'Jangan lupa besok datang pagi!'
Lili melolot membaca pesan masuk dari Dokter Yudha, perutnya mules (lagi) ketika ingat bagaimana seharian tadi ia menghabiskan waktu bersamanya.
Tapi sejenak ia bersyukur, selain dapat dosen tampan dan macho, Dokter Yudha bukan tipe laki-laki kurang ajar yang berpikiran kotor.
Bisa saja kan diwaktu tadi saat mereka hanya berdua di ruang praktek Lili di cium, diraba, atau bahan di ...
Tunggu!
Lili merasakan wajahnya memanas, sedetik kemudian ia merasa malu membayangkan bibir sensual Dokter Yudha menciumnya, tangan kekarnya memeluknya dan ...
"Lili! Buka pintu!"
Lili tersentak ketika pintu kontrakannya ada yang mengetuk, rasa-rasanya suara itu ... Lili langsung berlari keluar kamarnya, dan menemukan Danisa, anak prodi kebidanan yang satu fakultas dengannya.
"Eh, sini masuk!" Lili mempersilahkan Danisa masuk.
"Gimana kepaniteraan klinik mu?" tanyanya to the point sambil mendaratkan pantatnya di kursi sofa Lili.
"Horor!" jawab Lili asal.
"Kok? Kamu nggak disuruh jadi petugas kamar jenazah kan?"
"Mending deh jadi petugas di kamar jenazah, ini lebih parah!"
"Maksudnya?" Danisa mengerutkan dahinya.
"Baru nih pertama koas, udah dapet aja konsulen killer! Muka jutek, kaku, datar, judes, ah ... ngeselin!"
Danisa menahan tawanya, "Dokternya cewek? Atau Cowok?"
"Cowok. Dan yang bikin keki, dia itu ganteng banget, Nis!" Lili mengepalkan tangannya gemas. "Sumpah aku meleleh liat wajahnya, bodynya, cuma kalau keinget gimana sikapnya, juteknya, aku jadi ilfeel setengah mati!"
Danisa menganggukkan kepalanya. "Jadi secara tidak langsung sebenarnya kamu naksir cuma karena dia jutek, judes, trus kamu jadi benci gitu?"
"Eh gimana?" Lili mencoba mencerna teori Danisa tentang perasaannya ke Dokter Zombie itu.
"Iya, bener kan? By the way, seganteng apasih si dokter itu?" tanya Danisa mulai kepo.
Lili merogoh iPhone di saku celananya, lalu membuka profil foto WhatsApp Dokter Yudha dan menyodorkannya ke Danisa.
Danisa melotot, ia tak asing dengan wajah itu! "Dokter Yudha Bhaskara, Sp.PD!"
"Kamu kenal?" Lili menatap Danisa yang masih terkejut.
"Dia temen sekelas Abang aku waktu kuliah di FK, Li!"
Lili menatap Danisa, dan Danisa menangkap maksud tatapan matanya.
"Dia jadi seperti itu karena dulu ..."
***
"Yud, sampai kapan lagi ibu harus menunggu?"
Yudha menghembuskan nafas berat, beginilah kalau ibunya mengunjunginya. Bukannya tidak suka, hanya saja permintaan yang berulang diminta cukup sulit diwujudkannya.
"Umurmu sudah sangat cukup matang untuk berumahtangga, dan ibu mu ini akan semakin tua, Yud!"
Yudha meletakkan sendoknya, lalu menatap wajah ibunya yang sudah banyak keriput dimana-mana. "Doakan saja, Bu!"
"Ibu selalu mendoakan kamu! Selalu!"
Yudha merogoh saku snelinya ketika ada notifikasi masuk, dari Lili!
'Selamat pagi, Dok ... mau mengabarkan bahwa pasien inap atas nama Biyan kembali berdarah ketika BAB'
"Sebentar, Bu!" Yudha izin menelepon seseorang. "Halo, darimana kamu tahu?" Yudha mengangkat alisnya. "Ok, hubungi Dokter Jessen, ini sudah masuk ranah sub spesialisasinya. Saya segera kesana!"
"Sesekali kesampingkan pekerjaanmu, Yud! Pikirkan masa depanmu!"
"Bu, pekerjaan ini masa depan Yudha juga." Yudha menatap lembut ibunya, seolah berharap bahwa wanita itu mengerti. "Nanti sepulang praktek, Yudha ingin memperkenalkan ibu dengan seseorang."
Entah dapat ide dari mana, sedetik kemudian Yudha menyesali kebohongannya.
"Pacar kamu, Nak?" wajah ibunya tampak begitu cerah, penuh harap.
Ah ... Yudha merasakan ada sembilu tajam menusuk dadanya! "Ibu tunggu saja, ya ... sekarang Yudha mau pamit kerja dulu!" Yudha bangkit lalu mencium tangan ibunya.
***
"Ini sudah masuk ranah Anda, Dokter!" Yudha menyerahkan seluruh rekam medis milik pasien bermana Biyan itu.
Dokter Jessen membaca dengan detail, tak perlu waktu yang lama, kemudian ...
"Oke, akan langsung saya tindaklanjuti untuk mengetahui sudah di stadium berapa kankernya."
"Baik saya rasa cukup, Dokter! Terimakasih!" Yudha bangkit lalu menjabat tangan Dokter Jessen, yang kemudian diikuti oleh Lili.
"Kanker Kolon, Dok?" tanya Lili hati-hati.
"Baru dugaan, setelahnya akan dilakukan endoskopi sekalian biopsinya."
Lili hanya menganggukkan kepalanya.
Yudha melirik gadis itu, lalu teringat akan janji dusta yang diberikan pada ibunya pagi tadi.
"Li ..." panggilnya lirih.
Lili tersentak, gadis itu menatapnya kaget, seolah dia barusan memintanya menjadi istrinya.
"Gimana, Dok?" mata itu menatap langsung ke mata Yudha, dan ia kembali merasakan getaran itu, hangat, nikmat.
"Sudah makan siang?" tanyanya halus.
Gadis itu tanya terpaku, seolah tak percaya dengan apa yang barusan Yudha katakan.
"Ayo, kita makan di luar!" Yudha tak mau menunggu apa jawaban gadis itu, ia menarik tangan Lili yang masih terpaku membisu di tempatnya berdiri.
***
"Kamu mau makan apa?" tanya Yudha dibalik kemudinya.
Gadisnya tampak gugup, pipinya memerah, dan membuat Yudha makin gemas dibuatnya.
"Terserah Dokter saja, Dok!" Lili tampak salah tingkah, dibalik itu sebenarnya Yudha merasakan hal yang sama, namun dia punya cara lebih elegan menutupinya.
Apakah gadis itu punya perasaan yang sama? Maksudnya apakah ia juga merasakan perasaan hangat, nikmat yang dirasakan Yudha ketika ia menatap mata Lili? mencium aroma tubuhnya? Mendengar suaranya?
"Berapa umur kamu?" tanya Yudha mencoba mengendalikan perasaannya.
"Saya dua puluh empat tahun, Dok."
"Masuk FK umur sembilan belas tahun berarti?"
Lili hanya mengangguk sambil sesekali melirik Yudha dibalik kemudinya.
"Makan selat Solo mau?"
Lili hanya mengangguk dan tersenyum.
Dan Yudha merasakan hatinya makin bergemuruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 458 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-01-13
0
¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜
cieh dag dig dug ser😍😍
2021-04-07
0
Nova Arrasyid
baru mau cicipin
2021-02-05
0