Menata Hati-1

Adel

Siapapun yang ada di posisiku pasti akan bertanya, "Apakah Bu Sri dan Bu Jojo paranormal? Cenayang? Atau anak Indigo?"

Aku bukan Maya yang memiliki keterikatan batin dengan Duo Julid. Mengenal mereka hanya sebatas saling kenal biasa.

Kedekatan kami hanya sekedar berangkat bareng ke kondangan Maya. Kalau masalah nyium bau kentut bareng itu bukan masuk kategori dekat ya. Beda itu mah.

Yang mengherankan adalah, Duo Julid ternyata lebih peka tentang kegalauanku dibanding Mamaku sendiri. Mama saja seenaknya berkata tanpa mikirin perasaanku. Lah mereka yang notabene bukan siapa-siapa aku malah lebih dekat dan peka. Heran...

"Aku enggak ada apa-apa kok, Bu." membohongi Duo Julid tidak semudah yang dipikir. Mereka makhluk yang peka. Amat peka.

"Bohong ah kamu. Enggak cihuy." Bu Sri menuangkan saus ke dalam mangkok bakso yang masih mengepulkan asap panas. Bisa bangkrut tukang bakso kalau semua pembelinya kayak Bu Sri. Pakai saos enggak kira-kira.

Aku mengangin-anginkan kuah bakso agar dingin. Makan bakso tanpa saus dan sambal seperti biasanya.

"Selera kamu sama kayak Maya, Del. Beneran kayak anak kembar kalian. Tapi bedanya tingkat kepintaran kamu melebihi tingkat keoonan Maya." komentar Bu Jojo.

"Ih Ibu mah begitu. Saya memang mirip sama Maya, Bu. Karena banyak hobby dan kebiasaan kita yang sama."

"Terus kamu lagi mikirin apa? Mukanya suntuk begitu." Bu Sri kembali lagi ke topik bahasan sebelumnya.

Aku menghela nafas. Kayaknya percuma menghindar dan berbohong dari ibu-ibu super peka ini. Ditanya terus sampai aku jawab dengan jujur.

"Aku lagi kepikiran sama temanku, Bu." pakai alasan teman. Berbohong sedikit tak masalah toh.

"Kenapa teman kamu?" tanya Bu Sri yang sedang membuka plastik kerupuk dan mencelupkannya di kuah super pedasnya tersebut.

"Teman aku habis dilamar tapi enggak suka sama cowok tersebut."

"Yaudah tolak aja." jawab Bu Sri asal.

"Udah. Nah masalahnya mamanya temanku ternyata setuju, sedang papanya temanku masih ragu dan agak kurang setuju."

"Yang ngejalanin pernikahannya siapa? Mamanya atau anaknya?"

"Ya anaknya Bu."

"Ya kalau anaknya enggak sreg orang tua bisa apa? Enggak bisa dipaksain, Del. Tapi...."

Jawaban Bu Sri yang menggantung membuatku semakin penasaran. "Tapi apa Bu?"

"Biasanya seorang ibu tuh punya feeling kuat akan sesuatu. Enggak bakalan Ibu mau anaknya menderita. Malah ibu tuh ibaratnya kaki di kepala, kepala di kaki kalau demi anaknya."

"Termasuk ibu yang matre sekalipun?" rasa penasaran membuatku bertanya tentang apa yang mengganjal sekali dalam hatiku.

Bu Sri terlihat berpikir sejenak, otak mah mikir tapi mulut tetap aja asyik ngunyah. Mengetahui sahabatnya buntu dalam memberi jawaban, Bu Jojo pun turun tangan. Ia yang sejak tadi hanya nyimak akhirnya menyuarakan isi hatinya.

"Menurut saya, matre tuh ada kategorinya. Matre untuk kebaikan atau matre untuk keuntungan sendiri. Matre untuk kebaikan itu biasanya bukti cinta seorang ibu pada anaknya. Dia mau anaknya hidup nyaman, makanya mau anaknya mendapat jodoh yang mapan. Ya salah satu bentuk kasih sayang lah."

"Kalau matre untuk keuntungan sendiri, apa bedanya?" tanyaku sambil memakan bakso dengan pelan.

"Ya dia yang minta dibeliin macem-macem. Kayak minta mobil, rumah, perhiasan. Kalau yang diminta hanya hal-hal receh mah masih wajar. Enggak ada apa-apanya dibanding jasa tuh ibu dalam membesarkan seorang anak."

Jawaban yang masuk akal. Aku hanya manggut-manggut saja mendengarnya. Aku lalu beranikan diri untuk mengajukan pertanyaan yang sejak tadi mengusik pikiranku.

"Oke, lupakan tentang orang tua yang matre. Sekarang masalahnya teman aku tuh enggak suka sama tuh cowok. Apa masih harus dilanjutkan hubungannya?"

"Enggak usah!" jawab Bu Jojo.

"Lanjutin lah!" jawab Bu Sri.

"Wah enggak kompak nih jawabannya." Aku tertawa kecil dibuatnya. Asyik juga ternyata mengobrol sama mereka.

"Kalau saya mah pernikahan itu harus dilandasi oleh cinta." jawaban puitis dari Bu Jojo.

"Kalau saya mah enggak pakai cinta udah jadi tuh anak dua. Kawin mah pake urat bukan pake cinta ha...ha...ha..."

Kami pun tertawa mendengar jawaban asal dari Bu Sri. Jawaban khas emak-emak tukang rumpi di tukang sayur.

"Ih ibu mah jawabannya menjurus ke hal-hal goib." ledekku.

"Bukan hal goib, Del. Hal yang rasanya enak tapi tanpa wujud. Tapi saya serius Del. Cinta tuh hadir karena biasa. Asal kamu mau membuka hati dan diri, cinta pasti bisa hadir. Sekarang saya nanya sama kamu, dia baik enggak orangnya?"

Tanpa ragu kujawab, "Iya."

"Setia enggak orangnya?"

"Dulu sih player tapi sekarang udah tobat. Makanya mau berhubungan serius... sama temanku." tak lupa aku menambahkan kata temanku agar tidak ketahuan bohongnya.

"Hmm... Udah ada dua poin plus. Lalu keluarganya gimana? Maksudnya selain kaya, baik enggak? Orang tuanya bibit mertua yang bikin menantu makan hati enggak?" Bu Sri kini menikmati es campurnya. Memakan tape singkong dicampur kuah es. Membuatku reflek menelan ludah, ngiler. Enak banget kayaknya.

"Mama Papanya sih baik. Hangat lagi. Malah keluarga idaman... temanku. Dan menantu mereka juga hidup bahagia dengan mereka, berarti kan mertua yang baik."

"Lantas apa yang kamu khawatirkan?" tanya Bu Jojo tiba-tiba.

"Ya bukan gitu, eh... teman saya maksudnya Bu. Teman saya enggak khawatir. Hanya merasa enggak bisa aja hidup dengan orang yang dia enggak cinta. Gitu aja." hampir aku terjebak pertanyaan Bu Jojo. Kayaknya mereka sudah menduga nih, curhatanku bukan tentang temanku tapi tentang diriku sendiri.

"Yaelah masih aja bahas cinta. Makan tuh cinta! Negara lain mah udah sampai ke Mars ini masih aja ngomongin cinta. Cinta mah bisa dibikin Neng. Dan bikin anak juga enggak usah pakai cinta. Yang penting tuh cowok bener, tanggung jawab. Nanti cinta juga datang sendiri." jawab Bu Sri ceplas-ceplos seperti biasanya.

"Ya... Ya itu kan terserah teman Adel, Bu. Lagi juga teman Adel udah ada orang yang dia suka kok."

"Kamu makan bakso aja lama banget, Del. Sini saya bantuin." tanpa permisi Bu Sri mencomot sabuah bakso dari mangkokku dan memakannya. Lagi-lagi seenaknya sendiri. Bener-bener deh. Kok Maya tahan ya temenan sama yang model kayak gini?

"Kalau kurang pesan lagi sama, Sri. Laper banget kayaknya kamu!" protes Bu Jojo.

"Enggak usah. Ini cuma gemes aja liat Adel makannya dikit-dikit dan lama banget. Keburu dingin nanti bergaji baksonya." Bu Sri kembali menatapku.

"Del, teman kamu kan suka sama orang lain, tuh orang yang disukain juga suka sama teman kamu enggak? Apa jangan-jangan cuma punuk merindukan rembulan?" pertanyaan Bu Sri lebih ke sindiran menurutku.

"Ya... Enggak tau, Bu. Kayaknya sih enggak suka." jawabku jujur.

"Berarti kamu bodoh, Del. Melepas yang mencintai kamu dan memilih yang kamu cintai. Kamu inget enggak ceritanya Sancay dan Tao Ming Tse? Si Sancay kan sukanya sama Hua Ce Lai, padahal yang suka sama dia tuh Tao Ming Tse. Nah ujung-ujungnya yang bikin Sancay cinta mati kan Tao Ming Tse. Artinya apa? Artinya cinta datang karena biasa." wow... mantap banget nih ceramahnya Bu Sri. Bawa drama Taiwan segala.

"Witing tresno jalaran soko kulino, artinya cinta tumbuh karena terbiasa." kata Bu Jojo menambahkan.

"Iya sih. Eh... Itu kan cerita teman Adel. Kenapa malah Adel yang dibilang bodoh?" tanyaku tak terima.

"Kalau mau bohong jangan sama kita, Del. Masternya master kok dibohongin, iya enggak Jo?" kata Bu Sri dengan sombongnya.

"Iya lah. Duo Julid gitu. Salam jagung rebus, hobah!" Bu Jojo dan Bu Sri pun toss-tossan.

Malu ketahuan berbohong aku memilih diam saja. Ternyata mereka tak sebodoh yang kupikir. Pelajaran hari ini Del, don't judge a book by a cover.

****

Richard

Aku menaruh nampan makan siang diatas meja yang masih kosong. Aku lapar berat, sejak kemarin belum makan lagi.

Ternyata efek langsung patah hati adalah lapar. Sok-sokan kemarin enggak mau makan eh sekarang malah laper banget dan makan kayak orang kesetanan.

"Hi Cat!" sapa Lidya yang langsung menaruh nampan dan duduk di depanku. Kami memang biasa makan siang bareng. Sejak dua sejoli Maya dan Leo jarang makan siang bareng kini hanya aku dan Lidya yang makan siang bareng di kantin. Aldi sudah gabung dengan geng Fahri dan Anggi.

"Mm." jawabku dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Laper banget kamu kayaknya. Memangnya enggak sarapan?" tanya Lidya yang mulai menikmati makan siangnya.

"Enggak. Tadi pagi kesiangan." jawabku setelah mulutku kosong tak ada makanan lagi.

"Tumben. Biasanya paling rajin ke kantor."

"Tadi agak meriang. Jadi aku habis solat subuh tidur lagi. Baru bangun jam setengah 7, langsung aja ngacir ke kantor." gimana enggak meriang, kemarin perut kosong malah bertapa di bawah shower ya greges-greges deh badan. Untung sekarang Leo enggak pake motor lagi, dengan motor Leo enggak telat masuk kantor.

"Udah minum obat belum?" Lidya sekarang suka kasih perhatian padaku. Mungkin udah berani kali padaku karena aku enggak suka lagi sama dia. Kalau dulu kan takut-takut gitu.

"Enggak usah minum obat. Tadi pagi mandi air hangat dan minum susu hangat di pantry, udah enakkan sekarang." aku memakan lagi makananku yang tinggal beberapa suap lagi.

"Oh yaudah. Kamu lagi ngerjain proyek apa Cat?" Lidya mengalihkan pertanyaan. Suara berisik di belakangku membuatku menunggu mereka sampai lebih tenang baru menjawab pertanyaan Lidya.

"Aku lagi belajar manajemen sekarang Lid. Papa sudah menyuruhku terjun langsung bantuin Leo. Kasihan Leo kalau handle semua sendiri." rencana Papa akhirnya aku iyakan saat pagi tadi berpapasan dengan Papa. Aku harus menyibukan diri daripada terus patah hati.

"Wah bagus dong. Kenapa enggak dari dulu aja sih kamu belajar manajemen perusahaan? Kamu pasti cepat tanggap deh, otak kamu kan cerdas." puji Lidya. Nampaknya Ia senang sekali mendengar aku mau belajar manajemen. Terlihat dari matanya yang berbinar-binar.

"Aku memang pintar, namun enggak bijak kayak Leo. Makanya pimpinan tetap Leo yang pegang. Aku pegang manajemen dan strategi perusahaan. Saling membantu lah. Toh perusahaan ini untuk anak cucu Papa nantinya. Jangan hancur hanya karena keegoisan seseorang."

Lidya bertepuk tangan. "Kamu beneran berubah banget ya. Kayak orang yang dicuci otaknya. Kamu jauh banget bedanya dibanding kamu dulu. Udah enggak ambisi lagi. Malah mulai bijak. Wah salut aku jadinya."

"Beneran nih salut? Nyesel dong dulu nolakku?" ledekku. Beneran murni menggoda saja bukan modus.

"Ih apaan sih. Yang lalu biarlah berlalu." Lidya pun menunduk malu. Dan aku tak menyadari arti sikapnya yang malu-malu itu.

Selesai makan aku kembali lagi ke ruanganku. Papa sudah menyediakan ruangan baru untukku. Letaknya bersebelahan dengan Leo. Bedanya aku tak memiliki sekretaris pribadi seperti Leo.

Tok...tok....tok...

"Masuk." kataku mempersilahkan yang mengetuk pintu ruanganku.

"Gimana ruangannya? Suka?" ternyata Papa yang datang bersama sekretaris pribadinya.

"Suka-suka aja. No problemo. Papa mau minum apa?" aku berjalan menuju lemari es di sudut ruangan.

"Susu Beruang aja. Biar sehat." jawab Papa.

"Enggak ada. Adanya You D dan Jus. Mau yang mana?"

"Jus aja. Rasa apa aja terserah."

Aku mengambil dua buah minuman lalu meletakkannya di depan Papa dan sekretaris pribadinya. "Diminum, Om."

"Kamu udah terima berkas-berkasnya kan? Kamu pelajari dulu lalu konsultasi sama Leo. Belajar cara Leo mengambil keputusan kayak gimana. Biar begitu adik kamu bijak dan keputusannya banyak mendatangkan keuntungan buat perusahaan."

"Iya, Pa."

"Belajar yang banyak. Tapi Papa enggak mau kamu memimpin perusahaan ini."

Perkataan Papa membuatku spontan mengangkat kepalaku. "Maksud Papa apa?"

Apa Papa mau mendepakku dari perusahaan?

Apa Papa akhirnya menyerahkan perusahaan ini sama Leo?

Apa aku akhirnya tak dibutuhkan?

Aku sudah berpikiran buruk sebelum Papa memberitahu maksud perkataannya apa.

"Tenang dulu. Jangan emosi. Jangan mikir jelek dulu." Papa menenangkanku sebelum emosi menguasaiku.

"Ya terus?"

"Jadi begini, Papa merasa kamu tuh tipikal orang yang menyukai tantangan. Beda dengan Leo yang orangnya suka berinovasi. Nah, Papa tuh mau memfasilitasi kamu. Gunakan kepintaran yang kamu miliki. Papa yakin akan berhasil nantinya."

"Richard enggak ngerti. Maksud Papa apa?"

Papa tersenyum. Senyum misterius yang penuh rencana. "Papa mau kamu buat perusahaan sendiri."

"Bikin perusahaan? Caranya?"

"Ya itu!" Papa menunjuk setumpuk berkas dan laporan di mejaku. "Pelajari dulu berkasnya. Perdalam ilmu manajemen dan marketing kamu. Papa mau kamu mulai bangun perusahaan dari nol. Dengan kemampuan kamu, Papa yakin kamu pasti bisa."

"Papa yakin?" tanyaku ragu-ragu.

"Kapan Papa pernah ragu dalam membuat keputusan?"

Aku pun terdiam. Memiliki perusahaan sendiri. Perusahaan yang aku bangun sendiri mulai dari nol. Perusahaan tanpa mendompleng nama besar Papa, ya meskipun modalnya dari Papa sih.

"Oke. Richard setuju. Richard bakalan belajar lebih serius lagi." tekadku.

"Nah gitu dong! Baru anaknya Dibyo Kusumadewa. Kamu mau buat perusahaan apa?" tanya Papa.

"Richard enggak mau buat perusahaan, Pa. Richard mau buat Bank. Perusahaan Papa banyak, berbagai bidang usaha ada. Richard mau buat Kusumadewa Bank. Gimana?"

Papa geleng-geleng kepala mendengar ideku. "Papa enggak nyangka ide kamu. Out of the box tentunya. Oke! Papa setuju."

Aku tersenyum senang. Oke, mari tunjukkan sama Papa kalau aku bisa!

Terpopuler

Comments

ani surani

ani surani

🤣🤣🤣 ketauan juga akhirnya

2024-11-09

0

dyul

dyul

ngeboongnya..... gak mantep, jadi ketahuan dah, duo julid di lawan🤣🤣🤣

2024-03-08

0

Mari Anah

Mari Anah

jawaban yg somplak🤣🤣🤣🤣🤣

2023-11-23

0

lihat semua
Episodes
1 Lupa Atau Pura-Pura Lupa
2 Si Barang Branded Berjalan
3 Meledaknya Bom Atom
4 Ijin
5 Jalan-jalan ke Mall
6 Runtuhnya Masa Kejayaan
7 Sisi Kelam
8 Toxic People
9 Curiga
10 Pemandangan Indah Di Pagi Hari
11 Babang Icad
12 Happy Birthday
13 Calon Istri
14 Menepati Janji
15 Berdamai Dengan Masa Lalu
16 The Untold Story
17 Mobil Yang Bikin Kagum
18 Buah Dari Kebaikan
19 Tipikal Menantu Idaman
20 Menata Hati-1
21 Menata Hati-2
22 Kesempatan Yang Akhirnya Datang Juga
23 Bridal Shower
24 Dibalik Wajah Merah Merona-1
25 Dibalik Wajah Merah Merona-2
26 Tawaran Yang Masih Berlaku
27 Menyatukan Kepingan Hati
28 Restu-1
29 Restu-2
30 Sebuah Kenyataan Pahit
31 You Are Not Alone
32 Breakfast With Love
33 Mamah Sri Beraksi
34 Balada Jemuran
35 Titanic
36 Klepek-Klepek
37 Gombal Terooos
38 Teman Lama-1
39 Teman Lama-2
40 Zakaria
41 Cahyani
42 Ridwan dan Luthfi
43 Gombal Lagi
44 Family Time
45 Durian
46 Lamaran
47 1 % Kesempatan
48 Bimbang
49 Stalking
50 Mendekati Hari-H
51 Kevin
52 Akad Nikah
53 50 First Date
54 Our First Kiss
55 Suamiku Adalah Pimpinan Cabangku
56 Pesona Sang Casanova-1
57 Pesona Sang Casanova-2
58 Pertengkaran Pertama
59 Terbentang Jarak
60 Mengenalmu Lebih Dekat-1
61 Mengenalmu Lebih Dekat-2
62 You and your world
63 Me and My World
64 Disini Tanpamu
65 Duniamu
66 Duniaku
67 Orang Julid Adalah Teman Yang Tertunda
68 Saat Kau Jauh-1
69 Saat Kau Jauh-2
70 Profesional Dalam Bekerja
71 Nona Manis
72 Me and You = Kita
73 We Time, Only You and Me
74 If You Know, How Much I Love You
75 3 L (Lelah, Letih, Lesu)
76 GIrls Talk
77 Perselisihan di Depan Ruang Operasi
78 Bandung Lautan Amarah-1
79 Bandung Lautan Amarah-2
80 Bandung Lautan Amarah-3
81 Bandung Lautan Maaf
82 Concealer Tak Bisa Menutupi Semuanya
83 Riya Membawa Masalah
84 Tak Bisa Tidur Sendiri
85 Terpaan Gosip-1
86 Terpaan Gosip-2
87 Salah Strategi
88 Bullying
89 Gerry
90 Firasat
91 Over Protected-1
92 Over Protected-2
93 Richard Kusumadewa
94 Kekhawatiran Keluarga Kusumadewa
95 Memaafkan Bukan Berarti Selesai Begitu Saja
96 Pecel Lagi... Pecel Lagi....
97 Pesta Resepsiku
98 Like Father Like Son
99 JENAKA
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Lupa Atau Pura-Pura Lupa
2
Si Barang Branded Berjalan
3
Meledaknya Bom Atom
4
Ijin
5
Jalan-jalan ke Mall
6
Runtuhnya Masa Kejayaan
7
Sisi Kelam
8
Toxic People
9
Curiga
10
Pemandangan Indah Di Pagi Hari
11
Babang Icad
12
Happy Birthday
13
Calon Istri
14
Menepati Janji
15
Berdamai Dengan Masa Lalu
16
The Untold Story
17
Mobil Yang Bikin Kagum
18
Buah Dari Kebaikan
19
Tipikal Menantu Idaman
20
Menata Hati-1
21
Menata Hati-2
22
Kesempatan Yang Akhirnya Datang Juga
23
Bridal Shower
24
Dibalik Wajah Merah Merona-1
25
Dibalik Wajah Merah Merona-2
26
Tawaran Yang Masih Berlaku
27
Menyatukan Kepingan Hati
28
Restu-1
29
Restu-2
30
Sebuah Kenyataan Pahit
31
You Are Not Alone
32
Breakfast With Love
33
Mamah Sri Beraksi
34
Balada Jemuran
35
Titanic
36
Klepek-Klepek
37
Gombal Terooos
38
Teman Lama-1
39
Teman Lama-2
40
Zakaria
41
Cahyani
42
Ridwan dan Luthfi
43
Gombal Lagi
44
Family Time
45
Durian
46
Lamaran
47
1 % Kesempatan
48
Bimbang
49
Stalking
50
Mendekati Hari-H
51
Kevin
52
Akad Nikah
53
50 First Date
54
Our First Kiss
55
Suamiku Adalah Pimpinan Cabangku
56
Pesona Sang Casanova-1
57
Pesona Sang Casanova-2
58
Pertengkaran Pertama
59
Terbentang Jarak
60
Mengenalmu Lebih Dekat-1
61
Mengenalmu Lebih Dekat-2
62
You and your world
63
Me and My World
64
Disini Tanpamu
65
Duniamu
66
Duniaku
67
Orang Julid Adalah Teman Yang Tertunda
68
Saat Kau Jauh-1
69
Saat Kau Jauh-2
70
Profesional Dalam Bekerja
71
Nona Manis
72
Me and You = Kita
73
We Time, Only You and Me
74
If You Know, How Much I Love You
75
3 L (Lelah, Letih, Lesu)
76
GIrls Talk
77
Perselisihan di Depan Ruang Operasi
78
Bandung Lautan Amarah-1
79
Bandung Lautan Amarah-2
80
Bandung Lautan Amarah-3
81
Bandung Lautan Maaf
82
Concealer Tak Bisa Menutupi Semuanya
83
Riya Membawa Masalah
84
Tak Bisa Tidur Sendiri
85
Terpaan Gosip-1
86
Terpaan Gosip-2
87
Salah Strategi
88
Bullying
89
Gerry
90
Firasat
91
Over Protected-1
92
Over Protected-2
93
Richard Kusumadewa
94
Kekhawatiran Keluarga Kusumadewa
95
Memaafkan Bukan Berarti Selesai Begitu Saja
96
Pecel Lagi... Pecel Lagi....
97
Pesta Resepsiku
98
Like Father Like Son
99
JENAKA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!