan pek'ak nya.
Keesokan harinya, kondisiku sudah sedikit membaik walau harus pakai jaket soalnya masih rada meriang kalo kena angin. Aku harus menguatkan diri berangkat ke sekolah, soalnya gak mau dipaksa ke dokter ama Kak Andine.
Satelah sarapan di kantin, kuminum kembali obat demam yang sengaja kubawa dari rumah. Aku kembali ke kelas dengan langkah gontai.
Jam istirahat, Amelia memaksaku ke kantin. Padahal aku malas keluar kelas, badan serasa limbung kalo kelamaan berdiri.
"Entar lo sakit lagi kalo gak makan! Ayo, deh!" ajak Amelia sambil menarik tanganku.
Aku menghela napas dan mengikuti langkah Amelia.
"Sakit itu gak enak, makanya lo harus makan biar gak sakit!" oceh gadis berambut ikal itu.
Yeah, gaya bicaranya dah kayak Kak Andine saja. Aku menahan senyum sambil melirik sahabatku satu-satunya ini.
Sesampainya di kantin, Amelia menyuruhku duduk sedang ia memesan makanan untuk kami.
Taklama kemudian, Allan datang bersama seorang kakak kelas. Kalau gak salah, dia Sinta, wakil ketua OSIS. Ya elah, Kak Sinta menggandeng tangannya dengan mesra. Aduh, mendadak kepalaku menjadi pusing.
Aku beranjak berdiri saat Amelia datang dengan dua mangkok bakso di tangannya.
"Kepala gue sakit, Mel. Gue ke kelas dulu, ya!" ujarku sambil mrembalikkan tubuh dan berlari menuju kelas.
Aku tak tahu perasaan apakah ini, hati sedikit nyeri saat melihat Allan bersama Kak Sinta. Dasar, dinosaurus nyebelin. Setelah seenaknya merenggut kesucian bibir gue, sekarang dia malah asyik bermesraan dengan cewek lain.
"Makan, Line! Sebelum bel masuk, mangkok ibu kantin harus dibalikin lagi," ujar Amelia sambil meletakkan mangkok bakso di atas meja.
Ya ampun, aku jadi gak enak hati dengan kebaikan Amelia. Walau bakso itu terasa pahit di lidah, tetap kupaksakan untuk melahapnya.
Akhirnya aku hanya bisa memakannya lima sendok saja, perut ini sudah menolak untuk diisi.
"Wih, enak nih baksonya?" sergah Allan dan langsung duduk di hadapanku.
Astaga, dia lagi. Aku menghela napas jengkel melihat tampang sok gantengnya.
"Iya, Lan. Baksonya enak, tapi Alline yang lagi demam cuma bisa makan lima sendok doang," jawab Amelia sambil melahap dengan cepat baksonya.
"Oh, gitu. Ya udah, gue suapin nih ... Ayo buka mulutnya!" ujar Allan menyodotkan bulatan bakso ke depan mulutku.
Aduh, apa-apaan ini? Mau sok baik atau ngeledekin gue nih? Aku menatap jengkel padanya.
"Makan dong, Line!" ujarnya lagi.
"Gue udah kenyang. Buat lo aja!" jawabku sambil menenggak sebotol air mineral.
"Buat gue? Aduh, makasih .... " jawab Allan sambil memakan bakso itu.
Aku hanya bisa menghela napas melihat tingkahnya. Dia, si mantan nyebelin itu memakan bakso bekasku. Ih, gila!
Setelah semangkok bakso itu ludes, Allan menautkan alis menatapku.
"Line, lo gak positif Corona, kan? Soalnya gue makan dari sendok yang bekas lo. Gue takut ketularan," ucapnya serius.
"Emangnya kenapa? Takut mati lo?!" hardikku sambil tersenyum sinis.
Allan beranjak menuju kursinya lalu berbisik tepat di telingaku, "Kalo kuburannya bareng elo, gak apa-apa. Heheee .... "
"Supaya apa, coba?" Aku menolehnya sengit.
"Biar gak kesepian gitu di dalam sana."
"Gak lucu!" jawabku lagi.
Pelajaran jam terakhir dimulai, aku sudah tak kuasa duduk lama-lama di kelas ini. Badanku semakin tak enak saja, ingin rasanya bel pulang cepat berbunyi.
*********
Jam pulang sekolah tiba, aku melangkah gontai menuju pintu gerbang. Namun, tiba-tiba tubuh ini terasa limbung dan seperti ada seseorang yang menyambut tubuh ini.
"Line, lo gak kenapa?"
"Line, lo gak apa-apakan?"
Terdengar sayup-sayup suara yang asing di telingaku. Ada tangan lembut juga yang mengusap pipi ini.
Saat aku membuka mata, wajah Kak Raka sedang berasa sangat dekat dengan wajah ini. Namun tiba-tiba, sebuah tangan menarik kerah bajunya lalu memukul wajah kakak kelas kesayanganku itu.
Aku beranjak bangun sambil memegangi kepala yang terasa pusing. Lalu keluar dari mobil silver milik Kak Raka. Kenapa aku ada di sini? Aku jadi bingung dan di depanku, Allan sedang baku hantam dengan Kak Raka. Hidung mancung Kak Raka mengeluarkan darah karena pukulan keras dari si dinosauraus.
Tiba-tiba, siluman es batu datang dan menarik tanganku menuju mobil Bang Aldi.
"Mas Faiz, Allan dan Kak Raka .... " ucapku lemah.
"Itu, sudah ada satpam yang melerainya," jawba siluman es sambil memasangkan sabuk pengaman di tubuhku.
Mobil melaju, namun ini bukan arah rumahku. Mau dibawa ke mana aku? Jangan-jangan siluman es batu mau nyulik gue! Aku meliriknya diam-diam.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
nnda
siAlan
2021-08-16
0
Angelliana
bhuahaha.. ini ceritanya mirip mirip cerita anak ku, seru dengerin cerita dia anak awal awal kelas 10. cerita tentang teman baru, ada teman special, ada teman nyebelin dsb.
Tapi aku ngga ngebolehin dia pacaran, sama pesannya kaya kakaknya si Aline, fokus sekolah.
2021-08-10
0
Efan Zega
raka sifatnya diam gak jelas, allan terkesan playboy,,,giliran aline kurus baru mau deketin.mending sm faiz aja dewasa bgt
2021-03-25
1