Warning! Diet dalam cerita ini jangan pernah ditiru ya! Diet yang sehat aja! Ada bahaya dalam diet ini, bisa dipilah sendiri ya mana yang baik buat diri sendiri. Bukan untuk menjerumuskan tapi untuk mengedukasi.
*****
Adel
Tok...tok...tok...
Aku biarkan Kak Rian mengetuk pintu rumah kontrakkanku sedikit lebih lama lagi. Ilmu tarik ulur, biasa. Jangan ketahuan kalau aku nungguin banget Kak Rian datang.
Tok...tok...tok....
Kubukakan pintu rumah dan melihat Kak Rian berdiri di depan rumah. Kak Rian tak pernah bergaya macem-macem. Hanya kaos dan celana jeans dipadukan dengan sneakers. Itu aja udah keliatan keren.
"Eh Kak Rian. Masuk, Kak." aku membukakan pintu dan mempersilahkan Kak Rian masuk ke dalam rumah kontrakkanku.
"Maaf ya aku gangguin libur kamu, Ndut. Waktu itu pas aku main ke kontrakkan Maya, buku sketsa aku ketinggalan." Kak Rian menghampiri rak buku di ruang tamu, mencari buku sketsa yang Ia tinggalkan.
"Kakak cari aja dulu ya. Aku buatin minum. Kakak mau minum es teh manis, sirup, jus atau soda?" untung tadi aku sempat parkir dan beli minuman di warung Pak Husin. Aku beli beragam minuman yang ada di lemari esnya.
Kesannya kan aku banyak stok minuman tuh, padahal mah kosong melompong isi kulkasku. Hanya letuce dan sayuran saja serta mayonaise. Buah baru saja aku dibawakan Mama tadi.
"Hmm... Apa aja deh terserah kamu."
"Oke. Aku ambilin dulu ya Kak." aku meninggalkan Kak Rian yang sedang mencari sketsanya di antara tumpukan buku milik Maya.
Tak lama aku kembali dengan membawa jus dan cemilan biskuit kelapa. Kebetulan tadi lagi ada promo gratis toples kalau beli biskuit kelapa. Yaudah aku beli sekalian.
"Diminum dulu Kak. Sekalian dicobain cemilannya. Maaf seadanya aja ya." aku menaruh nampan di meja kecil yang kubawa dari kostanku dulu. Aku membelinya di IKEA agar bisa aku pakai sambil bekerja.
"Makasih Ndut. Aku minum ya. Haus banget nih." Kak Rian mengambil jus yang kuhidangkan dan meminumnya sampai habis.
"Orang tua kamu apa kabarnya Ndut?" Kak Rian merapihkan kembali buku yang Ia keluarkan. Sepertinya belum menemukan apa yang Ia cari.
"Baik, Kak. Sekarang Papa sudah kembali ditugaskan di Jakarta." aku membuka toples biskuit dan mendekatkannya pada Kak Rian.
"Wah bagus dong. Hmm... Kamu berarti enggak tinggal di kontrakkan ini lagi dong Ndut?"
Kayaknya aku kurus pun tetap akan dipanggil Ndut sama Kak Rian. Atau memang aku belum keliatan kurus ya? Kalau gitu aku masih harus diet lagi nih. Lebih ketat lagi malah.
"Aku tetap tinggal disini, Kak."
"Memang dikasih ijin gitu?" Kak Rian mengambil sekeping biskuit dan memakannya.
"Ya enggak dikasih ijin semudah itu sih Kak. Papa dan Mama awalnya keberatan aku tinggal di kontrakkan seorang diri."
"Terus kok bisa diijinin?"
"Belum diijinin sepenuhnya. Kalau Kak Rian nikahin aku dan bawa keluar dari rumah pasti diijinin deh sama Papa dan Mama." usaha terus Del... Usaha... Pantang menyerah....
"Memangnya mau gitu sama orang kere kayak aku? Nanti hidup kamu susah loh. Bisa dicekik aku sama Mama Papa kamu."
Selalu seperti itu sejak dulu. Penolakan halus cara Kak Rian. Meski selalu kecewa dengan jawabannya namun aku selalu saja mengulangi kesalahan yang sama.
"Kere dari mana sih Kak? Kakak kan sekarang punya kerjaan yang enak. Udah berhasil kuliah dengan uang hasil kerja keras Kakak. Udah berhasil beli mobil. Sebentar lagi beli rumah. Enggak bakalan bikin anak orang hidup susah lah." seharusnya aku menyudahinya, namun aku ternyata tak bisa berhenti. Ini isyarat tak langsung kalau aku menyukai Kak Rian.
Ya meski kutahu laki-laki tuh enggak akan peka. Sama kayak Kak Rian ini. Enggak peka sama sekali.
"Enggak ah. Kamu makannya banyak. Jajannya banyak. Bisa kurus kering nanti aku ha...ha...ha..."
Aku ikut menyunggingkan senyum mendengar joke garing yang Kak Rian ucapkan. Tanpa Kak Rian sadari ada hatiku yang tergores luka.
Makannya banyak? Itu dulu kali. Sekarang makanku hanya telur dan sayuran saja. Murah meriah. Jajannya banyak? Aku cuma jajan air mineral aja kok banyak? Heran!
"Nanti kalau ada laki-laki yang bawa aku pergi, baru deh Kak Rian nyesel." ungkapan dari hatiku terdalam yang ternyata aku ucapkan dengan pelan. Kak Rian pun mendengarnya.
"Siapa? Richard?" ledek Kak Rian.
"Maybe. Enggak ada yang tau." aku mengangkat kedua bahuku.
"Eh Ndut, kamu udah pernah ketemu Richard sebelumnya enggak sih?"
"Kenapa nanya-nanya?" tanyaku acuh. Malas kalau Kak Rian udah mengalihkan topik pembicaraan ke hal lain.
"Soalnya kalau dari bahasanya, Richard tuh kayak pernah ketemu kamu sebelumnya. Bener apa enggak?"
"Enggak bener." jawabku asal. "Kak Rian deket banget sama Richard ya? Masih saudara?"
Maya cuma bilang Kakanda. Tapi enggak kasih tau siapa Richard.
"Hmm....Bapak, Ibu dan Papanya Richard itu temenan sejak SMA. Malah Ibu dan Papanya Richard sudah sahabatan sejak sebelum kenal Bapak."
"Oh... Pantas saja kalian begitu akrab." kataku menimpali.
"Kata siapa kami akrab? Enggak kok. Biasa aja. Richard kali yang sok akrab?!"
"Terserahlah. Ketemu enggak?" Kak Rian merapihkan kembali buku yang Ia berantakin.
"Nih ketemu!" Kak Rian mengangkat buku sketsa miliknya.
"Syukurlah." wah berarti Kak Rian bakal langsung pulang dong? Cepet banget ketemunya. Padahal masih mau berduaan sama Kak Rian. Hmm... Pakai alesan apa ya?
"Kamu udah makan belum Ndut?" Kak Rian melihat jam di tangannya. "Hampir jam setengah dua. Agak kelewat dikit sih dari jam makan siang. Mau makan siang di luar enggak?"
Wah... Pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru aja mikir mau pakai alasan apa eh Kak Rian sendiri yang ngajakkin keluar makan bareng. Baguslah.
"Belum, Kak. Mau ditraktir ya? Ayo aja." alasan minta ditraktir padahal mah aku yang bayar juga enggak masalah kalau perginya sama Kak Rian.
"Kalau ditraktir aja cepet! Ayo kita jalan!" Kak Rian mengacak-acak rambutku lalu kami pun pergi makan di luar.
Ternyata Kak Rian mengajak makan siang di salah satu Mall di daerah Pejaten. Agak susah mencari parkiran di hari minggu siang seperti ini. Beberapa kali muterin parkiran akhirnya dapat space kosong juga.
Aku menunggu Kak Rian keluar dari mobil. Berharap bisa jalan bareng bahkan bisa menggandeng tangan Kak Rian kayak pasangan lain. Uh... Pasti so sweet deh...
Lagi-lagi harapan hanya tinggal harapan. Karena selain kalau ngomong suka nyelekit dan nyakitin, Kak Rian tuh masuk kategori laki-laki enggak ada akhlak.
Di dalam Mall, asyik aja jalan duluan. Meninggalkan aku di belakangnya yang berjalan cepat tak peduli aku ngos-ngosan mengejarnya.
Kak Rian masuk ke salah satu restoran yang menjual ramen. Tanpa persetujuanku dan tanpa menyanyakan pendapatku terlebih dahulu.
Bukannya aku enggak mau nih makan ramen, ramen dan Indomie Itu adalah cobaan paling berat bagi yang sedang berdiet. Aroma kaldu bercampur sama mecin itu susah banget untuk ditolak.
Belum lagi mie yang kenyal dan rasanya ngeblend banget sama kuah kaldu. Wah ini mah bisa gawat deh. Bisa hancur diet aku gara-gara makan semangkuk ramen.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Kak Rian.
"Hmm... Kak Rian mau apa?"
"Ditanya malah balik nanya. Sama aja nih kayak Maya. Satu server." omel Kak Rian.
"Ya namanya juga sahabatan, Kak."
"Aku pesan Spicy Legendary Chicken Ramen. Kamu mau apa?"
Wow... Spicy... Pasti enak banget deh. Hmm... Aku makan saja nanti langsung aku muntahi lagi. Enggak masalah toh? Kan enggak masuk ke dalam perut. Cuma numpang lewat sebentar doang.
"Aku Spicy Karage Curry Ramen, minumnya air mineral aja."
"Aku pesenin dulu."
Sambil menunggu pesanan datang, aku membaca pesan di Hp-ku. Terselip sedikit harap ada pesan masuk dari Richard.
Ah.... Kenapa aku berharap Richard akan menghubungiku ya? Sadar, Del. Sadar!
Tak lama pesanan kami pun datang. Kak Rian yang pelit dengan kata-kata, makan dengan diam. Aku pun mengikutinya.
Ramen. Lezat banget rasanya. Kuah kaldunya hmm.... yummy...
Tanpa terasa aku menghabiskan satu mangkok full dan membuat perutku terasa begah. Oke, let's do it!
"Kak, aku ke kamar mandi dulu ya."
"Iya." jawab Kak Rian yang masik asyik menikmati gyoza.
Aku mencari letak kamar mandi terdekat. Dan malangnya nasibku, kamar mandi agak penuh. Rasa mual kembali melandaku.
Enggak bisa ditahan lama-lama nih. Untunglah salah satu kamar mandi akhirnya kosong. Aku masuk ke dalamnya dan mulai memuntahkan semua isi perutku. Ramen yang tadi lezat, hanya bisa kunikmati sesaat saja. Harus kubuang agar tidak menumpuk lemak di tubuhku.
Aku mengambil tissue dan mengelap bibirku. Tak lupa mataku yang basah karena air mata pun kuelap.
Aku keluar dari kamar mandi, mencuci tanganku di washtafel dan melakukan sedikit touch up. Lipstik hanya hilang saat makan aku retouch lagi. Biar wajahku semakin segar.
Aku pun kembali menemui Kak Rian. Ia tampak sibuk dengan Hp nya. Sepertinya ada kerjaan kantor. Sibuk sekali. Hari minggu loh ini. Bukan hari kerja.
"Habis ini mau kemana Kak?" aku berinisiatif bertanya lebih dulu. Ya anggap aja lagi kencan. Harus tau tempat tujuan selanjutnya kemana. Kalau bisa sih ke pelaminan langsung hi...hi...hi... ngarep Del... Del...
Kak Rian mengangkat wajahnya dari layar Hp. "Jam berapa sih sekarang?"
"Jam 3 sore." kenapa masih nanya sih? Itu di Hp keliatan kali jam berapa.
"Kamu mau aku anterin pulang sekarang?" loh kok malah mau nganterin aku pulang? Aku nanya supaya diajak jalan loh, bukan minta dianterin pulang!
"Memangnya Kak Rian sibuk? Enggak mau lihat-lihat dulu gitu?" ini udah to the point banget. Awas aja kalau Kak Rian masih enggak peka juga.
"Enggak sibuk banget sih. Ngantuk! Aku mau tidur aja di kostan. Kita langsung balik ya Ndut. Aku anterin kamu dulu baru balik ke kostan."
Yah... Hilang sudah harapanku. Padahal udah retouch make up tadi. Enggak dilihat sama sekali ternyata. Apa memang aku di mata Kak Rian masih anak kecil temennya Maya?
"Iya. Terserah Kakak saja." kataku pasrah.
Dan laki-laki super enggak peka ini pun beneran anterin aku ke kontrakkan dan pulang ke kostannya dong... Kesel enggak tuh jadi cewek?
*****
Richard
Gila itu acara hajatan. Rasanya tamu enggak habis-habis. Enggak selesai-selesai. Belum lagi Mama yang udah uring-uringan minta ini itu karena mabok. Hadeh...
Niatku langsung cabut ke Jakarta seperti yang Rian lakukan gagal. Aku masih punya hati, melihat rumah Maya berantakan kayak kapal pecah tak tega untuk meninggalkannya.
Rian sudah pulang pagi-pagi buta dengan alasan banyak kerjaan kantor. Kerjaan apaan minggu pagi begini?
Walaupun sudah menyewa jasa bersih-bersih, tetap saja aku turun tangan. Membantu yang bisa aku bantu.
Sesekali aku menghampiri Mama. Menanyakan apa yang Ia mau aku lakukan. Walau hanya mengambilkan segelas air putih saja, sudah menunaikan baktiku pada Mama.
Saat mengetahui Mama hamil di usia menjelang 50 tahun, jujur selain shock aku diselimuti banyak rasa takut dan was-was. Apakah Mama akan sanggup menjalaninya? Yang masih muda saja kadang enggak kuat apalagi yang berusia senja seperti Mama?
Namun rasa was-was dan khawatir ternyata lebih menguasaiku. Mengalahkan ego dan rasa malu karena akan memiliki adik di usiaku sekarang.
"Kakanda rajin bener nih. Enggak sia-sia deh aku kenalin sam Adel. Eh Kakanda belum bilang loh kapan kenal Adel." Maya datang membawakanku minuman dan cemilan. Ada wedang ronde dan uli bakar. Makanan khas kampung yang rasanya ajib.
"Kenal sebentar doang. Aku kenalnya Delima. Bukan Adel." Aku mengambil sepotong uli dan memakannya. Enak banget makan kayak gini di pedesaan. Nyatu banget.
"Pantas saja Kakanda enggak terlalu kaget. Tapi Adel kok kayak enggak kenal sih sama Kakanda? Apa Kakanda kurang berkesan ya di mata Adel? Huh... Ternyata Kak Rian masih lebih dominan di mata Adel dibanding Kakanda."
Aku menghentikan makanku. "Kak Rian? Maksudnya Adel naksir Rian gitu? Kayaknya Rian biasa aja."
"Kak Rian memang anggep Adel kayak adik sendiri. Tapi aku tahu sejak dulu Adel suka banget sama Kak Rian. Selalu menempel kalo ada Kak Rian. Makanya aku jodohin eh Kak Riannya enggak mau."
Oh jadi begitu... Tenang ini mah. Kesempatan masih ada. Tinggal nyari cela lalu masuk deh.
Aku manggut-anggut mendengar perkataan Maya. "Kakanda sendiri gimana? Apa pendapat Kakanda tentang Adel?"
Aku menyunggingkan seulas senyum. "Adel tuh misterius."
"Misterius gimana? Adel kayaknya orangnya tuh open banget tau! Kakanda sotoy nih!" yeh nih anak malah meledek aku. Kalau enggak lagi bunting udah aku sleding nih!
"Justru aku yang gantian tanya sama kamu, May. Sedekat apa kamu sama Adel? Yakin kamu tau sifat Adel aslinya tuh kayak gimana? Aku enggak yakin kamu tahu. Kamu tau enggak sahabat kamu diet apa sampai sekurus itu?" pertanyaanku membuat Maya diam. Baru nyadar ternyata dia.
"Iya juga ya. Adel kurus banget loh. Kakanda tau gimana cara diet Adel? Tau darimana? Berarti Kakanda tau dong Adel sebelumnya kayak gimana?"
"Berisik ah! Nanya melulu! Tanya aja langsung sama orangnya!" aku pun meninggalkan Maya dengan segudang tanya. Biar Maya yang maju dulu. Pahlawan mah datengnya belakangan.
****
yuks yang belum vote, jangan lupa vote karya aku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
dyul
adel bulimia, pahlawan dateng kesiangan 🤣🤣🤣
2024-03-07
0
Lily
pahlawan kesiangan dong cad 😆
2024-01-11
0
Fenty Izzi
rian pasti nyesel telah mengabaikanmu del😔
2022-11-01
1