BAB 19

Malam membawaku mengarahkan mobil sedan ini menuju sebuah kafe yang terletak di pinggiran sungai.

Tepat di depannya, ada sebuah keraton melayu peninggalan bersejarah. Aku tak ingat namanya, yang jelas tempat itu masih berada dalam kecamatan yang sama dengan alamat rumah abah.

Kuajak Anis turun, dan memilih meja yang berada tepat di bawah pohon besar. Kafe ini adalah kafe yang dibangun dengan konsep outdoor.

Sehingga, penataan semua meja dan kursi di tempatkan di bawah langit terbuka, dan di atas hamparan rumput hijau yang memang terawat sempurna. Terbukti dari tidak adanya rumput yang tumbuh memanjang di sana.

"Kamu pesan apa, Sayang?" Lagi-lagi aku dengan mode mengejekku, bertanya.

Anis sontak memelototiku dengan rahang mengetat. Membuat suaraku berikutnya hampir saja tercekat.

Kulayangkan kedua jari tengah dan telunjukku membentuk huruf V. Dan berhasil membuat Anis terkekeh geli.

"Saya pesan milkshake rasa stroberi ya, Pak. Cemilannya kentang dan sosis goreng aja," tuturnya dengan sopan kepada Bapak yang menjadi Pemilik sekaligus Pelayan di tempat tersebut.

"Kamu, Ru?" Anis menagih giliranku.

"Samain aja," cakapku agar Bapak itu lekas berlalu.

Dasar aku!

Sambil menunggu pesanan datang, sekarang giliran aku yang menagihnya atas sebuah jawaban. Jawaban tentang siapakah calon suami yang akan mendampinginya tiga bulan ke depan?

"Jadi, udah siap cerita belum?" Seakan tak sabar lagi, aku langsung saja pada poin utama.

Anis tampak menghela napas sejenak, lalu angkat bicara, "Mas Abdi adalah seorang Pilot dari Pasukan TNI Angkatan Udara."

"Yang itu aku udah tau," selorohku memotong kalimatnya. Ia tampak mencebikkan bibir dengan wajah masam, namun tetap melanjutkan ceritanya.

"Kami belum lama berkenalan, namun sepertinya papa dan mama udah menyukainya sejak pertemuan pertama. Kala itu Mas Abdi main ke rumah untuk bersilaturrahmi," ucapnya sembari meremasi jari-jemarinya. Pandangannya lurus ke bawah mengarah pada wajah meja.

Apakah wajahku tak setampan meja, sehingga ia tak mau menatapku?

Ah, aku lupa!

Ia sedang bercerita!

"Memangnya kalian gak pacaran?" tanyaku, menanggapi paragraf pertama dari ceritanya. Ia sontak mendongak dan menatapku ragu.

"Aku ... aku bahkan baru sebulan mengenalnya. Aku bahkan tidak tahu dengan alasan apa aku bisa menerimanya." Ia kembali tertunduk.

Kuhempaskan udara yang seolah tengah memenuhi rongga dadaku. Di dalam sana sungguh terasa sempit, sempit sekali setelah mendengar bagian itu.

"Jadi, setelah itu ... papa langsung meminta Mas Abdi untuk meminangku. Mungkin niatnya agar hubungan kami jelas dan bukan hanya sekedar modus." Anis melanjutkan ceritanya dengan suara sedikit bergetar. Apakah dia mulai menyesali pertunangan itu?

Ah, rasanya tidak mungkin!

Anis adalah tipe anak yang penurut. Jadi, tidak mungkin dia menyalahkan kedua orang tuanya dalam hal tersebut.

"Memangnya kamu beneran udah melupakan Ridwan waktu itu?" Aku mengambil alih peranku. Jika aku sama sekali tidak merespon, bisa-bisa dia berpikir bahwa aku tidak serius mendengarkannya. Walaupun sejujurnya aku tak sanggup untuk mengatakannya.

Anis kembali mendongakkan pandangannya ke arahku dan siap menjawab. Namun, hadirnya Bapak pemilik kafe itu dengan pesanan kami di dalam timangannya, membuat Anis harus mengurungkan niat, tanda ia mengedepankan adab.

Adap kesopanan, dan menjaga privasi tentunya. "Makasih, Pak." Bapak tadi lantas melenggang setelah memberi respon pada ucapan Anis.

Kami menyesap minuman itu terlebih dahulu, hingga Anis kembali pada posisi siap melanjutkan kisahnya. Namun, ketika sepasang bibirnya hampir berucap, kedua mataku menangkap sosok yang sangat aku kenal dan juga Anis pastinya.

"Ridwan," tuturku lirih, lalu Anis mengekori jarak pandangku.

"Siapa gadis itu?" Tatapan Anis langsung fokus pada seorang gadis yang bersama mantan kekasihnya itu.

Apakah dia sedang cemburu?

Aku tersenyum getir sebelum menjawab pertanyaannya itu. "Menurut informasi yang aku dengar, mereka sedang memiliki hubungan spesial. Tapi ...."

"Tapi apa?" Anis langsung menyambar kalimatku yang bahkan belum sampai pada titik akhir.

"Gadis itu adalah tunangan orang. Namun, mereka udah putus gara-gara Ridwan," jelasku kemudian.

"Ya, Tuhaaan ...." Anis membungkam mulutnya seolah tak percaya.

Apakah ia sudah menyadari bahwa kami juga berada di dalam posisi yang sama?

Ya, benar adanya. Namun yang membuat hal ini berbeda adalah aku tak pernah berniat merusak hubungan Anis dan tunangannya.

Terpopuler

Comments

ÑööKië

ÑööKië

haduh....

bener² mendukung rencana diet q.. selera makan jd berkurang,, gara² asyik baca

sambil nungguin part13 di kamar sebelah yg belum nongol..

2022-06-05

0

Lien machan

Lien machan

alon alon wae bang. sabar aja dulu. tunggu siksaanmu berakhir dari emak ya🤣🤣

2021-11-30

0

Ade Manis

Ade Manis

Poor Heru.

2021-07-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!