"Bagaimana perkembangan Femila nak?" Tanya bunda Rima memulai pembicaraan setelah mereka terdiam hanya dentingan sendok, garpu, dan piring yang terdengar di meja makan.
"Ba-baik Bun." Gugup Andra.
Bunda Rima melihat gelagat aneh pada Andra. "Tadi mampir ke sana kan?" Selidik bunda Rima.
Andra mengangguk.
"Bunda tahu Dra, tahu tadi kamu membuat keributan di rumah sakit." Batin bunda Rima, tetap mengunyah makanan yang tadi dia masukkan ke mulut.
Bunda Rima selalu menempatkan pengawalnya untuk menjaga Andra tanpa sepengetahuan Andra. Apapun yang dilakukan Andra tetap dalam jangkauan bundanya. Bundanya tidak ingin terjadi hal yang bisa menyelakai anak semata wayangnya.
"Bun...bunda... ."
"I-iya. Ada apa sayang?" Bunda Rima terkejut dari lamunannya.
"Saya ke kamar dulu." Pamit Andra.
"Makannya tidak dihabiskan sayang?"
"Sudah kenyang Bun." Jawab Andra.
"Bunda mau bicara sayang."
Andra menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke bundanya. "Besok saja Bun. Andra capek." Andra melangkahkan kakinya kembali.
"Andra anakku, mengapa kamu bersikap dingin lagi?" Batin bunda Rima.
Andra Aksara Barata, sosok pria yang 2 bulan lagi genap berusia 30 tahun. Hidupnya tak seindah yang orang lihat. Terlihat tegar namun dia rapuh di dalam. Dulu, di usianya yang baru beranjak 15 tahun, harus menerima pahitnya kehidupan. Orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Hidup dalam keluarga yang broken home membuat dirinya menjadi anak yang pendiam dan cenderung dingin tanpa ekspresi ( He is a Mr.Flat🤭🤫)bahkan birsikap acuh dengan sekelilingnya. Setamatnya dia dari bangku sekolah menengah, Andra harus membantu ibunya untuk mengelola perusahaan milik almarhum kakeknya, waktu itu usianya 19 tahun. Seorang ceo di perusahaan baja dan jasa konstruksi bangunan begitu jabatan yang melekat pada dirinya. Tentunya dengan owner bunda Rima. Saat itu, Andra harus bekerja keras mengelola perusahaan dan tetap kuliah. Berkat kecerdasannya, walaupun harus jatuh bangun akhirnya dia bisa tetap menjalankan perusahaan peninggalan kakeknya bahkan dapat berkembang sampai sekarang menjadi salah satu perusahaan yang maju di Indonesia.
...****************...
Ustadz Mirza menghirup udara dalam-dalam kemudian perlahan dikeluarkannya. Beberapa kali dia lakukan. Pikirannya mulai refresh. Kemudian diangkatlah kaki kanan ditekuk dan disejajarkan dengan perutnya dalam hitungan 4, ganti kaki kirinya yang dia angkat ditekuk dan disejajarkan dengan perutnya. Kedua tangannya di regangkan. Namun, dia hentikan ketika matanya menangkap sesosok orang yang tak asing baginya.
"Femila." Gumam ustadz Mirza.
Ditatap lekat sosok Femila dan ibunya yang ada di taman rumah sakit dengan membawa 2 kruk penyangga ketiak. Ibunya kemudian membantu Femila berdiri dari kursi roda yang sedari tadi Femila duduki dan memberikan kruk nya. Empat, lima langkah Femila berjalan dengan satu kruk dan tangan satunya menyandar pada bahu ibunya. Setelah dirasa lancar ibunya melepaskan pegangannya tadi. Sembilan, sepuluh langkah pun berhasil Femila lakukan. Namun, tiba-tiba kakinya tersandung batu dan dengan reflek ustadz Mirza lari menghambur ke arah Femila yang masih jatuh tersungkur.
"Are you oke?" Tanya ustadz Mirza sambil mengulurkan tangannya.
Femila masih tertunduk. Tanpa menoleh pun dia tahu dengan jelas pemilik suara itu. Hanyalah sebuah bayangan kebencian yang menghinggapinya pada sesosok ustadz Mirza sehingga suara yang hanya pernah didengarnya beberapa kali begitu hafal ditelinganya.
Ustadz Mirza menarik tangannya karena Femila tetap tidak menoleh untuk menerima uluran tangannya dan seketika dia juga ingat, bukan muhrim.
"Maaf." Ucap ustadz Mirza kemudian.
Mama Anita meraih tubuh Femila kemudian didudukkan ke kursi roda.
"Kita pergi ma." Ajak Femila tanpa menoleh ke arah ustadz Mirza.
"Mbak...tunggu sebentar."
"Sejak kapan aku menikah dengan adikmu. Jadi jangan panggil aku MBAK." Geram Femila dengan menekankan kata MBAK. "Satu hal lagi, please jangan muncul di depan aku."
"Ayo jalan ma." Femila mendatarkan suaranya.
"Setiap melihat kamu penyesalan dan perasaan bersalah selalu meliputiku Femila." Batin ustadz Mirza sambil menatap punggung ibu Femila yang mendorong kursi roda.
Ustadz Mirza berjalan ke kamar rawatnya dengan langkah yang berat.
"Kalau ada donor kaki tentunya hal itu sudah kulakukan Femila." Lirih ustadz Mirza.
...****************...
"Bunda, pagi sekali bunda datang." Femila terkejut begitu masuk kamar rawat ada bunda Rima di dalam.
Bunda Rima tersenyum menghampiri Femila dan menolongnya untuk berdiri dari kursi roda pindah ke ranjang. "Sudah bisa jalan tanpa bantuan mama? Tanya bunda Rima.
"Mending bisa Bun."
"Sedikit demi sedikit pasti nanti terbiasa."
Femila tersenyum kecut. Kata nanti terbiasa seakan melengking di telinganya. "Benarkah? Bukankah ini realitanya , kakiku cacat dan selamanya akan seperti ini, selama hidupku tepatnya." Batin Femila berkecamuk.
" Kruknya bagus nak." Ucap bunda Rima.
"Andra kemarin yang membelikannya. Dia juga bawa kursi roda yang sekarang Femila pakai." Sela mama Anita.
"Andra tidak ikut ke sini?" Lanjut mama Anita.
"Andra sepertinya sibuk, jadi dia langsung ke kantor." Jawab bunda Rima.
Bunda Rima menatap lekat Femila, kemudian mendekat. "Sebenarnya, bunda kesini mau meminta satu permintaan ke kamu." Ucapnya kemudian.
"Apa Bun?" Penasaran Femila dengan menatap bunda Rima yang terlihat gusar.
"Tolong tinggalkan Andra." Lirih bunda Rima.
deg.
Jantung Femila seakan berhenti seketika itu. Hunusan pedang seakan menancap tajam dalam hatinya. Rongga dadanya terasa sesak seakan racun telah terhirup dalam parunya. Seketika itu seperti tumbang namun tetap bernyawa.
"Maafkan bunda sayang. Bunda...bunda ingin, Andra menikah dengan wanita yang sempurna." Jujur bunda Rima dengan buliran air mata yang mulai terlihat di pipinya.
Femila masih terdiam tidak tahu harus menjawab apa karena yang kini dia rasa hanya kegelapan.
flash back on
Andra duduk di samping bundanya. Wajahnya terlihat pucat karena semalam tidurnya tidak nyenyak. Suapan demi suapan makanan masuk ke mulutnya hingga piringnya terlihat kosong.
Mario yang sudah berdiri di samping Andra memberi isyarat kalau mobilnya telah siap.
"Andra, apa boleh bunda minta satu hal sama kamu?"
Andra menatap mimik bundanya yang terlihat tidak seperti biasanya.
"Apa Bun?" Tanya Andra.
"Tolong tinggalkan Femila."Ucapan itu lolos dari mulut bunda Rima setelah semalam menggelayut dalam rongga mulutnya
"Bunda jangan ngacau." Suara Andra agak meninggi.
"Bunda, bunda hanya ingin kamu memiliki pasangan yang sempurna, sehat, dan pada akhirnya kamu akan bahagia."
"Aku harus ke kantor Bun. Tolong jangan memintaku yang tidak-tidak. Selamanya aku akan bersama Femila. Kalau perlu pernikahan kita dipercepat satu bulan lagi." Ucap Andra yang kemudian pergi dari hadapan bundanya karena untuk sekarang percuma harus berdebat dengan bundanya, bundanya tentu akan bulat pada permintaanya.
"Andra..., Andra, tolong dengarkan bunda." Bunda Rima berteriak sambil mengejar langkah Andra. Namun Andra tetap melangkah dengan cepat meninggalkan bundanya dengan jawaban yang masih tak diterima olehnya.
flashback of
"Femila..... ."Mama Anita menggoyangkan lengan anaknya dengan perasaan yang teramat khawatir mendapati anaknya yang kini terdiam kaku.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Widi Widurai
blm tau rasany kl andra yg cacat trs ditinggal org yg dia xinta
2023-07-05
1
Ayu Nuraini Ank Pangkalanbun
paling g ska ada orang tua yg memandang dr segi fisik n materi
2023-02-21
0
Ifti Nisa
sedih bgt sumpah,,nyesek sampe ke hati😭😭kasihan femila... ko camer nya begitu si 😏
2022-08-29
0