"Mas Adi, jaga pandangan!!!" Dita memperingatkan kakaknya. Seketika Adi tersadar lalu mengalihkan pandangan pada adiknya.
"Ini Dek, mas bawakan martabak telur untuk buka puasa." Adi mengangkat tas plastik di tangan kirinya.
Dita bangkit dari duduknya lalu menghampiri Adi. Sebelum mengambil tas plastik berisi martabak itu, dia mencium punggung tangan dan kedua pipi Adi seperti biasa. Adi pun membalas dengan mencium kening Dita. Kebiasaan yang dari kecil mereka lakukan, dan tidak berubah meskipun Dita telah bersuami.
Setelah Dita mengambil martabak telur, Adi beranjak masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan berganti baju. Bersiap untuk berbuka puasa dengan yang lainnya. Sedangkan Dita pergi ke dapur untuk mengambil piring sebagai tempat menyajikan martabak telur dan juga wadah saos dan acarnya.
Karena waktu berbuka sudah dekat, masing-masing dari mereka mengambil minuman dan camilan untuk membatalkan puasa.
Adi yang terlihat segar karena baru saja mandi ikut bergabung. Dia duduk di dekat Adelia, berdampingan tapi tetap berjarak.
"Mas Adi mau buka pakai apa?" tanya Adelia.
"Aku teh manis panas, kurma sama martabak saja," jawab Adi sambil tersenyum manis pada Adelia.
"Saya ambilkan dulu, Mas. Tunggu sebentar." Adelia mengambil apa saja yang diinginkan calon suaminya. Hitung-hitung latihan melayani suami kalau besok sudah menjadi istrinya.
Tak lama Adelia meletakkan pesanan Adi di depannya. Setelah itu dia kembali ke tempat duduknya semula.
"Terima kasih," ucap Adi.
"Sama-sama, Mas," balas Adelia dengan tersipu.
"Gimana kabar papa, mama dan Arsen?" tanya Adi.
"Alhamdulillah semua sehat, Mas."
"Alhamdulillah. Kamu juga sehat kan?" Adi menoleh sebentar pada Adelia.
"Iya, alhamdulillah. Mas Adi juga kan?"
"Seperti yang kamu lihat. Alhamdulillah sehat dan baik." Adi kembali tersenyum.
"Oh, Mas Adi udah ambil ya buat yang membatalkan puasa. Aku lupa kalau ada calon istrinya di sini," goda Dita yang duduk di samping kakaknya.
Adi tertawa lalu merengkuh kepala adik semata wayangnya itu.
"Mas Adi, lepasin!!!" Dita memberontak dari rengkuhan kakaknya. Tapi Adi tak mau melepaskan. Dia gemas karena Dita selalu menggodanya.
"Mas Rendra, bantuin aku." Dita minta bantuan suaminya tapi Rendra hanya tersenyum melihatnya. Mana berani dia melawan kakak iparnya.
Dita terselamatkan oleh kumandang azan Magrib yang menandakan waktu berbuka. Mereka kemudian membatalkan puasanya. Setelah itu para pria pergi ke masjid untuk salat Magrib, sedangkan para wanita berjemaah di rumah. Usai salat Magrib, mereka makan besar bersama.
"Mas Adi, nasinya seberapa?" tanya Adelia yang kembali melayani calon suaminya.
"Porsi standar saja, jangan terlalu banyak," jawab Adi.
"Segini?" Adelia memperlihatkan piring yang sudah terisi nasi pada Adi.
"Iya, cukup. Terima kasih."
"Lauknya mau saya ambilkan sekalian, Mas." Adelia kembali menawarkan Adi.
"Boleh," sahut Adi sambil tersenyum manis.
Adelia mengambilkan sup jagung dalam mangkuk kecil, lalu gurami asam manis pedas dan capcai ke atas piring Adi. Kemudian dia meletakkan piring dan mangkuk di depan pria yang sudah melamarnya itu.
"Terima kasih. Kamu juga makan sekalian."
"Iya, Mas. Ini baru mau ambil."
"Aku tunggu," ucap Adi yang dari tadi terus tersenyum.
Adelia lalu mengambil nasi, sup dan juga lauk untuknya sendiri. Setelah itu dia duduk di dekat Adi. Mereka pun mulai makan bersama.
"Skripsi sampai bab berapa?" tanya Adi memulai pembicaraan.
"Insya Allah masuk bab 4, Mas."
"Kalau ada kesulitan bilang saja, siapa tahu aku bisa bantu," tawar Adi.
"Iya, Mas. Sejauh ini alhamdulillah masih aman."
"Jangan sungkan kalau memang butuh bantuan," kata Adi.
"Ih, Mas Adi modus mau bantu skripsi padahal aslinya pengen ketemu," sahut Dita menyindir kakaknya. Sedari tadi dia memang menyimak apa yang kakak dan calon istrinya itu bicarakan.
"Adek, jangan suuzan. Mas tulus mau bantu. Bara juga sering kok minta bantuan mas." Adi menyanggah Dita.
"Iya, Mas Adi sering aku repotin. Hampir tiap hari malah." Bara ikut menimpali, mendukung Adi.
"Iya, iya, aku percaya." Dita tersenyum geli karena berhasil menggoda kakaknya.
"Sayang, jangan suka menggoda Mas Adi. Aku enggak bisa bantu kalau Sayang sampai digoda balik sama Mas Adi kaya tadi," bisik Rendra pada istrinya.
"Iya, Mas," sahut Dita juga sambil berbisik.
"Kalian berdua kenapa berbisik-bisik?" tanya Adi pada Dita dan Rendra dengan tatapan curiga.
"Urusan rumah tangga yang orang lain enggak boleh tahu, Mas," jawab Dita.
Adi beralih menatap Rendra.
"Hehe ... iya, Mas." Rendra tersenyum canggung pada kakak iparnya.
Adi menggelengkan kepala. "Kalian ini memang kebiasaan enggak tahu tempat dan waktu kalau bermesraan."
"Makanya buruan nikah, Mas. Kemarin mau dinikahkan sama ayah enggak mau." Dita kembali meledek kakaknya.
"Capek aku, Dek, ngomong sama kamu." Adi menghela napas lalu melanjutkan makannya yang tadi tertunda. Dia sudah malas menanggapi adiknya yang terus menggodanya.
"Sabar, Mas. Dek Dita pasti hanya bercanda." Adelia coba menenangkan Adi.
"Dia memang suka usil gitu. Aku udah biasa." Adi menyesap kuah sup jagungnya.
"Kamu nanti pulang sama siapa?" tanya Adi kemudian.
"Nanti diantar Bara. Tapi aku bawa motor sendiri kok, Mas."
"Oh, ya udah kalau bareng Bara. Kalau sendiri nanti aku kawal sampai rumah."
"Aku sudah biasa pulang malam sendiri, Mas."
"Jangan suka pergi sendiri kalau malam. Enggak baik. Bagusnya ditemani mahram. Kenapa tadi enggak ajak Arsen?" Adi mengernyit.
"Arsen masih belum pulang tadi, Mas."
"Kalau sekarang apa sudah pulang?"
"Kemungkinan sudah, Mas." Adelia menunduk.
"Sebaiknya Arsen disuruh ke sini saja. Aku lebih tenang kamu bersama Arsen. Bukan aku enggak percaya sama Bara, tapi kalian bukan mahram."
"Iya, Mas."
"Nanti Arsen naik ojol aja ke sini, aku bayari ongkosnya. Suruh bawa helm sama jaket sekalian."
"Enggak usah, Mas. Biar Arsen bayar sendiri."
"No. Aku yang menyuruh, aku yang akan bayar. Aku juga ingin ngobrol sama Arsen."
"Baik, Mas. Nanti setelah makan saya akan hubungi Arsen."
Adi mengangguk. Dia sudah menghabiskan makanannya. "Kamu mau es serutnya?" tawarnya pada Adelia.
"Enggak usah, Mas. Nanti merepotkan," tolak Adelia.
"Siapa yang repot? Ini aku sekalian mau ambil. Tadi kamu sudah ambilkan aku makanan, boleh kan aku gantian ambilkan kamu minuman?"
"Ya sudah, kalau Mas Adi maunya begitu."
Adi beranjak mengambil 2 gelas es melon serut. Setelah itu dia kembali ke tempatnya tadi. Dia mengangsurkan satu gelas ke depan Adelia.
"Terima kasih, Mas."
"Sama-sama. Anggap sebagai latihan kalau kita sudah menikah nanti."
Adelia mengangguk sambil tersenyum malu.
Saat azan Isya berkumandang para pria kembali pergi ke masjid. Sementara para wanita salat Isya berjemaah di rumah. Selesai salat mereka membereskan alat makan, sayur dan lauk yang masih tersisa. Hingga di ruang tamu tinggal camilan dan minuman saja.
Dita senang karena mereka bisa bekerja bersama. Tanpa ada yang merasa saling iri dan hanya duduk manis saja. Dia juga membungkuskan makanan untuk sahur Bella, Baim dan juga Bara agar mereka tidak perlu mencari makanan lagi nanti.
Arsenio akhirnya datang menjemput Adelia. Dia datang dengan ojol yang dibayari Adi. Sebelum pulang, dia juga mengobrol dengan mantan pelatih karatenya itu.
Setelah puas saling bercerita, pukul 09.00 malam, mereka sepakat mengakhiri acara buka bersama hari ini. Bella pulang ke kos dikawal Baim seperti biasanya. Adelia dengan Arsenio, dan Bara tetap saja sendiri.
"Mas, antar Nisa pulang dulu sana. Ini biar aku sama Mas Adi yang beresin." Dita mengumpulkan gelas dan piring bekas camilan yang kotor.
"Mbak, nanti mau tidur di sini?" tanya Nisa pada Dita.
"Iya, aku harus beresin dulu semuanya besok pagi. Kamu pulang aja sekarang," jawab Dita.
"Aku pulang sendiri aja, Mbak. Enggak usah diantar Kak Rendra. Biar Kak Rendra bantu beres-beres sampai selesai."
"Eh, jangan, Nis. Udah malam." Dita tidak setuju.
"Mas, sana antar Nisa sebentar," pinta Dita.
Rendra pun menghentikan kegiatannya, lalu mengantar Nisa pulang sekalian pamit pada mamanya kalau dia dan Dita akan tidur di rumah Adi.
Setelah semua dibereskan, Adi, Dita dan Rendra masuk ke kamar untuk beristirahat. Setelah sama-sama membersihkan diri dan berwudu, Dita dan Rendra berbaring di atas ranjang mereka.
"Aku senang sekali hari ini bisa kumpul dengan semuanya. Makasih sudah bantu aku ya, Mas." Dita mencium pipi suaminya.
Rendra tersenyum. "Iya, kapan-kapan kita bikin acara kumpul-kumpul lagi seperti ini."
"Benar ya, Mas." Dita menatap Rendra dengan mata berbinar.
"Iya," sahut Rendra sambil menyelipkan rambut di telinga Dita.
"Makasih, Mas Rendra Sayang." Dita kembali mencium suaminya, kali ini di bibir. Niatnya hanya sekilas, nyatanya Rendra justru memperdalam ciuman mereka. Dia selalu tak bisa menolak sentuhan lembut dan penuh cinta dari suaminya. Sentuhan yang selalu melenakan dan membuatnya terbang ke awang-awang hingga mencapai nirwana.
...---oOo---...
Jogja, 060421 23.50
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Karena satu jempol atau like sangat berarti. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
aku menunggu saat kata sah terucap untuk Adi dan adel
2022-07-17
1
ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ
Hmm...Mas Rendra selalu so sweet yah..bener² suami idaman...😂😂😂
Udah baik,Cakep,tidak malu membantu sang istri di dapur...
dan semuanya hanya ada di dunia novel yah Mak..😝😝😝
2022-07-12
1
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
iiiiiiiiii...... iri Q... iriiiiii... Q na... 🤭🤭🤭
2021-08-13
2