"Mas, nanti mampir belanja dulu ya sebelum pulang," pinta Dita saat mereka di parkiran sebelum meninggalkan kampus.
"Kok enggak bilang dari tadi sih, Sayang. Aku kan bisa bawa mobil tadi kalau mau belanja." Rendra menghela napasnya.
"Enggak banyak kok belanjanya, Mas. Di supermarket aja enggak usah ke pasar."
"Mau ke supermarket mana?"
"Yang di Jalan Solo, Mas." Dita menyebutkan nama salah satu supermarket.
"Oke. Sudah siap belum? Jangan lupa peluk pinggangku."
"Iya, sudah, Mas." Dita memeluk pinggang suaminya seperti biasa.
Rendra mulai melajukan motor sportnya meninggalkan kampus menuju ke supermarket yang tadi disebutkan istrinya.
Tak sampai sepuluh menit mereka sudah sampai. Suasana di sana masih sepi karena masih pagi dan supermarket baru saja dibuka.
Hari ini terakhir ujian tengah semester genap. Seperti janjinya pada kedua sahabatnya kalau mereka akan buka bersama setelah ujian selesai, karena itu Dita berbelanja untuk acara buka bersama sore nanti.
"Pakai troli apa keranjang, Sayang?" tanya Rendra begitu mereka masuk ke supermarket.
"Keranjang yang besar aja, Mas." Dita mulai berkeliling, dan Rendra dengan setia mengikuti di belakangnya sambil menyeret keranjang belanja berwarna merah.
Dita memasukkan berbagai macam sayur dan buah ke dalam keranjang. Lalu dia ke bagian daging dan ikan.
"Mas, tolong gurami yang besar 3 ya. Tolong dibersihkan dan difilet sekalian, apa bisa?" Dita berbicara dengan pramuniaga yang berjaga di sana.
"Bisa, Mbak. Mohon ditunggu dulu," jawab pramuniaga itu.
"Saya belanja dulu yang lain, nanti kembali ke sini."
"Baik, Mbak. Silakan."
Dita kembali berjalan mencari bahan lainnya.
"Sayang, mau masak apa saja sih? Jangan terlalu capek loh." Rendra mulai mengkhawatirkan istrinya karena sepertinya banyak yang akan dimasak berdasar bahan yang dipilih Dita.
"Enggak, Mas. Tenang saja, nanti Bella, Mbak Adel bantu masak kok. Nisa katanya juga mau ikut." Dita mengelus lengan suaminya.
Setelah semua bahan dibeli, mereka menuju kasir untuk membayar belanjaan. Sesudah itu mereka pulang ke rumah Adi karena acara buka bersama nanti akan diadakan di sana.
Setelah meletakkan dan menata barang belanjaan di dapur, Dita masuk ke kamar untuk berganti baju dan beristirahat sebentar.
"Mau tiduran sebentar, Sayang?" tanya Rendra yang baru ke luar dari kamar mandi.
"Iya, Mas. Nanti bangunin kalau Mas mau ke masjid ya."
"Iya."
Usai menjalankan salat Zuhur, Dita mulai sibuk di dapur. Rendra ikut membantu dan menemani istrinya di dapur sepulang dari masjid.
Pertama-tama Dita membuat puding mangga sekaligus vlanya. Sementara Rendra membantu mengupas melon untuk dibuat minuman dan salad buah.
"Sayang, apa ini nanti enggak kebanyakan masaknya? Kalau puasa kan makannya cuma sedikit." Rendra mencuci melon yang sudah dia kupas.
"Biar nanti dibawa Bella, Baim sama Kak Bara buat di kos, Mas. Mereka pasti mau," kata Dita sambil menuangkan puding ke dalam cetakan.
"Mas, itu melonnya sebagian diserut, sebagian lagi dipotong kecil-kecil ya." Dita memberi instruksi pada suaminya.
"Siap, Sayang."
Sekitar pukul 01.00 siang, Bella dan Adelia datang. Mereka berdua langsung menuju ke dapur.
"Loh, Kak Rendra kok ikut ke sini?" tanya Bella yang heran melihat Rendra menyusul ke dapur setelah tadi membukakan pintu untuknya.
"Aku kan membantu istriku dari tadi," jawab Rendra dengan santai.
"Serius, Kak? Kok enggak malu masuk dapur?" Bella masih tidak percaya.
"Kenapa harus malu?" tanya Rendra balik.
"Biasanya kan cowok males dan anti masuk dapur," jawab Bella.
"Dan aku enggak termasuk ke golongan yang biasa itu," ucap Rendra penuh percaya diri.
"Duh ... aku mau dong punya suami kaya Kak Rendra yang mau ke dapur. Kak Rendra ada kembaran enggak? Atau sodara yang mirip sifatnya gitu?" Bella mulai mengatakan hal yang konyol dan tak masuk akal.
"Bel, please stop deh jangan mulai," tukas Dita sebelum sahabatnya itu makin menjadi.
"Sorry, Ta." Bella meringis malu.
"Jadi, apa yang bisa aku bantu nih?" Bella menghampiri Dita.
Dita memberi Bella tugas memotong buah-buahan untuk dijadikan salad buah. Sementara Adelia memotong sayuran untuk capcai. Tak lama Nisa juga bergabung dengan mereka. Dia bantu mengupas dan menyiapkan bumbu yang nanti akan dipakai.
Rendra meninggalkan dapur, setelah banyak yang membantu istrinya. Dia menyiapkan tempat untuk mereka berkumpul nanti. Dia meminggirkan meja ruang tamu, lalu menyapu dan mengepel lantainya. Sesudah itu dia menggelar karpet, menutup seluruh lantai ruang tamu.
Sementara di dapur, mereka membuat es melon serut yang dicampur dengan biji selasih dan nata de coco, salad buah, sup jagung ayam, gurami filet asam manis pedas dan capcai. Semua yang di dapur bekerja atas komando Dita. Mereka sempat berhenti sebentar saat azan Asar berkumandang untuk menjalankan salat.
Pukul 04.00 sore, Bara sudah tiba di sana. Tak lama Baim pun juga tiba. Rendra menemani Bara dan Baim di ruang tamu sambil menunggu para wanita selesai bekerja di dapur.
"Dek, nanti Mas Adi pulang jam berapa?" tanya Adelia, yang sejak dilamar Adi memanggil adek pada Dita.
"Maksimal jam 5 sampai rumah, Mbak. Tadi aku udah bilang kalau hari ini enggak usah lembur," jawab Dita.
"Mungkin sebentar lagi, Mbak." Dita melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 16.30 WIB.
"Kenapa, Mbak? Kangen ya?" goda Dita.
Adelia tak menjawab hanya tersenyum malu.
Setelah semua hidangan siap, satu per satu mulai dibawa ke ruang tamu. Es melon serut, teh manis panas, air mineral, puding dan vla, kurma serta salad buah untuk membatalkan puasa nanti.
"Dit," panggil Baim.
"Ya, kenapa, Im," sahut Dita.
"Itu cewek, siapa?" Baim menunjuk Nisa dengan dagunya.
"Nisa, adiknya Mas Rendra. Kenapa? Mau kenalan?" goda Dita.
"Enggak deh, aku takut sama Kak Rendra." Baim menggelengkan kepala.
"Ah ... cemen kamu, Im," ledek Dita.
"Memangnya suamiku menakutkan ya? Mas Rendra ganteng gitu wajahnya, buktinya banyak yang tertarik. Tampilannya juga biasa aja enggak yang sangar kaya preman." Dita mengernyit.
Baim menggeleng. "Bukan perkara wajah, tapi ah ... kamu enggak bakal ngerti, Dit."
Dita tersenyum mengejek. "Gimana mau dapat istri kalau kamu cemen begini."
"Aku enggak cemen ya, Dit." Baim membela diri.
"Coba buktikan!" tantang Dita.
"Mas Rendra, sini," panggil Dita pada suaminya yang sedang mengobrol dengan Bara.
"Dit, ah dasar kamu ya ngerjain aku," protes Baim yang mulai panik.
Dita tak mengindahkan Baim, dia justru menyambut suaminya yang mendekat.
"Ada apa, Sayang?" tanya Rendra begitu duduk di samping Dita.
"Baim mau ngomong sesuatu, Mas." Dita melirik Baim sambil menyeringai.
Rendra beralih menatap Baim. "Mau ngomong apa, Im?"
Baim merasa gugup ditatap Rendra, sementara Dita menahan tawanya melihat ekspresi Baim.
"Eh ... itu ... emmm ... engg ...." Baim tidak bisa menahan gugupnya.
"Baim, mau ngomong apa sih, Sayang?" Rendra beralih lagi pada istrinya.
"Tahu tuh. Katanya tadi mau ngomong sama, Mas. Kok giliran ketemu malah kicep." Dita tersenyum sambil terus menahan tawa.
Rendra mengerutkan kening. Dia tahu istrinya pasti sedang mengerjai Baim. Tapi, dia tidak punya petunjuk tentang apa.
"Jadi mau ngomong enggak nih?" tanya Rendra pada Baim.
"Ja ... jadi, Kak. Emmm ... itu ... boleh enggak saya kenalan sama adiknya Kak Rendra." Baim akhirnya bicara meski terbata-bata.
"Oalah, kamu mau kenalan sama Nisa?" tanya Rendra lagi.
"I ... iya, Kak." Baim menjawab meski terbata.
"Nisa, sini," panggil Rendra pada adiknya.
"Apa, Kak?" Nisa menghampiri mereka.
"Ini ada teman Dita yang mau kenalan sama kamu." Rendra menunjuk Baim.
"Oh," Nisa menoleh pada Baim.
Baim mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, Nisa menyambutnya, lalu mereka bersalaman.
"Baim."
"Nisa."
Setelah itu mereka melepas jabat tangannya.
"Aku balik ke sana ya, mau ngobrol sama Kak Bella." Nisa berpamitan sebelum kembali duduk di samping Bella.
Dita mengikik setelah melihat Baim berkenalan dengan Nisa.
"Kamu kenapa ketawa sendiri, Sayang?" Rendra heran melihat istrinya yang terus tertawa.
"Enggak apa-apa, Mas. Lucu aja lihat si Baim." Dita masih terus tertawa kecil.
Sementara Baim terlihat kesal karena Dita berhasil mengusili dia.
Di sudut lain Adelia asyik mengobrol dengan Bara. Entah apa yang mereka obrolkan. Begitu juga Bella dan Nisa yang dari tadi terus bicara dan tertawa berdua.
"Assalamu'alaikum," salam Adi yang baru masuk dari pintu garasi.
"Wa'alaikumussalam," balas mereka serempak.
Adi tersenyum lebar pada calon istrinya yang tersenyum malu saat mata mereka saling bertatapan.
"Mas Adi, jaga pandangan!!!"
...---oOo---...
Jogja, 060621 00.15
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Karena satu jempol atau like sangat berarti. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
pulang2 udah disambut ultimatum jaga
pandangan sabar mas Adi bentar lagi😁😁
2022-07-17
1
ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ
Biasanya pandangan pertama itu akan menjadi sesuatu yang berkelanjutan...asyik...🤣🤣🤣🤭🤭🤭
2022-07-12
1
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
"mas Adi, jaga pandangan"
jaga tuk aq y mas Adi uupppsss adel, pinjem bentar y heheeeee 😅😅😅😅
2021-08-13
2