bab 17

Andra merasa hangat. Rambutnya dibelai dengan halus, kepalanya bersandar dalam pangkuan bundanya. Namun bayang itu makin lama redup, meredup dan hilang ditelan cahaya putih yang semakin terang sinarnya. "Bundaaaaa ." Teriak Andra terjaga dari mimpi dengan peluh yang membasahi tubuhnya.

"Ternyata hanya mimpi, mengapa begitu nyata?" Batin Andra.

Diusap mukanya dengan kedua tangan, kakinya turun dari ranjang dan melangkah ke dapur. Gelap hanya lampu malam yang menyala dengan remang. Dituangkan air ke dalam gelas kemudian diteguk dengan pelan.

"Bunda sedang apa di sana? Dan kamu Femila. Sudahkah kamu tidur?" Batin Andra bermonolog membayangkan dua wanita yang dicintainya.

...****************...

Femila duduk di taman rumah menatap bunga mawar yang telah mekar. Sekilas teringat tanaman mawar itu. Dulu dibawakan oleh Andra dari Bogor. Lima bibit mawar merah dan putih. Satu tahun yang lalu sebagai hadiah anniversary jadian mereka. Kini bunga itu telah mekar. Namun cinta mereka telah layu.

Femila tersenyum mengingat kenangan itu. Setelah satu hari mengurung di kamar, kini dia berusaha tegar menghadapi hidup. Mencoba berdamai dengan keadaan. Hari ini Femila akan datang ke kepolisian untuk melengkapi BAP kasus kecelakaan yang menimpa dirinya.

"Kita berangkat sekarang sayang." Ajak mama Anita sambil membantu Femila berdiri.

Papa Riyan hari ini tidak bisa menemaninya karena ada meeting penting dari perusahaan. Hanya Femila, mama Anita, dan lawyer Hadiwinata.

"Selamat siang mbak Femila, Ibu Anita." Sapa lawyer Femila Hadiwinata di parkiran kepolisian. Dia sengaja menunggu kliennya di situ.

"Siang."Jawab Femila.

"Silahkan langsung masuk mbak, Ibu Anita boleh menunggu di ruang tunggu."

"Saya tidak boleh ikut masuk mendampingi Femila?" Tanya mama Anita.

"Maaf Ibu, yang boleh masuk hanya saya dan mbak Femila."

" Kalau begitu saya tunggu di kursi parkiran saja."

"Ya silahkan."

Femila melangkah memasuki ruang penyidik.

"Selamat siang ibu Femila . Silahkan duduk." Sapa salah satu petugas kepolisian.

Femila duduk ditemani lawyer nya.

"Sudah sehat ibu Femila?"

"Sehat pak."

"Ada beberapa pertanyaan yang akan kami ajukan untuk melengkapi BAP sebelum kasus ini masuk ke persidangan."

"Sebelum bapak mengajukan pertanyaan, bolehkah saya menyampaikan maksud kedatangan saya." Ucap Femila.

"Silahkan."

"Saya mau mencabut berkas kasus ini sebelum masuk persidangan."

"Maaf, Mbak Femila kenapa harus cabut berkas." Kaget lawyer Hadiwinata dengan pernyataan kliennya yang secara mendadak mencabut berkas tanpa sepengetahuannya.

"Saudara pengacara, maaf di sini anda hanya sebagai pendamping tidak berhak mengeluarkan suara!" Polisi penyelidik memperingati lawyer Hadiwinata.

"Tapi pak, " Lawyer Hadiwidata mencoba menyanggah.

"Saya sudah peringatkan. Atau silahkan anda keluar." Potong polisi penyelidik.

Lawyer Hadiwinata langsung terdiam, membenarkan ucapan polisi. Korban atau tersangka berhak didampingi pada setiap proses pemeriksaan. Pada proses penyidikan kedudukan lawyer bersifat pasif. Artinya, lawyer mengikuti jalannya pemeriksaan pada tingkat penyidikan hanya sebagai penonton. Terbatas hanya melihat serta mendengar within sight and within hearing. Selama kehadirannya mengikuti jalannya pemeriksaan, lawyer tidak diperkenankan memberi nasihat.

"Maksud anda, akan menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan?"

"Ya pak. Pihak tersangka sudah memberikan ganti rugi biaya rumah sakit." Tegas Femila sambil membuka tas miliknya, mengeluarkan struk kwitansi pembayaran pembiayaan rumah sakit.

Polisi membaca struk yang terlihat sudah kumal itu. Sambil sesekali menganggukkan kepalanya.

"Apakah ada yang memaksa atau pun mengancam ibu Femila untuk mencabut berkas?" Selidik polisi.

"Kasus ini saya cabut tanpa adanya paksaan ataupun ancaman dari pihak luar. Ini murni dari saya sendiri.

"Baiklah, kalau memang ini keputusan dari ibu Femila. Silahkan lengkapi berkas pencabutan kasus. Terima kasih atas kerja samanya."

"Sama-sama pak."

Lima belas menit Femila menyelesaikan berkas yang harus ditandatanganinya untuk pencabutan kasus. Akhirnya dia keluar masih didampingi lawyer Hadiwinata

"Mengapa mbak Femila tidak memberitahukan saya terlebih dahulu, kalau mbak mau mencabut berkas?" Tanya lawyer Hadiwinata. Begitu sampai di parkiran.

"Maaf pak ini sudah keputusan saya, tolong hargai."

Lawyer Hadiwinata mengangguk pelan. "Bagaimana saya harus menyampaikan ke pak Andra." Bingung lawyer Hadiwinata.

"Katakan saja yang sebenarnya Pak. Saya ucapkan terima kasih selama ini sudah membantu saya dan saya permisi dulu." Femila menyodorkan tangannya.

"Iya mbak." lawyer Hadiwinata membalas uluran tangan Femila.

Setelah Femila masuk ke mobil, mama Anita ikut masuk ke mobil. Wajahnya menatap penuh penasaran yang terjadi di ruang penyidikan. Namun mimik Femila yang terlihat datar membuat mama Anita mengurungkan diri untuk langsung bertanya.

"Saya mencabut berkas perkara Ma." Ucap Femila di tengah perjalanan.

"Maksud kamu? Kamu memaafkan ustad Mirza?"Bingung mama Anita dengan keputusan anaknya.

Femila terdiam. "Memaafkan ustadz Mirza? Tidak, saya melakukannya bukan atas dasar memaafkan sesosok ustadz yang sudah menghancurkan masa depan saya. Masa depan yang sudah terukir indah dengan kekasih saya. Tapi, karena Andra. Percuma semuanya tanpa Andra maka percuma pula kasus ini dilanjutkan toh takkan mengembalikan semua yang hilang pada saya. Kasus ini adalah perjuangan Andra menggapai keadilan untuk saya jadi biarlah Andra merasakan kecewa, gagalnya sebuah keadilan untuk digapai. Seperti halnya saya, kecewa karena diperlakukan tidak adil dengan keputusan Andra yang mengakhiri hubungan karena bundanya. Bisakah dia memperjuangkan saya? Tidak! Dia langsung menyerah! Namun pantaskah saya yang cacat diperjuangkan?" Batin Femila berkecamuk.

"Sayang, apapun keputusan kamu mama akan mendukung." Ucap mama Anita merangkul pundak Femila kemudian mengecup pucuk kepalanya.

"Terima kasih Ma."

Setelah 30 menit menempuh perjalanan sampailah di rumah. Namun saat memasuki parkir rumah sudah ada mobil mewah Lamborghini Gallardo yang terparkir di situ. Tentu saja mobil berwarna hitam dengan harga fantastis ini tak asing bagi Femila.

Benar saja saat memasuki ruang tamu sesosok pria tampan sudah duduk di kursi.

"Siang Fem," sapa Andra.

Femila tersenyum membalas sapaan mantan kekasihnya. Mantan kekasih terhitung sejak 40 jam dua puluh menit yang lewat.

"Mengapa berkas perkaranya dicabut?" To the point Andra.

"Apa saya harus jawab pertanyaan kamu?" Ketus Femila.

"Please Fem, biarkan saya membantu kamu untuk masalah ini."

"Kamu tidak perlu repot-repot membantu saya dalam kasus ini karena bukan ini yang kubutuhkan sekarang!" Susah payah Femila menahan amarahnya agar tidak meluap kenyataannya dia sudah meninggikan nada suaranya.

Andra terdiam. Dia paham arah pembicaraan Femila. Benar. Bukan ini yang Femila butuhkan tapi semangat dan dukungan orang-orang terdekat. Namun malah sebaliknya, dirinya memutus tali cinta di saat Femila membutuhkan kehadirannya.

"Maafkan saya." Ucap Andra kemudian pergi meninggalkan Femila.

Femila merasa sesak. Semakin sesak hanya mendengar kata maaf dari Andra.

"Maaf Femila, Saya harus menjaga perasaan bunda dan saya tidak ingin memberikanmu asa yang pastinya menambah lara." Batin Andra.

...****************...

Terpopuler

Comments

Ifti Nisa

Ifti Nisa

benci aku sama andra.. gk bisa tegas.. org mah beritahu bundanya dgn baik,,yakinkan klo femila gadia yg kamu cintai, dan gk akan seperti ayah kmu yg meninggalkan bunda mu ndra ndra🤦‍♀️😠

2022-08-29

0

Veronica Maria

Veronica Maria

katanya bunda. bunda itu udah berumur dan hrs mikir dewasa. bkn mikir egois dan kyk bocah.

2022-08-21

0

Nur hikmah

Nur hikmah

andrs trlalu pngecut kyy

2021-08-18

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!