bab 15

Andra duduk bersandar di kursi depan ruang rawat. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rasanya seperti mimpi, peristiwa demi peristiwa yang menimpa dirinya. Akankah nyata kalau dirinya akan berpisah dengan kekasihnya? Bayangan perpisahan seakan menyekat tenggorokannya.

"Dian, jaga bunda, saya harus ke kantor. Segera telepon kalau ada apa-apa dengan bunda." Ucap Andra berdiri meninggalkan Dian yang sudah menganggukkan kepalanya.

Mario mengekor tuannya melangkah ke parkiran rumah sakit.

"Kita ke kantor tuan?" Mario memastikan.

"Kalau kamu mau ke makammu saya antar." Ketus Andra dengan tatapan tajamnya.

Mario menelan ludahnya dengan susah mendengar jawaban dari tuannya.

"Kalau lagi marah ya begini. Seremnya melebihi hantu suster ngengsod." Gerutu Mario yang tentunya tidak berani diungkapkan ke tuannya.

Sesampai di kantor, Andra mencoba melupakan masalah yang menimpanya. Andra bukanlah tipe laki-laki yang akan masuk ke club, minum alkohol atau mengencani wanita apabila dirundung masalah. Dia lebih memilih mengalihkan masalah dengan menyibukkan diri ke pekerjaan.

"Mario, mereka adalah dua wanita yang menempati hati saya dan tidak mungkin untuk memili salah satu diantara mereka. Bunda sosok yang sangat saya sayangi begitu juga Femila dia sesosok wanita yang saya sayangi pula. Bagaimana bisa bunda meminta saya meninggalkan Femila? Ini tak adil buat saya." Keluh Andra di tengah-tengah kesibukannya membaca berkas.

Mario terdiam karena dalam hatinya dia pun tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu betapa keras kepala nyonya nya itu dan betapa berat tuannya harus memilih.

"Tuan pasti bisa melewati ini semua." Mario mencoba menguatkan tuannya.

...****************...

"Mengapa tidak memberitahu saya kalau bunda minta pulang!" Hardik Andra pada asisten bundanya.

"Maaf tuan, nyonya yang meminta. Memberi kabarnya setelah nyonya sampai di rumah." Jawab Dian.

Sore tadi, Andra langsung pulang ke rumah ketika mendapat kabar kalau bundanya sudah pulang. Kini amarahnya tumpah pada Dian, asisten bundanya.

"Jangan salahkan Dian, memang bunda yang memintanya. Lagian dokter juga mengizinkan bunda pulang berarti dokter tahu kondisi bunda sudah baikkan." Jelas bunda Rima yang berjalan keluar kamarnya.

Dian mencoba membantu memapah nyonyanya yang sedang berjalan.

"Saya bisa sendiri." Tolak bunda Rima yang tidak ingin dianggap sebagai pesakitan.

"Beraninya dokter itu mengizinkan bunda rawat jalan. Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu pada bunda!" Ancam Andra.

"Itu juga bunda yang meminta. Sudah jangan emosi terus. Lebih baik mandi sana."

Andra mengiyakan ucapan bundanya, berjalan menuju kamarnya untuk mandi.

Lima belas menit setelah mandi dan mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana pendek casual, Andra mendekat ke bundanya. Merangkul bundanya dan bergelayut manja di bahu. Bunda Rima mengelus pucuk kepala anaknya. Jarang sekali momen seperti ini dia lalui dengan anaknya. Mereka berdua sibuk dengan urusan masing-masing. Walaupun bunda Rima sengaja menyibukkan diri karena terlalu bosan kalau hanya duduk di rumah.

"Apa bunda harus sakit dulu baru kamu punya waktu buat bunda?"

Andra tersenyum kecut mendengar ucapan bundanya. Namun memang itu kenyataanya.

"Bunda jangan seperti itu, saya janji untuk lebih meluangkan waktu biar bisa dekat bunda terus."

"Nyonya, tuan, makan malamnya sudah siap." Ucap Dian.

"Baru jam 6 petang Dian, kenapa sudah disiapkan?"

"Saya sudah lapar Bun, saya menyuruh Dian mempercepat waktu makan malamnya." Dalih Andra yang sebenarnya agar bundanya cepat makan malam, minum obat, dan istirakhat.

...****************...

"Ya ampun Ma... Femila kangen sekali kasur kamar." Girang Femila sambil menindihkan tubuhnya di atas kasur dan memeluk guling yang ada.

Mama Anita tersenyum dengan tingkah Femila yang merasa sudah satu abad tidak masuk kamarnya.

"Cepat mandi. Bau tahu." Ledek mama Anita.

Femila mencium kedua keteknya, mengerucutkan bibirnya. "Bener bau ma." Ucap Femila diselingi tawa.

Femila melangkah ke kamar mandi dengan kruk yang mulai menemani setiap aktifitasnya.

Mama Anita menatap pemilik punggung yang mulai masuk ke kamar mandi. Tersenyum kecut. Namun dia harus lebih kuat dari Femila.

"Mama bahagia melihat tawa masih tergambar di wajahmu Fem." Lirih mama Anita yang masih duduk di sofa kamar.

Dua puluh menit, Femila keluar dari kamar mandi.

"Kenapa mama masih di kamar Femi?" Kaget Femila mendapati mamanya yang masih duduk di sofa kamar sambil memainkan jemarinya di layar ponsel.

"Barangkali kamu butuh bantuan mama."

"Apaan sih mama, Femila bisa sendiri. Sudah mama keluar."

"Ya, tapi kalau butuh bantuan panggil mama."

Femila mengangguk. "Ma..." Panggil Femila pada mamanya yang baru melangkah dari pintu kamar.

"Iya sayang." Mundur mendongakan kepala di ambang pintu.

"Jangan lupa tolong tutup pintunya." Pinta Femila sambil menahan senyum karena berhasil menjaili mamanya.

"Iya sayang."

Setelah memakai dress rumahan dan sedikit memoles wajahnya Femila menatap dirinya di pantulan cermin panjang. Kakinya yang jenjang kini hanya tersisa satu. Wajahnya langsung berubah sendu. Namun sekali lagi ini realita yang harus di terima olehnya.

"Aku pasti kuat." Membuang nafas dengan kasar.

drt drt drt...

Femila beranjak meraih ponselnya yang dia taruh di kasur. Tertera nama pemanggil. KEKASIHKU. Femila tersenyum dan otaknya langsung bisa menebak kalau Andra sudah tahu dirinya sudah pulang dari rumah sakit.

"Hallo sayang." Sapa Femila.

"Kenapa tidak menghubungi saya kalau hari ini kamu pulang?" Cerca Andra.

"Andra sayang, bukankah yang terpenting saya sudah lebih sehat dan bisa pulang ke rumah?"

"Setidaknya saya bisa mengantarmu pulang. Apa kamu sudah tidak menganggap saya ini kekasihmu!" Ceplos Andra.

"Apa berarti itu yang kamu pikirkan?" Suara Femila terdengar lirih.

"Ma-maaf sayang bukan itu maksud saya."

Andra dan Femila kini saling terdiam. Tiga, lima, tujuh menit belum ada diantara keduanya membuka suara masih dengan pikiran masing-masing.

"Saya makan dulu...mama memanggil." Ucap Femila ketika mama Anita sudah memanggilnya untuk makan.

"Ya. Makan yang banyak sayang."

"Ya. Babay..."

...****************...

Jam dinding bandul kayu jati motif ukir Jepara berdiri kokoh di sudut ruangan. Jarum panjang menunjuk angka 3 dan jarum pendek menunjuk angka 7. Mentari sudah mulai kuat sinar hangatnya. Andra tampak tampan memakai koas dan celana olah raga. Hari ini weekend Andra biasa gunakan untuk berolah raga pagi. Sudah lebih dari satu jam dia berolah raga. Kini saatnya sarapan pagi. Saat melewati kamar bundanya, terbesit ingatan Femila yang sudah pulang dari rumah sakit.

"Bunda di kamar?" Tanya Andra pada Dian yang berdiri tegap di pintu kamar.

"Ya." Jawab Dian.

"Bun...Bunda, nanti sore kita ke rumah Femila." Ajak Andra yang masih di ambang pintu kamar bundanya.

tok tok tok

"Bunda..."

Karena merasa tidak mendapat sahutan akhirnya Andra masuk. Dia terkejut ketika mendapati bundanya yang sibuk memasukkan baju ke koper. Terlihat 3 koper besar sudah tertata rapi.

"Bunda mau jalan-jalan?" Heran Andra, karena kalaupun jalan-jalan biasanya bundanya hanya membawa satu koper.

"Kembali ke Kalimantan." Jawab Bunda.

deg.

"Kenapa tiba-tiba Bun? dan... barang bawaanya banyak sekali?"

"Bunda akan menetap di sana."

Andra mematung mendengar jawaban dari bundanya.

"Mengapa harus menetap Bun? Andra ingin setiap hari selalu dengan Bunda."

"Ikutlah. Bunda akan sangat senang kalau kamu juga menetap di sana. Cabang perusahaan terbesar juga di sana."

"Bunda jangan bercanda. Kurang dari dua bulan saya akan menikah dan di sini tempat saya, Femila, dan bunda."

"Bunda tahu, pada akhirnya kamu lebih memilih Femila."

"Bun, please jangan katakan itu. Bunda dan Femila orang yang saya cintai dan saya tidak bisa memilih diantara kalian karena kalian sama-sama berharga di hati saya." Jelas Andra.

Kini linangan air mata meluncur bebas di pipi bunda Rima namun dengan cepat tangannya menghapus air mata itu agar Andra tidak melihatnya dan kembali menata baju masuk ke dalam koper.

...****************...

Terpopuler

Comments

yani suko

yani suko

kalo aku sangat memahami perasaan mamanya Andra
kekuatiran itu pasti ada
krn ibunya tak ingin anaknya mengalami apa yg sudah pernah dialami
sangat manusiawi rasa ketakutan itu krn sangat menyayangi Andra

2024-03-08

0

Veronica Maria

Veronica Maria

emak egois begini nih. dah tuwa tpi otaknya gak nmbh tuwa. cmn krn masa lalu. tar yg mnderita mlh andra

2022-08-21

6

niktut ugis

niktut ugis

bunda Rima lupa jika semua ada Allah yg mengaturnya

2021-10-15

5

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!