Richard
Ternyata niat menghubungi Adel harus tertunda sementara waktu. Mama yang kecapekan karena hajatan mengalami flek dan harus bed rest selama seminggu.
Papa dan Leo tidak bisa meninggalkan perusahaan karena baru saja memenangka tender lumayan besar. Jadilah aku yang kacung kampret enggak penting yang mengalah dan merawat Mama di rumah.
Bak seorang perawat profesional aku dengan telaten merawat Mama. Menyediakan makanan bergizi, memastikan Mama hanya tiduran saja di tempat tidur tidak turun dari tempat tidur kecuali kalau ke kamar mandi saja.
Mama sudah seperti princess di rumah kami. Kadang aku kasihan dengan Maya. Maya juga hamil namun dinomorduakan.
Si Oon itu kayaknya tidak ambil pusing. Enjoy saja menikmati kehamilannya dan tidak iri melihat kami kaum pria lebih menomorsatukan Mama dibanding dirinya.
Justru kehadiran Maya malah membantuku merawat Mama. Maya hadir membawakan cemilan untuk Mama. Ia juga membawakan buah yang sudah di kupas untuk Mama makan.
Baik sih. Pantas Leo tergila-gila padanya. Seperti Papa yang hanya mencintai Mama seorang. Atau seperti aku yang mulai terpikat dengan Adel sejak pertemuan pertama kami?
Flashback
Sebagai marketing pemula, aku siap ditempatkan di mana saja.
Sebenarnya Papa menyuruhku untuk terjun langsung sebagai pimpinan. Tapi dengan tegas kutolak.
Dulu aku memang sangat menginginkan posisi sebagai pimpinan. Namun semua berubah. Semuanya.
Aku The King of Party, jatuh ke dasar terdalam. Ibaratnya nyusruk, nyungsep, njeledak, lengkap semuanya jadi satu.
Aku pulang ke rumah dengan keadaan kesal dan malu yang teramat sangat. Seharusnya nanti malam akan menjadi party besar-besaran.
Aku sudah mengundang teman-teman high clasku. Dari komunitas Ferrari dan Lamborgini juga teman nongkrong di club mewah dengan aku sang tamu VVIP.
Rencananya sudah matang. Club sudah aku booking untuk party nanti malam. Namun sebuah berita mencengangkan tiba-tiba menghantamku.
Papa ditangkap oleh KPK atas dugaan penyuapan. Shiiiitt!
Damn!!
Fuuucckkk!!
Sialan!!
******!!!
Beragam sumpah serapah kuucapkan. Hp-ku mulai dipenuhi dengan pesan masuk dan telepon yang sengaja kualihkan. Banyak sekali yang menelepon, mulai dari wartawan, teman akrab dan musuh yang ingin tertawa diatas penderitaanku.
Cad, nanti malam party jadi enggak?
Cad, ada duit gak buat ngadain party nanti malam?
Cat apa mau dicancel aja partynya?
Enggak. Ini enggak boleh terjadi. Party harus tetap jalan. Bisa malu mukaku kalau sampai cancel.
Jadi! Party harus jadi. No problemo.
Aku membalas pesan dengan jawaban yang meyakinkan. Namun saat aku ditagih untuk bayar DP club aku kelimpungan.
Mobile banking yang biasa kugunakan ternyata sudah di block. Tak percaya begitu saja, aku pun pergi ke ATM terdekat hendak mengambil cash.
Benar saja, semua ATM milikku sudah diblokir. Berurusan dengan KPK apalagi atas kasus penyuapan pasti tersangka dan keluarganya akan diblokir rekeningnya.
Shiiiittt!!!
Kemana mencari uang untuk bayar DP Club? Biasanya aku enggak pernah DP dan langsung kulunasi.Tapi sejak berita Papa dirilis, semua memandangku dengan sebelah mata.
Tak kehabisan akal, aku pulang ke rumah dan menjual apa yang bisa kujual. Namun menjual koleksi jam tanganku tidak semudah itu.
Jual ke teman pasti akan dicibir dan dihina dina. Baru tertangkap sehari saja masa sudah jual banda. Keliatan susah sekali aku.
Oke, cari perhiasan. Mama pasti punya perhiasan yang disimpannya.
Aku masuk ke dalam kamar Mama. Mencari di kotak perhiasan milik Mama. Kosong. Apa Mama membawa kabur semua hartanya saat Papa ditangkap? Apa Mama berusaha menyelamatkan dirinya sendiri?
Sialaaaan!
Dasar Mama tak tahu diri! Taunya cuma shopping dan shopping saja!
Amarah seketika langsung menguasaiku. Aku mencari dimana yang bisa kujual. Ya, brangkas! Papa pasti punya brangkas.
Kucari di sekeliling kamarnya. Tak juga ketemu. Kucari di lemari bajunya, tak juga ketemu! Dimana Papa menyembunyikannya?
Aku sedang marah sambil membanting barang-barang ketika Leo pulang. Wajahnya tak kalah kusut dibandingku.
Kesal tak menemukan apa yang kucari, aku tetap nekad pergi ke club. Bermodalkan rasa percaya diri aku datang ke club.
Ketika aku datang, semua mata memandangku. Ada pandangan ingin tahu, ada pandangan kasihan dan yang terbanyak adalah pandangan menghina.
Aku sok asyik aja. Berjalan dengan santai menghampiri manajer club yang berteman akrab denganku. Ia melihatku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Yakin tetap ngadain party?" tanya Joe dengan nada meragukanku.
"Jadi dong. Party mah tetap jalan." jawabku dengan pedenya.
"Yaudah kalau jadi, bayar DP dulu lah. Biar club aman." Joe sepertinya melihat gelagatku yang tak punya uang.
"Jadi gini-" belum sempat mengutarakan maksudku, Joe sudah memotong pembicaraanku terlebih dahulu.
"Ada uang enggak? Kalau enggak ada yaudah batalin aja."
"Kok gitu? Kayak enggak kenal aja siapa aku? Pasti aku bayar. Cuma rekening masih di blokir."
"Sorry, Cat. Enggak bisa. Anak-anak akan kukasih tau kalau party batal. Bye." Joe meninggalkanku tanpa mendengarkan apa alasanku.
"PARTY BATAL GAES!" teriaknya dengan kencang. Mencoreng mukaku dalam sekejap.
Shiiiiiittttt!
Dan suara kecewa serta sindiran pun mulai terdengar.
Yah baru begitu aja udah jatuh kismin.
Batal nih kita party gratis?
Katanya keturunan Kusumadewa?
Mau ngutang sama Joe, enggak bakal bisa lah. Ngutang sama Kang Panci baru bisa.
Gaya doang mau ngadain party tapi duit aja kere.
Kebanyakan gaya doang. Sekarang mah udah jatoh. Bukan anak emas lagi doi!
Emosi langsung menguasaiku. Seperti sudah membaca gelagatku akan mengamuk, Joe mencegatku dengan bodyguard miliknya.
Mereka menghadangku saat aku hendak menerkam Joe. Mempermalukanku di depan umum tak ada ampun!
Aku ditarik dan dipaksa keluar dari club. Aku loh yang dipaksa keluar! Anggota VVIP yang setiap datang mengucurkan banyak uang disini.
Lihat saja! Akan aku balas kalian semua yang sudah mempermalukanku dan meninggalkanku disaat ku terpuruk.
Aku dilempar ke trotoar. Memang sih enggak sampai digebukin tapi saat di lempar lumayan lecet lutut dan telapak tanganku.
Aku menatap nanar club yang sudah menjadi rumah keduaku. Club yang kuhabiskan waktu setiap malam hanya untuk memuaskan hati teman-temanku.
Dan sekarang lihat aku....
Aku diperlakukan bak pengemis. Aku banyak menyumbang pemasukan untuk club ini tapi aku hanya dianggap sebagai pengemis? Lihat saja pembalasanku nanti!
"Ehem." ada seorang laki-laki berkupluk hitam yang tiba-tiba duduk di sampingku.
"Kenapa? Jangan sok akrab!" kataku sinis.
"Lagi mumet ya? Enggak bisa minum di dalam?" tanya laki-laki itu sok akrab.
Aku menatap laki-laki ini dengan pandangan menilai dari ujung kaki ke ujung kepala. Usianya paling beberapa tahun lebih tua dariku.
Aku melihat tatoo kalajengking di tangan kanannya. Ada gambar setengah lingkaran di luar tato tersebut.
"Mau ngilangin mumet enggak?" tanya laki-laki itu setelah aku tak menjawab pertanyaannya.
Aku tak menjawab lagi. Membuat laki-laki itu semakin sok akrab.
"Ada yang bisa bikin mumet ilang nih. Mau nyoba enggak? Dijamin nagih banget!"
Aku pun terpancing. Mau ditawarkan apa sama nih orang?
Jujur saja, aku ke club biasanya hanya untuk minum dan berakhir dengan sex. Nyari cewek kece dan seksi untuk berakhir di tempat tidur denganku. Tidak mencoba yang aneh-aneh.
Namun jatuh miskin kayak gini, beli minuman aja enggak sanggup gimana mau deketin cewek untuk having sex?
"Udah nyoba shabu belum? Kalau mau ada nih sepaket sama bong nya. Mau nyoba enggak? Lebih murah daripada minuman di dalem."
Oh.... Jadi si tato kalajengking ini adalah pengedar shabu toh... Pantas saja gigih banget.
Aku kembali menatap cowok tersebut. Masa sih murah? Minuman di dalam saja bisa habis puluhan juta sekali semalaman.
"Berapa?" aku mulai tertarik.
"Sejuta. Udah ngefly banget deh. Mau?"
Sejuta doang? Sejuta mah aku punya. Di brangkas milikku ada 5 juta kalau tidak salah. Uang recehan yang sengaja aku taruh di brangkas.
"Boleh."
Dan itulah awal mula kehancuranku. Aku membawanya ke rumah. Langsung masuk ke kamar atas dan mencoba menggunakan barang haram tersebut.
Tak lupa aku mengunci pintu kamar. Aku butuh sesuatu yang bikin aku melupakan rasa maluku.
Aku butuh sesuatu untuk mengalihkan pikiranku...
Aku butuh sesuatu yang menguatkanku...
Ternyata ngefly enak juga. Enak banget malah. Aku pun mulai mengkonsumsi shabu.
Saat Leo sedang sibuk mengurus Papa dan segala urusan perceraiannya, aku sibuk menghibur diriku sendiri.
Leo tak tahu apa yang kulakukan. Ia terlalu sibuk membagi waktu antara Papa, Mama dan perceraiannya.
Atau Leo memang tidak peduli padaku? Ah biarlah. Yang penting aku senang. Sebodo amat sama yang lain.
Mama akhirnya pulang dan menginjakkan kakiknya di rumah ini. Ia curiga dengan apa yang kulakukan.
Aku menatap wajahku di cermin. Mataku terlihat agar cekung dan ada lingkaran hitam dibawah mataku.
Ya, uangku sudah habis. Aku harus membeli lagi shabu agar bisa ngefly lagi. Tapi uang darimana?
Minta sama Leo? Ah dia saja diceraikan istrinya karena kere. Nyuri dari brangkas Papa? Sampai sekarang saja aku tidak tahu dimana Papa menaruh brangkasnya. Rumah ini terlalu besar untuk kuperiksa satu persatu dindingnya.
Mama. Ya, hanya tinggal mama seorang. Mama pasti punya uang. Perhiasannya kan banyak.
Maka saat Mama datang ke rumah untuk mencari surat-surat penting, aku menghampirinya.
"Ma." panggilku dengan malas.
"Oh kamu di rumah, Cat? Sudah makan?" Mama menutup berkas yang dilihatnya dan menatap ke arahku.
"Kamu kenapa? Sakit? Kok kayak menggigil kedinginan gitu sih?" Mama mulai curiga padaku.
Mama berjalan mendekatiku. Mikit Cat! Mikir! Jangan sampai ketahuan!
"Hmm... Agak masuk angin dikit, Ma." jawaban paling masuk akal yang kupunya.
"Udah minum obat?" terlihat Mama khawatir dengan keadaanku. Mama memang lebih peduli padaku dibanding Leo. Jelas saja, aku kan anak yang istimewa.
"Hmm... Belum. Ini mau ke dokter." aku mulai membuat alasan. "Tapi... enggak punya uang."
"Yang bener? Oh iya, Mama lupa!" Mama menepuk keningnya seperti teringat sesuatu. "Rekening kamu kan diblokir ya! Mama sampai lupa hal sepenting ini. Untung saja Mama sudah memindahkan uang Mama ke rekening lain."
Ternyata Mama lebih licik dari yang aku kira. Mama seperti sudah memperkirakan akan datangnya kehancuran Papa. Atau Mama memang dalang di balik kehancuran Papa?
"Jangan negatif thinking dulu sama Mama. Duduk sini." Mama duduk di tempat tidur besar miliknya dan menepuk sisi kosong disebelahnya agar aku duduk.
Mungkin karena masih dalam pengaruh shabu, aku menurut saja. Kalau dalam keadaan sadar pasti aku akan menolaknya.
Dengan patuh aku duduk di samping Mama.
"Cat, Mama sudah tidak tahan lagi dengan Papa. Mama... Akan bercerai dengan Papa."
Aku mengangkat wajahku kaget. Bercerai? Setua ini mau bercerai? Eh salah deh, mereka belum terlalu tua. Tapi kan mereka sudah menikah lama? Enggak malu apa?
"Mama sudah merencanakannya sejak lama. Namun keberanian Mama hilang. Mama takut sama Papa. Itulah kenapa uang Mama tidak ada di rekening Mama sendiri. Kamu mau kan mendukung keputusan Mama?" Mama memegang tanganku dengan hangat, namun langsung aku tepis.
"Terserah!" aku tak mau ambil pusing. Toh mereka juga selama menikah kerjaannya cuma berantem saja. "Aku butuh uang."
Mama merasa senang karena aku tidak menghalangi keputusannya. "Iya. Ini." Mama mengeluarkan uang di dompetnya. 2 juta. Lumayan buat ngefly lagi.
Aku mengambil uang yang Mama berikan dan pergi tanpa mengucapkan terima kasih sama sekali. Enggak penting bagiku. Lebih penting nyari si kalajengking buat ngilangin suntukku.
Aku pun pergi ke depan club lagi. Ada Joe di depan club yang sedang menatapku dengan pandangan merendahkan.
Aku tak peduli. Aku hanya mau ketemu si Kalajengking. Aku mau ngefly.
Agak lama si Kalajengking datang. Aku sudah mengiriminya pesan kalau aku menunggu di depan club.
Aku mulai merasa sakaw. Butuh shabu secepatnya. Sepuluh menit, setengah jam dan akhirnya setelah menunggu sejam si Kalajengking pun datang.
Aku menatapnya penuh harap. Terlihat si Kalajengking agak celingukan ke kanan dan ke kiri.
"Lama banget sih!" omelku saat Ia sudah berada di dekatku.
Ia menyembunyikan wajahnya dibalik hoodie hitam yang dikenakan.
"Jangan janjian disini lagi. Orang Club agak rese sama pemain receh."
Aku tidak ngerti apa maksud omongan si Kalajengking. Pemain receh apa maksudnya?
"Nih. 2 juta. Ada kan?"
Aku menaruh uang dua juta di kantong hodienya.
"Ada." Ia pun menyerahkan dua bungkus plastik berisi serbuk putih yang membuat mataku berbinar-binar.
Namun ternyata nasib baik tak berpihak padaku. Karena dalam sekejap semua keadaan di depanku bak adegan di film-film action.
"Angkat tangan!"
Sosok polisi berpakaian preman memaksaku tiarap. Boro-boro berpikir kabur, membuang barang bukti saja aku enggak kepikiran.
Mereka memaksaku tiarap di trotoar. Belum sadar sepenuhnya apa yang terjadi suara tembakan terdengar. Aku menutup telingaku. Detak jantungku berdegup amat kencang.
Bukan aku yang ditembak. Apa si Kalajengking yang ditembak? Lalu aku mau dibawa kemana?
****
Note:
Mohon bijak dalam membacanya ya. Pertama tentang diet Adel yang super duper ekstrim. Kedua tentang masa lalu Richard. Ambil sisi positifnya buang sisi negatifnya. Walau hanya novel jangan terinspirasi yang jelek-jeleknya ya...
Jangan lupa like, komen dan vote oke? Gumawo.. sarangheyo...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Lily
dasar anak nggak ada otak. bapaknya ketangkep bukannya berusaha membantu malah mikir gengsi sendiri
2024-01-11
0
Aysana Shanim
Disini yg paling hancur sebenernya bukan Richard. Tapi leo. Jadi dia tuh nyesek banget. 🥺
Di benci maya, Keluarganya hancur, dia yg susah payah ngurus kalian yang dulu anak nggak di anggep padahal diri sendiri butuh sandaran.
2023-12-29
0
Aysana Shanim
Leo tuh sebel sama kamu cat, udah mah dia anak di sisihkan karna biasa biasa aja, lah kamu yg anak kebanggaan dan cerdas malah hura hura terus nggak mikirin keluarga. Males lah dia mikirin elo 😅 nyusahin emang lo tuh wkwk
2023-12-29
0