Delima
Calon istri?
Calon istri?
Calon istri?
Kata-kata Richard bagai suara yang terus menggema di kepalaku. Bagaimana bisa tanpa tendeng aling-aling Richard mengucapkan perkataan seperti itu.
Wrong moment in a wrong place. Waktu dan tempatnya enggak tepat. Ini tuh lagi acara ulang tahun Maya. Untuk apa mengumumkan hal yang belum diklarifikasi denganku ke semua orang?
Aku menatap Richard dengan tatapan penuh tanda tanya. Maksudnya apa bicara seperti itu? Richard melihat ke arahku lalu menyunggingkan seulas senyum. Ih enggak peka banget sih jadi orang!
"Beneran, Del? Kamu beneran calon istrinya Kakanda?" Maya sudah menanyakan hal yang sama beberapa kali.
"Er... Bohong. Richard lagi becanda aja kok." aku harus meluruskan kesalahpahaman ini. Jangan malah membuat benang kusut semakin kusut saja.
"Bener, May. Masa Kakandamu ini bohong sih? By the way, happy birthday to you my sister in the law. Hope you happy forever and get all you want in this world." Richard memeluk Maya dan mengusap rambutnya lembut.
Wait! Tadi Richard nyebut apa? Sister in the law? Kok bisa?
"Ayo aku kenalkan kamu sama Mama dan Papa." keterkejutanku belum selesai, Richard menarik tanganku menghampiri... Bapak Kusumadewa yang terkenal itu!
*What?
Really*?
Ini enggak bohong kan?
"Pa, Ma. Kenalin, ini Adel." Richard memegang pinggangku dan mengenalkanku pada kedua orang tuanya.
"Del, ini Papa aku yang fenominil dan mandraguna, Papa Kusumadewa. Dan ini Mama aku yang cantik dan anggun, Mama Lena."
Tunggu, ini beneran orang tua Richard? Aku enggak percaya. Pasti bohong deh! Aku pun salim dengan hormat pada kedua orang terpandang yang enggak pernah kubayangkan akan berdiri di depanku.
"Mama sih udah kenal, Cat. Dulu dikenalin sama Mama di Mayestik. Kamu beneran calon istrinya Richard? Wah kalau benar dunia beneran sempit banget ya." Lah ini Mamanya Leo malah bicara kayak gitu. Jadi Richard beneran Kakaknya Leo? Kok enggak mirip?
"Memangnya Mama ketemu di Mayestik? Kapan?" Pak Kusumadewa yang sejak tadi asyik menikmati es jeruk ikut bertanya.
Mamanya Richard menepuk kursi kosong di sebelahnya."Duduk sini, Del."
Aku dengan malu-malu duduk di samping Mamanya Richard mendengarkan Mama dan Papanya membicarakanku.
"Dulu waktu beli bahan sama Maya. Mama dikenalin. Tapi waktu itu si Adel ini pake jaket tebel eh pas pake baju kayak gini keliatan toh cantiknya. Ayu tenan iki." puji Mama sambil mengusap lenganku pelan.
Aku tersipu malu dibuatnya. Mama Lena memang baik, aku tahu sejak pertama kami bertemu. Waktu itu aku merasa sangat iri karena Maya memiliki Mama mertua sebaik dan sehangat Mama Lena. Apakah aku akhirnya akan memilikinya juga?
"Ini beneran kalian udah sampai sejauh ini?" Maya tiba-tiba berdiri di sampingku dan Richard. Masih penasaran rupanya dia. "Surprise banget kalau beneran sampai kejadian."
Maya tersenyum lebar. Sebahagia itu dia. Padahal aku saja masih bingung dan tak tau arahnya akan dibawa kemana. Menolak juga enggak mungkin, bisa mempermalukan Richard di depan keluarganya.
"Udah sana balik ke kursinya. Kepo banget ih!" omel Richard.
"Ih Kakanda mah, ini kan ulang tahun aku. Kenapa kasih surprise kayak gini tanpa ada aba-aba dulu sih?" protes Maya.
"Namanya juga surprise. Kalau dikasih tau duluan namanya pengumuman Malih!"
"Ih itu kan kata-kata aku. Nyontek aja nih!" protes Maya.
Bukannya membalas, Richard malah menegur Leo. "Yo, istrinya suruh diem dulu ngapah. Mau ngomong serius nih. Kalo perlu iket dulu di bangku biar enggak gangguin orang gitu!"
Leo menatap Maya sambil tersenyum. Terlihat sekali betapa Leo amat mencintai sahabatku yang bak bidadari tersebut.
"Kita duduk dulu ya Sayang. Kita dengerin aja dulu apa yang terjadi. Oke?" Leo menghampiri Maya dan menggandengnya dengan lembut agar kembali ke kursinya semula.
"Tapi aku penasaran. Mau tau." rengek Maya.
"Iya. Karena penasaran makanya kita duduk. Biar Richard yang jelasin nanti ya." Leo menjelaskan dengan sangat sabar. Membuatku semakin iri melihat pasangan ini.
Leo yang sabar dan Maya yang kadang seperti anak kecil nan manja. Maklum anak perempuan satu-satunya. Mereka bagai baju dan kancing, saling melengkapi.
Maya akhirnya menurut dengan perkataan Leo. Kembali duduk di kursinya dengan rasa penasaran yang semakin membuncah.
Aku pun kalau ada di posisi Maya akan merasakan hal yang sama. Belum lama diperkenalkan eh tiba-tiba datang dengan status sebagai calon istri. Pasti banyak pertanyaan yang ingin diutarakan.
"Ehem! Jadi... Adel sama Richard sudah sejauh mana hubungannya?" Bapak Kusumadewa bertanya dan menatap langsung ke dalam mataku. Membuatku merasakan aura kharismatiknya yang besar. Membuatku seakan menciut dan merasa kerdil di depannya.
"Aku... Richard sama aku-"
"Kami udah pernah kenal beberapa bulan lalu. Tepatnya saat aku dinas ke luar kota. Kami langsung klop dan sempat beda pendapat sedikit. Mungkin sudah takdirnya kami kembali bertemu. Jadi aku membawa Adel kesini mau diperkenalkan ke semuanya sebagai calon istriku."
Tanpa meminta ijin. Tanpa berdiskusi dulu. Richard menyuarakan isi hatinya.
"Tapi-" aku mau menyuarakan isi hatiku namun Richard kembali memotong ucapanku.
"Kami masih dalam proses pendekatan. Bukan menikah dalam waktu dekat ini." Richard menatapku lekat lalu menggenggam tanganku. Ia menyunggingkan seulas senyum padaku. "Tapi aku yakin dengan pilihanku ini. Sebelum aku menemui orang tua Adel, aku mau memperkenalkan dengan resmi pada Papa dan Mama dahulu."
Reflek aku melepaskan tanganku dari genggamannya. Apa-apaan coba melakukan sesuatu seenaknya sendiri?
Maya yang mendengar perkataan Richard sampai terkejut dan mulutnya terbuka. Cepat-cepat Ia menutupnya dan langsung bertepuk tangan.
"Hebat Kakanda! Hebat! Keren euy! Aku dukung? Cayo!"
Semuanya kini menatap Maya dan ikut tersenyum dengan kelakuan absurdnya di momen serius kayak gini.
Tapi aku enggak tersenyum. Aku seperti masih melayang dan tak napak bumi. Antara percaya dan tidak. Langsung diajak nikah dadakan begini, siapa yang enggak akan shock coba?
"Heh anak bandel!" Bapak Kusumadewa tiba-tiba memukul kepala Richard dengan sendok. Lumayan kencang sampai membuat Richard mengaduh kesakitan.
"Apaan sih Papa! Sakit tau!" protes Richard.
"Kamu lagi-lagi membuat keputusan sendiri ya? Pasti belum mendengar pendapat dari Adel dulu kan? Kebiasaan nih suka seenaknya sendiri!" wow ternyata Bapak Kusumadewa tau apa yang kurasakan. Daebak. Peka banget. Tau apa yang kurasakan.
Aku langsung menjadi fans Bapak Kusumadewa dalam sekejap. Bahkan aku mau mengacungkan jempol mendukungnya. Hajar terus anakmu yang seenaknya sendiri.
"Bukan seenaknya, Pa. Aku tuh hanya melihat peluang dan langsung merealisasikannya." Richard mulai membela diri.
"Terus kamu langsung mendeklarasikan kayak gitu tanpa menanyakan pendapatnya dulu gitu? Peluang itu ada tapi kamu juga harus ada usaha dulu. Harus dikonfirmasi dulu. Bukan ujug-ujug langsung bilang calon istri. Kasihan tuh mukanya Adel sampai pucat begitu. Niatnya ngerayain ulang tahun sahabatnya malah jadi hari eksekusi. Dasar laki-laki enggak peka!"
Bapak Kusumadewa... I love you so much! Aku fans berat kamu Pak!
"Kayak Papa peka aja!" masih gerutu aja nih Richard.
"Ya peka lah. Makanya kamu main games The Sims dong. Step by step deketin cewek. Bukan langsung deklarasi begitu."
Aku yang sekarang terkejut. Jadi Bapak Kusumadewa main games The Sims gitu? Kok iso?
"Betul tuh! Jangan mau Del diumumin jadi calon istri kalau belum dilamar langsung!" Maya ikut mengompori.
"Adinda, ini tuh Kakandamu lagi ngelamar. Apa Kakanda harus ngamar dulu baru ngelamar?" dan kami semua langsung menatap Richard seperti akan menerkamnya. "He...he...he... Boong. Becanda. Peace.... Peace...."
"Enggak lucu tau Kakanda! Awas aja kalau berani gitu sama sahabat aku!" ancam Maya. Aku rasanya mau langsung memeluk sahabat baikku itu. Selalu membelaku dimana saja.
"Ya terus aku harus gimana? Langsung nyatain sebagai calon istri salah. Mau ngelamar disini juga salah. Ah aku mah emang enggak pernah ada benernya. Salah melulu."
"Emang." jawab Maya, Leo, Mama dan Papanya kompak.
"Ih kalian mah kompak banget ya kalau nyerang aku!"
"Iya dong!" lagi-lagi keempat orang itu menjawab kompak. Membuatku tak kuasa menahan tawa melihat keluarga ini. Kompak dan lucu banget.
"Ih kamu senyum. Jangan bilang kamu mau gabung ke keluarga aku ya yang kompak ini?" Richard meledekku yang ketahuan tersenyum.
"Apaan sih." aku membuang wajahku. Malu.
"Yaudah, kamu sama Adel PDKT aja dulu. Kenal lebih dekat. Baru deh kita semua dukung." Mama Lena menengahi.
"Ish... Aku kan mau langsung nikah, Ma. Enggak mau PDKT apalagi sampai pacaran dulu. Dosa!" Richard masih keukeuh dengan pendiriannya.
"Ya tapi enggak gitu caranya. Adelnya mau enggak sama Richard?" Mama Lena bertanya sambil menatapku.
Reflek aku menggelengkan kepalaku.
"Tuh kan Adelnya enggak mau! Kamu seenaknya sendiri memutuskan sesuatu. Enggak bisa begitu lah Cat. Sudah ayo kita makan bareng. Kamu dateng-dateng bikin rusuh aja!"
Aku melirik ke arah Richard. Sorot matanya dalam dan gelap. Auranya pun berubah kelam. Apa karena aku menolaknya? Kok aku jadi merasa bersalah sih?
Mereka pun melanjutkan acara makan bareng keluarga. Makanan pun dipesan. Banyak sekali sampai hampir memenuhi meja makan.
Maya tersenyum bahagia sambil sesekali bersikap mesra dengan Leo. Maya benar-benar beruntung, memiliki semua yang wanita lain inginkan.
Suami yang tampan dan kaya raya, yang mencintainya, mertua yang baik dan menyayanginya juga. Semua seakan sepadan dengan penderitaannya dulu.
Aku kembali melihat ke arah Richard yang sedang makan dalam diam. Tatapan matanya masih kelam. Ibaratnya, senggol bacok.
Keluarganya beberapa kali mengajak Richard mengobrol namun hanya ditanggapi dengan malas-malasan dan menjawab sekedarnya saja. Baper. Itu biasa yang orang katakan.
Aku jadi merasa tak enak. Semua dimulai ketika aku menggelengkan kepalaku. Ya, aku harus berani menjawab. Ini masa depanku, dan aku yang menentukannya.
Keheningan pun terus berlanjut. Sepanjang perjalanan pulang Richard terus berdiam diri dan hanya fokus mengemudi. Ia bahkan tidak menyalakan radio seperti saat kami berangkat tadi.
Sesekali aku melirik wajahnya. Datar. Tanpa ekspresi. Tak ada lagi Richard yang bawel dan badboy centil kayak biasanya. Dalam sekejap semua berubah.
Richard tetap mengantarkanku sampai di depan pintu kontrakkan. Tapi tetap tak ada sepatah kata pun yang Ia ucapkan. Sampai akhirnya kami berpisah di depan kontrakkanku.
"Aku pulang dulu. Dan mengenai yang tadi.... Anggap aja kamu enggak pernah dengar. Maaf udah buat kamu bingung dan enggak nyaman."
Richard pun pergi meninggalkanku yang masih mematung di depan pintu. Ada perasaan tercubit dalam diriku. Membuatku merasa tak enak dibuatnya.
****
Richard
Aku malu. Aku bahkan tak sanggup mengangkat kepalaku.
Baru kali ini aku ditolak. Eh bukan kali ini deh, dulu ditolak Lidya, lalu ditolak Maya dan sekarang ditolak Adel. Ah nasib....nasib....
Kenapa saat aku menyukai cewek baik-baik malah selalu gagal. Sedangkan kalau aku bersama cewek nakal jalanku mulus-mulus saja?
Tok...tok...tok...
Siapa sih malam-malam ketuk pintu kamarku? Enggak tau apa orang lagi nahan malu?
"Masuk aja enggak dikunci." teriakku.
Leo pun menongolkan kepalanya dari balik pintu. Tanpa permisi Leo duduk di tempat tidur.
"Kenapa?" tanyaku jutek. Leo sudah biasa dengan kejutekanku. Mulai ketularan si Oon jadi orang yang enggak baperan dia.
"Mau ngobrol aja." Ia lalu ikut tiduran di kasurku.
"Ngobrol apaan?" aku acuh saja sambil membuka Instagram dan melihat foto teman-temanku yanh hedon, eh salah deh, mantan teman.
"Mengenai Adel."
Aku menghela nafas. Pasti mau ceramah deh. Mau ngomelin aku deh. Nih anak ketu nih alias kecil-kecil tua. Kerjaannya ceramah terus ngalahin Pak Ustad.
"Iye. Kenapa?"
"Kamu beneran suka sama Adel?"
"Iya." jawabku pendek.
"Sejak kapan?"
"Sejak pertama kali kenal." jawabku agak malas. Kalau sudah interogasi orang, Leo tuh sampai ke akarnya.
"Hmm.... Berarti kalian ketemu waktu kamu tugas ke luar kota yang pertama kali ya? Yang ke.... Hmm....."
"Surabaya."
"Nah itu. Aku inget. Soalnya enggak lama kemudian kita kerja sama dengan Lidya. Dan kamu udah move on dari Lidya. Bener kan?"
"Iya."
"Oh aku paham sekarang. Pantas saja kamu yakin dan ngajak nikah tadi. Kita memang keluarga Buntungers kayak gini. Kalau udah nemuin yang first looking aja udah nancep di hati, pasti bakalan enggak mau lepas. Maunya langsung dihalalin aja. Iya enggak?"
"Tau deh..." padahal mah dalam hati aku berkata 'iya, betul banget' tapi malu mengakuinya.
"Boleh juga sih nyali kamu, langsung ngakuin jadi calon istri padahal belum acc. Dan efeknya malah ditolak ha...ha...ha..."
Berani sekali dia menertawaiku. Dasar adik songong! Enggak ada sopan dan hormatnya sama kakak!
Aku mengambil bantal dan memukul badannya. Membuat tawanya makin kencang saja. Akhirnya aku cuekin dan Ia malah diam sendiri.
"Tapi cara kamu salah. Cewek tuh diuber begitu malah jauh. Tapi saat kamu menjauh, Ia malah deketin kamu."
Aku memasang telingaku dengan tajam. Perkataan Leo ada benarnya juga.
"Kayak main layangan. Ada seni tarik ulurnya. Mereka tuh suka memakai trik kayak gitu."
Aku menaruh Hp di atas nakas, ada yang lebih menarik dari Hp.
"Lalu aku harus bagaimana?"
****
Bagaimana dong gaes? Ayo gimana kalau vote dan like dulu 😁😁.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Gamar Abdul Aziz
lanjut
2024-08-31
0
dyul
makanya belajar sama suhu leo, pernah jadi duren die🤣🤣🤣
2024-03-07
0
Aysana Shanim
Ingat, moto The buntungers adalah mencintai satu wanita seumur hidup 🤣😂
2023-12-31
0