"Li ... Lili ..." Danisa mengetuk pintu kontrakan Lili, hari ini dia libur, jadi jam delapan lebih lima belas menit dia sudah standby di depan kontrakan Lili.
Lili menendang selimutnya, untuk ke dua kalinya hari ini kesempatannya bangun siang terganggu. Dengan gemas ia berjalan menuju ke depan.
"Apaan sih ribut amat pagi-pagi!"
Danisa tertawa lebar melihat betapa amburadulnya muka Lili pagi ini.
"Mumpung aku libur nih, yokk main!" ajaknya sambil nyelonong masuk ke dalam.
"Ya ampun, masuk siang sekali aja pengen bangun agak siang susah amat, Ya Allah!"
"Ini udah siang, woy!" Nisa melempar bantal sofa ke wajah masam Lili.
"Ya pengen ku gitu bangun jam sebelasan, makan, mandi trus berangkat dah ke rumah sakit." Lili duduk di sofa matanya masih setengah merem.
"Ceileh, biasain bangun pagi napa, ntar kalo kawin biar nggak kaget!" Nisa mencibir sambil meletakkan tas di meja.
"Kamu kira aku tiap hari nggak bangun pagi?" Lili melotot, tidak terima di bilang nggak pernah bangun pagi.
"Iya deh... iya ..." Nisa hendak meraih remote tv ketika bungkusan plastik itu membuatnya penasaran.
"Apaan nih?" tanyanya ketika sudah meraih bungkusan itu. Kontak makan?
"Oh itu, sarapan dari Ibu. Tadi diantar mas Yudha kesini sebelum berangkat ke rumah sakit!"
Nisa membulatkan matanya, mendadak keinginannya jalan-jalan hilang seketika. Ia bergegas menggeser duduknya mendekati Lili.
"Kalian serius nih ada hubungan?" Danisa menatap Lili yang masih merem melek menahan kantuk.
"Entahlah, aku hanya merasa semakin hari mas Yudha semakin manis aja sikapnya, semakin lain dari yang aku kenal dulu."
"Nah, berarti dia beneran ada rasa sama kamu?" Danisa mengguncang bahu Lili. "Abangku pasti seneng denger kabar ini!"
"Woy, apa hubungannya sama Abang mu, jadi kabar ini harus sampai ke dia!" Lili membelalakkan mata, serasa selebriti aja kehidupan pribadinya jadi konsumsi publik.
"Abangku menunggu kabar bahagia ini tau! Sudah cukup lama teman kuliahnya itu menderita!"
Lili mendengus, sedetik kemudian ia teringat sesuatu. "Nisa, kamu juga kenal sama dia?"
"Siapa? Dokter Yudha? Kenal lah, dulu ia sering kerumah kerja kelompok sama Abang!"
Lili melempar bantal sofa, "Bukan soal mas Yudha, tapi masalalu nya!"
"Oh ... " Danisa tampak pikir-pikir. "Tapi janji ya. jangan cemburu!"
"Buat apa cemburu?"
"Soalnya ... "
***
Yudha meletakkan map status pasien itu di meja, ketika kemudian matanya tertuju pada smartphone yang tergeletak di meja prakteknya.
'Sedang apa gadis itu?'
Yudha meraih Smartphone dan mencoba menghubungi nomor Lili. Tak ada jawaban, tak diangkat! Kemana dia? Masa iya jam sepuluh masih tidur!
Dicobanya sekali lagi, masih tak ada jawaban! Kemana dia? Yudha hendak kembali mencoba menghubungi, ketika kemudian pintu prakteknya terbuka.
"Dok, ini pasien atas nama Hendra sudah bawa hasil Rontgennya!" Suster Indah sudah masuk sambil membawa map status.
"Suruh masuk, Sus. Saya tunggu!"
***
"Apalagi yang ingin kamu tahu, Li?" tanya Nisa hati-hati. Entah mengapa ia sekarang menyesal menceritakan masa lalu Dokter Yudha, tentang gadis yang telah melukai hatinya itu secara rinci.
Lili hanya menggelengkan kepalanya, entah mengapa hatinya menjadi tak enak.
"Oh iya, dimana dia sekarang?" tanya Lili kepalang tanggung.
"Aku tak tahu, bahkan abangku dan teman-teman sekelas tidak ada yang tahu kabarnya sekarang!"
"Aku hanya takut dia kembali muncul!" ujar Lili datar, kaku.
***
"Saya mau istirahat dulu, Sus ... " Yudha tersentak ketika tahu siapa yang membuka pintu prakteknya.
"Selamat siang, Dokter!" Lili tersenyum sambil membawa bungkusan plastik putih.
"Kemana aja sih, kenapa telfon ku tidak kau angkat?"
Lili memanyunkan bibirnya lalu meletakkan plastik itu diatas meja. "Baru aja datang, sudah kena marah aja!"
"Aku cuma khawatir, kenapa dihubungi nggak bisa?"
Lili tersenyum, entah mengapa hatinya merasa melayang mendengar ada nada kekhawatiran di pernyataan Dokter Yudha.
"Tadi siap-siap, Dok. Nih katanya mau istirahat, saya bawain makan siang." Lili tersenyum lebar, entah mengapa tak enak hatinya tadi mendadak lenyap.
Dokter Yudha tersenyum, "Makasih ya!"
"Ramai hari ini, Dok?" tanyanya ketika melihat begitu banyak tumpukan status pasien di meja.
"Lumayan lah ... eh kenapa jam segini sudah datang?"
"Daripada di rumah nggak produktif, mending sekalian berangkat aja!"
"Berangkat naik?"
Lili menatap lelaki di depannya, seperti biasa lelaki itu tampak begitu mempesona, kenapa juga ada wanita Setega itu yang melukainnya?
"Li ... hallo ..." Dokter Yudha mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Lili.
"Oh ... tadi saya bawa motor, Dok!" jawab Lili terbata.
"Kenapa nggak taksi atau ojol aja sih?"
"Lha kalau malam agak parno naik taksi saya, Dok!"
Dokter Yudha menatap Lili, sorot matanya begitu lembut membuat wajah Lili memanas.
"Memangnya aku tega biarin kamu malam-malam naik taksi sendirian? Aku jemputlah nanti!"
Lili tercekat, segitu perhatiannya kah laki-laki yang dulu ia anggap berhati beku? Sedahsyat itukah cinta?
"Nanti malam aku jemput, biar motormu ditinggal disini aja! Nggak boleh nolak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 458 Episodes
Comments
Rita Kumala
suka bgt dgn cerita dokter... selama ini nemunya ttg CEO mulu..
semangat Thor.. aq sukaaa...
2021-06-19
0
Pri Anincha
ulang baca jg Aq😘
2021-02-19
0
elviana
masih suka senyum2 sendiri meski 2x baca
2021-02-08
0