"Pa, Ma, Dek, aku mau ganti nomor baru ...."
"Kenapa, Mbak?" sela Arsenio sebelum kakaknya selesai bicara.
"Restu berulang kali kirim pesan padahal aku sudah blokir terus tiap dia ganti nomor baru." Adelia menceritakan secara detail kronologinya pada keluarganya saat mereka sahur bersama.
"Wah, kurang ajar dia." Wajah Arsenio memerah karena menahan amarah.
"Tahan emosinya, Dek," tegur Pak Lukman.
"Ya sudah, segera ganti nomor saja, Mbak. Jangan menunda lagi. Terus Mbak sudah kasih tahu Mas Adi belum?" tanya Ibu Sarah.
"Tadi aku sudah hubungi Dek Dita, katanya nanti bakda Isya mereka mau ke sini, Ma," jawab Adelia.
Ibu Sarah mengangguk. "Syukurlah kalau begitu. Tapi papa dan mama nanti ada acara buka bersama, mungkin tidak bisa ketemu Mas Adi."
"Iya, enggak apa-apa, Ma."
"Mbak, kalau ada apa-apa harus bilang ya sama Mas Adi. Bagaimanapun dia calon suami Mbak. Nanti kalau kalian sudah menikah, Mas Adi jadi tempat berbagi yang utama dan pertama. Anggap saja sekarang sebagai latihan. Jangan sampai Mas Adi tahu dari orang lain, karena Mbak sudah cerita dulu pada yang lain," nasihat Ibu Sarah pada putri sulungnya.
"Iya, Ma."
"Selama Mbak belum menikah, kalau Restu mau macam-macam bilang sama aku ya, Mbak. Kemarin Senpai Adi minta aku lebih jaga Mbak sekarang." Arsenio tiba-tiba menyahut.
"Iya." Adelia menganggukkan kepala.
"Kamu tuh Dek masih aja manggil senpai, panggil Mas Adi saja," tegur Ibu Sarah.
"Senpai enggak keberatan kok, Ma. Nanti deh kalau sudah resmi jadi kakak ipar, aku belajar manggil Mas." Arsenio beralasan.
"Ngobrolnya sambil makan, jangan sampai keasyikan ngobrol tahu-tahu nanti azan Subuh belum selesai sahurnya." Pak Lukman mengingatkan istri dan kedua anaknya.
"Iya, Pa," sahut mereka bertiga serempak.
...---oOo---...
Adi, Dita dan Rendra berangkat ke rumah Adelia bakda Isya. Mereka sengaja pergi bertiga agar semua tahu apa yang akan dibicarakan Adelia karena sepertinya sangat penting saat membaca pesan yang dia kirim tadi pagi.
Sekitar pukul setengah delapan malam, akhirnya mereka tiba di rumah Adelia setelah menempuh perjalanan selama 20 menit. Dita berjalan masuk ke halaman rumah terlebih dulu, di belakangnya ada Adi dan juga suaminya.
"Assalamu'alaikum," salam Dita sambil mengetuk pintu.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab seseorang dari dalam rumah. Tak lama pintu rumah terbuka lalu muncul sosok wanita cantik berhijab yang tak lain adalah Adelia. Dia tersenyum menyambut kedatangan mereka.
Dita menyalami punggung tangan Adelia. Mereka lalu saling mencium kedua pipi dan berpelukan erat. Seolah lama tak bertemu.
"Kangen, Dek," ucap Adelia.
"Sama, Mbak. Kangen juga sama yang di belakang enggak?" goda Dita sambil melirik kakaknya setelah mengurai pelukan dengan Adelia.
Adelia tersenyum malu tanpa menjawab calon adik iparnya itu.
"Ayo masuk, Dek, Mas Adi, Ren. Langsung duduk aja ya." Adelia menggandeng lengan Dita masuk ke ruang tamu.
"Om, Tante dan Arsen mana?" tanya Adi setelah duduk di sofa.
"Papa dan mama kebetulan ada acara buka bersama tadi. Kurang tahu pulang jamnya berapa. Kalau Arsen di kamar," jelas Adelia.
"Sehat semua kan?" tanya Adi lagi.
"Alhamdulillah, baik dan sehat." Adelia menjawab sambil tersenyum.
"Aku ke belakang sebentar ya, mau panggil Arsen," pamit Adelia. Dia berdiri dari duduknya lalu masuk ke ruang tengah. Dia memanggil Arsenio sekaligus mengambil minuman dan kudapan untuk teman mengobrol mereka nanti.
Adelia kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan berisi 5 gelas sirup markisa dan sepiring risol mayo. Dita membantu meletakkan gelas-gelas di atas meja.
"Maaf, adanya cuma ini. Silakan diminum dan diicip sambil kita ngobrol," kata Adelia usai meletakkan nampan di bawah meja.
"Terima kasih, Mbak. Malah jadi merepotkan," sahut Dita.
"Enggak kok. Ayo silakan."
Mereka mengambil gelas di depan mereka lalu menyesap seteguk dua teguk sirup markisa sebagai tanda menghormati tuan rumah.
"Karena ini sudah malam, kita langsung saja. Adelia, apa yang ingin kamu bicarakan sama aku?" tanya Adi memulai pembicaraan mereka.
"Begini, Mas." Adelia menautkan kedua tangan untuk mengatasi rasa gugupnya.
"Restu, mantan tunangan saya, kembali menghubungi saya lagi. Karena itu saya mau ganti nomor hp." Adelia menceritakan semua alasannya tanpa dia ditutupi.
"Sejak kapan dia mulai menganggumu lagi?" tanya Adi dengan ekspresi serius.
"Minggu malam saat Mas Adi melamar saya," jawab Adelia sambil menunduk.
Adi menghela napasnya, berusaha menguasai diri. "Apa dia tahu kalau aku sudah melamar kamu?"
Adelia menggeleng. "Sepertinya belum tahu. Saya juga tidak tahu karena memang sudah memutus hubungan sejak pertunangan kami dibatalkan."
"Tapi, apa tidak aneh dia baru menghubungi setelah aku melamar. Padahal jarak pembatalan pertunangan kalian sekitar tiga setengah bulan?" Adi mulai curiga ada yang tidak beres dengan semuanya.
"Tapi, mungkin bisa juga dia baru sadar, Mas. Setelah menikah dengan istrinya ternyata tidak sesuai harapannya. Dan kebetulan saja waktunya pas Mas Adi melamar." Dita mengemukakan pendapatnya.
"Iya, bisa, Dek. Tapi aku curiga ada orang yang memberi laporan sama Restu." Kening Adi berkerut.
"Di sekitar sini ada enggak kenalannya Restu?" tanya Adi pada Adelia dan Arsenio.
"Dia sudah akrab sama lingkungan di sini, Senpai. Hampir semua kenal sama Restu apalagi anak mudanya karena memang dulu sering ke sini," jawab Arsenio.
Adi menganggukkan kepala. "Jadi ada kemungkinan ada orang yang memberitahu dia."
"Iya juga, ya." Mereka sependapat dengan Adi.
"Maaf Adel, bukannya aku bermaksud mengorek masa lalu dan membuka luka hatimu. Tapi, aku ingin tahu seperti apa Restu itu? Bagaimana kalian bisa kenal? Dan bagaimana kalian bisa pacaran?" Adi memberondong Adelia dengan banyak pertanyaan.
Adelia menghela napas panjang sebelum menjawab semua pertanyaan Adi. Dia menceritakan dari awal bertemu dan akhirnya berkenalan dengan Restu. Bagaimana Restu mengejarnya sampai dia menerima cintanya. Dia juga menceritakan watak dan kebiasaam Restu yang dia tahu selama ini.
"Terima kasih, Adel. Maaf ya jadi membuka luka lama," ucap Adi tulus.
"Enggak apa-apa, Mas. Kalau memang itu yang Mas Adi butuhkan. Saya tahu ini juga demi kebaikan kita bersama. Kalau ada lagi yang Mas Adi ingin tahu, tanya saja agar tidak ada ganjalan di hati," ungkap Adelia.
"Kalau aku dengar dari cerita tadi bagaimana proses dia mendekati kamu dan yang terus menerus menghubungi kamu dengan nomor baru, sepertinya dia bukan tipe orang yang mudah menyerah untuk mendapatkan keinginannya. Jadi kemungkinan setelah kamu ganti nomor pun, dia akan melakukan sesuatu untuk menarik perhatianmu lagi." Adi mengungkapkan analisanya.
"Wah, udah kaya psikopat dong," celetuk Arsenio.
"Bukan. Gangguan kejiwaan mungkin, tapi bukan psikopat. Bisa jadi dia terobsesi sama kakakmu. Aku yakin di sekitar sini ada yang jadi mata-mata Restu. Dia masih tidak rela melepaskan kakakmu meski dia sudah punya istri." Adi kembali mengutarakan analisanya.
"Kok, saya jadi takut ya, Mas." Adelia tampak cemas dan gelisah. Dita yang duduk di sampingnya berusaha menenangkan dengan merangkul bahu calon kakak iparnya itu.
"Lalu kita harus bagaimana, Mas?" tanya Rendra yang akhirnya bersuara.
"Kita harus menyusun strategi," jawab Adi.
...---oOo---...
Jogja 080621 23.59
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Karena satu jempol atau like sangat berharga. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
nikah dulu kali ya
2022-07-17
1
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
calon suami yg siaga....
2021-08-13
2
Riska Wulandari
kira2 apa yah strategi yang d susun senpai Adi..😁
2021-07-05
2