bab 11

Ustadz Mirza membaringkan tubuhnya setelah menjalankan salat dhuhur. Sebenarnya dia sudah ingin pulang biar rawat jalan tapi dokter belum mengizinkan untuk pulang.

Ustadz Mirza tidak punya saudara atau pun keluarga di Jakarta. Dia hanya punya pakde dan bude di Jepara. Dari kecil dia sudah jadi anak yatim piatu. Pakde dan budenya hanya mampu menyekolahkan sampai SMA. Setamatnya SMA dia mendapat beasiswa di perguruan tinggi, di sore harinya dia bekerja untuk membiayai selama kuliah. Dia mengambil fakultas keguruan karena memang cita-cita dari kecilnya menjadi seorang guru. Selesai mendapat gelar sarjana ustad Mirza mendapat beasiswa kembali untuk melanjutkan sekolah PPG SM3T (Pendidikan Profesi Guru Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) selama satu tahun kebetulan saat itu dia di tempatkan di Kalimantan. Di Kalimantan itulah ustadz Mirza kuliah dan belajar usaha dari seorang pengusaha mebel dan kerajinan yang saat itu merangkap menjadi seorang bupati. Bapak Hasan nama bupati itu. Beliau pula yang membantu ustadz Mirza melanjutkan sekolah S2 ke Yaman. Setamatnya S2 ustadz Mirza bekerja di Universitas yang sekarang dia tempati.

"Sebenarnya Pak Hasan kecewa karena ustadz tidak bisa datang ke Kalimantan." Ucap Habibi asisten ustadz Mirza.

Habibi adalah asisten ustadz Mirza, sudah enam tahun ini dia bersamanya. Sejak kuliah dia sudah menjadi asdos (asisten dosen) hingga dua tahun setelah kelulusannya dia masih diberi kepercayaan untuk menjadi asisten ustadz Mirza. Namun bukan lagi asdos tapi asisten pribadi nya.

Ustadz Mirza terdiam. "Seharusnya memang saya yang datang ke sana. Mungkin kalau waktu itu ke sana kejadian ini tidak akan terjadi. Tapi saya yakin ada hikmah dibalik semuanya." Batin ustadz Mirza tersenyum kecut.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikum salam." Ustad Mirza dan Habibi menjawab serentak.

"Kak Habibi, ustadz Mirza." Hana menangkupkan kedua tangannya memberi salam.

Habibi dan ustadz Mirza membalasnya.

"Ustadz sudah mending?"

"Alhamdulillah, berkat doa kalian semua."

"Kenapa hanya ustadz Mirza yang kamu tanya? Tidak tanya kabarku?" Celetuk Habibi.

Hana memandang ke arah kakak tingkatnya,"Ngapain juga tanya." Datar Hana.

"Tega benar."

Ustadz Mirza tersenyum melihat tingkah 1 mantan mahasiswanya dan satu lagi calon mantan mahasiswanya." Kalian kalau bertemu kenapa selalu bertengkar?"

"Dia yang mulai ustadz!" Habibi dan Hana kompak mengucapkan kalimat itu sambil saling menunjuk jari ke arah muka masing-masing.

"Subhanallah...sejalan pikirannya." Ucap ustadz Mirza Masih dengan senyum.

Ekspresi muka Hana langsung cemberut

"Hana bawa apa?" Tanya ustadz Mirza mengalihkan pembicaraan melihat Hana yang sudah menampakkan ekspresi yang berbeda.

"Oh...ini ustadz, jeruk. Buah favorit ustadz." Hana mengangkat plastik isi jeruk, kemudian menaruhnya di atas nakas. Tatapannya terhenti ketika melihat satu keranjang buah apel di atas nakas tersebut. "Apel dari siapa ustadz?" Tanyanya kemudian.

"Oh...itu, Habibi yang bawa."

Habibi memasang wajah kaget. Ustadz Mirza langsung mengerdipkan matanya, isyarat mengiyakan ucapannya.

"Oleh-oleh untuk ustadz." Jawab Habibi.

Hana menatap tak percaya pasalnya dia tahu betul ustadz Mirza tidak suka dengan buah apel tapi buah jeruk. Habibi adalah asistennya selama 6 tahun jadi tidak mungkin dia tidak tahu akan hal ini.

"Ribet amat! Tinggal bilang apel untuk kamar sebelah dan entah alasannya apa kok bisa dibawa ke sini lagi." Gerutu batin Habibi.

"Bulan depan kamu wisuda. Mau melanjutkan dimana?" Tanya ustadz Mirza.

"Kata Abah suruh nikah dulu."

Ustadz Mirza tersenyum. Tidak menyangka, bocah yang ketika di pondok selalu ngekor kemanapun dia pergi sekarang sudah tumbuh dewasa.

"Ustadz juga sudah waktunya nikah loh." Sela Habibi.

Ustadz Mirza dan Hana langsung menatap Habibi mengisyaratkan untuk diam.

"Mengapa kalian menatapku seperti itu? Tajam sekali seperti elang akan menerkam mangsanya."

"Habibi!" Ucap ustadz Mirza dan Hana bersama.

"Tuh kan kompak. Jodoh. UPS! Maaf saya diam." Menutup mulutnya sendiri dan ambil sikap diam.

Ustadz Mirza canggung begitu juga Hana.

"Saya makan jeruknya." Ucap ustadz Mirza mencairkan suasana.

Hana langsung mengambilkan jeruk yang ada di atas nakas. Diambil satu untuk ustadz Mirza dan satu untuk Habibi.

Ketika makan, ustadz Mirza mencerna ucapan Hana. "Nikah? Dengan siapa Hana menikah? Apakah Romo Kyai sudah punya calonnya?" Batin Ustadz Mirza bertanya-tanya. Ada rasa yang entah kenapa dirinya menelan dengan pahit kenyataan kalau wanita yang ada di depannya harus menikah dan mungkin dengan orang lain.

...****************...

Andra langsung masuk ke kamar bundanya. "Maksud bunda apa berkata seperti itu sama Femila?" Tanpa basa-basi Andra bertanya pada bundanya.

Bunda Rima masih menatap keluar jendela. Masih diam belum menanggapi pertanyaan anaknya yang penuh emosi.

"Bunda!" Suara Andra meninggi dan ini baru pertama kalinya Andra berbicara pada bundanya dengan suara tinggi.

"Saya mohon bun, cukup restu bunda untuk hubungan kami. Manusia tidak ada yang sempurna. Tapi saya yakin Femila orang sempurna untuk saya jadikan pendamping hidup." Suara Andra mulai didatarkan.

Bunda Rima masih diam.

"Bun, apa karena masa lalu bunda? Sehingga bunda meminta kita putus? Kurang 2 bulan lagi kita menikah bun, bunda juga tahu kan saya sangat mencintai Femila."

Menoleh ke arah Andra. "Bunda tidak ingin kamu mengulang masa lalu bunda." Ucap bunda Rima.

"Jangan samakan masa lalu bunda dengan hidupku." Andra meninggikan suaranya.

"Bunda lelah, kamu keluar dulu." Bunda Rima menarik tangan Andra untuk keluar.

Andra mengalah, untuk sekarang percuma melanjutkan pembicaraannya dengan bunda Rima.

"Ahhh!" Mengusap kasar rambut kemudian Andra melangkah pergi.

Sementara, bunda Rima yang ada di kamar masih dengan diam air matanya mulai keluar dari pelupuk mata. Rasanya perih mengingat masa lalunya dan kini terulang lagi pada Andra, anak semata wayangnya.

"Maafkan bunda sayang. Bunda tidak ingin kamu mengulang kelam masa lalu bunda hingga penyesalan yang tiada ujung."

"Maaf nyonya, makan siang sudah terlewatkan dua jam. Apa perlu saya bawa ke kamar makan siangnya?" Tawar Dian.

"Tidak perlu Dian. Saya mau istirakhat dulu. Silahkan kamu keluar." Ucap bunda Rima.

"Tapi nyonya, tadi tuan Andra menyuruh saya untuk mengajak nyonya makan siang."

Bunda Rima menatap Dian. Dian masih menundukkan kepalanya, tidak berani membalas tatapan nyonyanya. " Baik nyonya. Kalau ada apa-apa silahkan panggil saya." Dian memutar knop pintu dan keluar dari kamar nyonyanya.

"Masa lalu itu sangat pahit Dra, sampai kapanpun bunda tidak akan merestui hubungan kalian." Batin bunda Rima.

Bunda Rima melangkah ke laci yang ada di dekat ranjang tidur, mengambil sebuah foto. Didekaplah foto itu sambil membaringkan tubuhnya ke kasur.

"Maaf tuan, nyonya tidak mau makan." Lapor Dian kepada Andra.

"Nanti sore kamu bujuk lagi."

Andra melangkah pergi. Masuk ke parkiran dan melajukan mobilnya.

Mario sedari tadi meneleponnya, mengabarkan kalau 15 menit lagi akan meeting dengan perusahaan GLOBAL KONSTRUKSI.

Andra melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi namun ketika melewati tikungan Andra lepas kontrol kemudi dan...

citttttttttttttt brug!prang!

...****************...

Terpopuler

Comments

Nur hikmah

Nur hikmah

aduh andra knp lgi.....uuh

2021-08-18

4

Ola-

Ola-

Aku mampir, jangan bandingkan dirimu dengan orang lain, kehidupanku adalah hidupku.Kehudupanmu adalah hidupmu,jika kita selalu melihat kemasan lalu.Tidak akan ada kebahagian untuk masa depan ,


😘 salam dari CINTA Sarina

2021-08-09

3

Neti Jalia

Neti Jalia

nyicil boom like🤗🙏

2021-07-25

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!