"Lho kok sepi? Mami kemana?" Yudha terkejut ketika pagi ini Lili sudah rapi menantinya di depan kontrakan.
"Mendadak harus pulang, karena ada kasus dan kepolisian minta mami bawakan status si tersangka, kebetulan dia pasien mami, Mas!"
Yudha hanya mengangguk lalu kembali masuk ke mobil. Diliriknya Lili yang sudah ikut naik dan sedang memasang seat belt nya.
"Yuk berangkat!" ujar gadis itu riang, entah pagi ini ia sangat bersemangat. Yudha jadi heran dibuatnya.
Yudha mulai menghidupkan mesin mobil lalu mulai membawa mobil itu keluar perumahan. Ia hendak membuka mulut ketika Lili lebih dulu bersuara.
"Mami titip salam tadi, sama pesen katanya titip aku!" ujarnya sambil nyengir lebar.
Yudha pura-pura memanyunkan bibir, "Ya kalau aku mau dititipi, kalau enggak?" tanyanya mulai menggoda.
Lili ikut memanyunkan bibirnya, mukanya langsung jutek maksimal. "Kalau nggak mau jangan harap diberi SK jadi mantu!"
"Enak aja! Janganlah!" Yudha pura-pura histeris, kemudian ia teringat apa yang ingin ia tanyakan. "Eh ngomong-ngomong gimana kelanjutannya, Li?"
Lili menoleh, "Kelanjutan apa?" tanyanya polos yang bikin Yudha gemas.
"Kita lah! Apalagi?" Yudha teringat pertemuan tadi malam. "Kapan aku boleh ngelamar kamu?"
***
"Sudah dibereskan semua?" Karno melipat korannya ketika melihat Lastri keluar dari kamar anak perempuan mereka.
"Sudah semua, Pak!" jawab Lastri lalu ikut duduk di kursi, ia tahu pasti suaminya akan mengoceh panjang lebar menyalahkan dirinya.
"Jangan sampai dia kumat lagi! Aku malu jika harus bawa dia balik ke rumah sakit jiwa!" Karno menyesap kopi di cangkirnya.
Lastri menghela nafas, dipandanginya lelaki yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi suaminya. Ia tak ingin menambahkan atau membela diri, membela putri mereka, karena tetap dia lah yang akan disalahkan.
"Sudah cukup aku malu! Anak perempuan satu-satunya, putus kuliah, hamil diluar nikah, punya suami ********, jadi gila pula!" Karno meletakkan cangkirnya dengan kasar.
"Sudahlah, Pak! Semua ini sudah garis yang di atas!" Lastri akhirnya bersuara, sakit hatinya bertambah mendengar perkataan suaminya.
"Ini semua gara-gara kamu kasih izin dia kuliah ke luar kota!" Karno menunjuk Lastri, wajahnya memerah. "Buat apa kuliah bayar ratusan juta kalau akhirnya sia-sia seperti ini!"
"Ibu cuma ingin dia jadi anak yang membanggakan kita, Pak!" Lastri mulai terisak.
"Membanggakan? Seperti ini kamu bilang membanggakan?" Karno membanting koran yang tergeletak di meja. "Sungguh aku tidak mengerti jalan pikiranmu!"
Lastri menyeka air matanya, diliriknya Karno yang melangkah ke pendopo depan rumah. Sungguh ia ingin anak gadisnya menjadi kebanggaan dengan masuk fakultas bergengsi di PTN negeri favorit kota kecil itu. Ia sama sekali tak menyangka bahwa semua kesialan itu bertubi-tubi akan mendera putrinya.
Hatinya yang sudah sakit dengan 'lakon' yang harus dijalani putri satu-satunya itu, makin menjadi-jadi. Karno selalu menyalahkan dirinya, tidak pernah sekalipun bersimpati dengan apa yang menimpa putri mereka, hingga ia makin tertekan, depresi, dan berakhir di rumah sakit jiwa!
"Punten, Bu!"
Lastri tersentak, ia segera menghapus air matanya ketika Bi Jum muncul. "Gimana, Bi? Ada apa?"
"Anu ... itu yang di gudang jadi dibakar? Kata Bapak tadi suruh bakar semua!"
Lastri menggeleng, "Jangan! Cukup kemas yang rapi dan sembunyikan di tempat yang aman aja, Bi! Itu kenangan terakhir!"
"Baik kalau begitu, Bu! Saya permisi!"
Lastri hanya mengangguk pelan. Ia tak rela kenangan akan Manda hangus begitu saja! Lastri amat menyayanginya, apapun yang terjadi ia tetap darah dagingnya!
***
"Jangan lupa nanti packing!"
Lili menoleh, Dokter Yudha sudah sibuk dengan map status di mejanya. "Oh iya, simposium nya besok ya, Dok?"
"Iya, jangan lupa! Nanti selesai siang kalau ga molor jadi bisa jalan-jalan dulu kalau kamu mau!"
"Mampir renang boleh ya, Dok!" Lili sudah duduk di depan Dokter Yudha dengan tatapan mautnya.
"Nggak kesorean kalo renang dulu?" Dokter Yudha tampak berpikir.
"Bentar aja, nggak usah turun ke grojogan Sewu deh, cari kolam renang di sekitar sana aja!" Lili menatap konsulen nya itu dengan tatapan penuh rayu.
"Nggak janji lho ya! Pokoknya kita liat sikon dulu besok!" Dokter Yudha tak mau asal tergoda, jarak Solo-Tawangmangu tidak dekat.
"Pokoknya aku udah bawa ganti besok! Kalo Nemu kolam harus berhenti, nyemplung dulu!" Lili tak mau kalah!
"Panggil pasien berikutnya, Li!" perintah Dokter Yudha pura-pura tak tergoda.
Lili memanyunkan bibirnya gemas, ia segera bangkit dan memanggil pasien berikutnya. Di sisi lain Yudha tersenyum penuh kemenangan.
***
"Katanya mami mu kesini, Li?" Uvi menyuapkan nasi ke mulutnya.
Lili hanya mengangguk, ia masih sibuk dengan nasi ramesnya.
"Kalian jadi lamaran?" Nindi tak jadi menyuapkan baksonya, ia menatap Lili tanpa kedip.
"Mami baru pengen kenalan dulu, masalah selanjutnya baru mau dibicarakan sama papi!" Lili hanya menatap sekilas Nindi, lalu kembali asik makan.
"Nggak nyangka, yang jomblo malah cepet laku ya!" Uvi mencolek pundak Lili jahil.
"Iya nih, nggak nyangka banget. Kita yang gebetannya dobel-dobel aja malah belum aja yang berani lamar!"
"Makanya jangan suka bully jomblo, kualat kan?" jawab Lili asal sambil menjulurkan lidah.
Nindi melempar kerupuk tepat mengenai jidat Lili. "Sembarang! Kualat dari mana coba!"
"Nggak tau dan nggak mau tau, pokoknya yang dulu suka bully aku auto kualat!" Lili mengambil kerupuk yang jatuh dari dahinya lalu menggigitnya sampai bunyi kress.
"Li! Ikut ke lab bentar!" Dokter Yudha tiba-tiba sudah muncul dan berdiri di belakang Lili.
Nindi dan Uvi spontan menahan tawa melihat betapa kocaknya Lili yang masih penuh kerupuk di mulutnya.
"Ini masih belum selesai makan, Dok!" protesnya ketika berhasil dengan susah payah menelan kerupuk di mulutnya.
"Tinggal aja, bilang aku yang bayar!" Dokter Yudha sudah menarik tangan Lili.
"Bentar!" Lili melepaskan tangannya lalu meneguk es teh di gelasnya sampai habis.
"Li ... pelan Li ... salah-salah masuk ke tenggorokan itu teh mu!" Uvi mengingatkan, bar-bar sekali segelas langsung sekali teguk.
"Bukk, nasi saya dibayar Dokter Yudha ya!" teriaknya lalu bangkit dan berdiri.
Nindi dan Uvi hanya melongo melihat Lili yang makin terbuka blak-blakan di depan Dokter Yudha, nggak ada jaim-jaimnya sama sekali di depan calon suami.
"Semoga besok dapat suami sekeren Dokter Yudha ya!" Uvi masih menatap kepergian keduanya.
"Ya! Aku juga berharap demikian!" Nindi menimpali. "Dan semoga bukan duda!"
Uvi mengerutkan dahinya, "Duda gimana?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 458 Episodes
Comments
Evie Agoestyn
jangan2 intan mantannya yudha trus pasiennya maminya lili 🙈😱
2021-01-24
2
Solaichah Solaichah
apa mkn intan mantan nya yuda 😔😔😔
2021-01-20
1
elviana
keluarga lastri ma karno itu siapa ya thor...sampe sini q masih blm paham sama keluarga ini
2020-10-29
5