'Mas, nanti pulang jam berapa? Makan malam di rumah ya, aku udah masak.' Dita mengirim pesan pada Adi.
'Habis Magrib kalau enggak Isya. Iya, nanti aku makan di rumah. Tumben, ada apa, Dek?' Tak lama balasan dari Adi datang.
'Enggak ada apa-apa, Mas. Aku cuma pengen masakin Mas Adi aja.' Dita kembali membalas pesan Adi.
Tak lama di layar gawainya tampak Adi melakukan panggilan pada Dita.
"Assalamu'alaikum, Mas," salam Dita begitu menggeser tombol hijau di gawainya.
"Wa'alaikumussalam. Ada apa sih, Dek?" tanya Adi yang terdengar sangat penasaran.
"Dibilangin enggak ada apa-apa kok enggak percaya sih, Mas."
"Pasti ada sesuatu ini, mas yakin."
"Jangan suka berprasangka, Mas, enggak baik."
"Dek, bilang dong ada apa. Jangan bikin mas penasaran." Adi masih bersikeras.
"Sudah dibilang enggak ada apa-apa kok," ucap Dita dengan tenang.
"Adel udah kasih jawaban ya?" tebak Adi.
"Cie yang lagi ngarep dapat jawaban dari Kak Adel. Cie cie ...." Dita justru menggoda Adi tanpa menjawab pertanyaan kakaknya.
"Adek, berhenti godain mas," kata Adi dari seberang telepon dengan nada kesal.
"Makanya jangan penasaran, Mas. Pokoknya nanti Mas pulang langsung pulang jangan mampir-mampir. Aku tunggu di rumah." Dita langsung mematikan sambungan telepon mereka.
Tak lama, terlihat lagi nama Adi di layar sedang meneleponnya, tetapi Dita tak mengindahkan. Dia justru mengubah mode gawainya dengan mode diam. Dia tertawa sendiri karena berhasil membuat Adi penasaran dan kesal. Kapan lagi coba bisa menggoda kakaknya itu. Besok kalau kakaknya sudah menikah pasti tidak akan sebebas sekarang.
"Ada apa sih, Sayang, kok ketawa sendiri?" tanya Rendra yang baru selesai mandi dan bersiap akan ke masjid. Dia sudah rapi dengan baju koko, sarung dan juga kopiahnya.
"Duh, gantengnya suamiku yang mau ke masjid. Jadi makin cinta aku kalau begini." Dita memuji Rendra tanpa menjawab pertanyaan suaminya. Lebih tepatnya dia mengalihkan pembicaraan.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Sayang. Ayo jawab kenapa tertawa sendiri." Rendra menatap Dita dengan tatapan tak mau dibantah.
"He ... aku habis ngerjain Mas Adi." Dita meringis memperlihatan deretan giginya yang rapi saat menjawab pertanyaan suaminya.
Rendra tersenyum, dia lalu mengelus kepala istrinya. "Jangan sering ngerjain Mas Adi, Sayang. Nanti kalau dikerjain balik sama Mas Adi gimana? Apa Sayang mau?"
Dita menggeleng. "Kan enggak tiap hari, Mas. Aku tuh hari ini mau ngasih kejutan sama Mas Adi. Boleh ya, Mas Rendra Sayang." Dita memeluk Rendra, mencoba merayunya.
Dita tahu titik kelemahannya yang membuat Rendra tak bisa menolak permintaan istrinya. "Iya, tapi hari ini aja ya."
Dita tersenyum girang, dia mencium pipi suaminya. "Makasih, Mas Rendra Sayang."
"Tapi, ada imbalannya loh nanti malam." Rendra mengedipkan sebelah matanya.
"Beresssss," sahut Dita.
"Sudah ya Sayang peluknya, aku mau ke masjid. Sebentar lagi azan." Rendra menyingkirkan tangan Dita dari pinggangnya.
"Iya, iya, Mas." Dita mengurai pelukannya.
"Sayang, aku kunci aja ya pintu depan."
"Oke."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
...---oOo---...
"Mas Adi mandi dulu gih, habis itu kita makan malam," kata Dita setelah Adi tiba di rumah berbarengan dengan Rendra yang baru pulang dari masjid usai salat Isya.
"Istrimu kenapa sih, Rend?" tanya Adi pada Rendra.
"Tahu tuh, Mas." Rendra mengedikkan bahunya.
"Ih, malah ngobrol di sini. Mas Adi sana mandi. Mas Rendra buruan ganti baju." Dita mendorong Rendra masuk ke kamar. Setelah itu dia mulai menyiapkan makan malam di meja makan.
Usai ganti baju, Rendra duduk di ruang makan. Dita menyusul duduk di sampingnya begitu selesai menyiapkan makan. Beberapa saat kemudian, Adi juga sudah siap di meja makan.
Dita mengambilkan nasi untuk Adi, kemudian Rendra. Setelah itu dia mengambil untuknya sendiri.
"Makasih, Dek. Sekarang Mas sudah mandi, ini sedang makan. Ngomong Dek, ada apa sebenarnya?" Adi mendesak Dita untuk bicara.
"Enggak sabar banget sih, Mas," cibir Dita.
"Pasti soal Adel ya?" tebak Adi sambil memandang adik semata wayangnya itu.
"Habisin dulu makannya, Mas. Karena untuk mendengar jawaban Kak Adel, Mas Adi butuh energi biar kuat," jawab Dita dengan ekspresi datar.
Raut wajah Adi mendadak muram setelah mendengar jawaban Dita. Selera makannya tiba-tiba hilang. Dengan malas dia menghabiskan makanannya.
Dita menahan tawanya melihat ekspresi Adi. Beberapa kali Rendra menegurnya lewat isyarat mata agar segera mengatakan yang sebenarnya, tapi Dita tak mengindahkan.
Setelah makan, Dita membereskan meja makan, sedangkan Rendra membantunya mencuci alat makan yang tadi mereka pakai. Sementara Adi duduk dengan lesu di meja makan. Dia memutar-mutar gelasnya.
Rendra mendekati Dita. "Sayang, buruan kasih tahu Mas Adi. Kasihan tuh dari tadi murung terus wajahnya," bisiknya.
"Iya, Mas. Habis ini aku bilang. Mas, tenang aja. Aku juga sebenarnya enggak tega, tapi sudah terlanjur," balas Dita dengan berbisik juga.
Mereka kemudian berjalan menghampiri Adi.
"Kita bicara di ruang tengah, Mas," ajak Dita.
Adi berdiri dari duduknya. Dita merangkul lengan kiri kakaknya saat berjalan ke ruang tengah. Rendra mengikuti di belakang mereka.
Adi duduk di sofa, diikuti Dita dan Rendra. Adi sudah terlihat pasrah, dia diam saja sejak makan malam tadi.
"Mas, sudah siap mendengar jawaban Kak Adel?" tanya Dita sambil menggenggam tangan kakaknya.
Adi mengangguk tanpa menjawab.
"Jawaban apa pun Mas siap kan?" tanya Dita lagi.
"Iya, buruan, Dek. Mas capek mau istirahat," jawab Adi tanpa semangat.
"Kak Adel tadi sebelumnya minta maaf Mas, karena lama memberi jawaban. Kak Adel katanya sih tadi mau menerima taaruf Mas Adi," kata Dita sambil menatap wajah kakaknya.
Adi terkejut mendengar kata-kata Dita. Dia merasa tidak yakin dengan apa yang didengarnya. "Ulangi lagi Dek yang soal taaruf," pintanya.
"Makanya fokus dong, Mas. Kak Adel menerima taaruf Mas Adi." Dita mengulang lagi kata-katanya.
Bibir Adi mulai membentuk bulan sabit. "Dek, Mas enggak salah dengar kan?"
"Enggak." Dita tersenyum pada kakaknya.
"Aku enggak mimpi kan, Dek?" tanya Adi lagi.
Dita mencubit lengan kakaknya.
"Auchhh, sakit, Dek," teriak Adi sambil mengelus lengannya yang dicubit Dita.
"Sakit kan, Mas? Berarti Mas Adi enggak lagi mimpi."
"Ya Allah, alhamdulillah. Terima kasih, Ya Allah." Adi bangkit dari duduknya lalu melakukan sujud syukur. Setelah itu, Adi bangun lalu memeluk erat adiknya.
"Makasih, Dek. Makasih." Adi berulang kali mencium pucuk kepala Dita.
"Iya, sama-sama, Mas. Lepas ih, sesak ini aku." Dita memberontak dalam pelukan Adi.
"Maaf, Dek. Mas terlalu bahagia." Adi kembali mencium kening Dita sebelum melepas pelukannya. Dia kemudian beralih ke Rendra.
"Aku jadi nikah, Rend." Adi juga memeluk Rendra.
"Iya, Mas. Selamat ya." Rendra menepuk punggung Adi.
"Makasih, Rend." Adi mengurai pelukannya.
"Yessss!!!! Aku jadi menikah," teriak Adi penuh semangat sambil mengangkat tangannya yang terkepal ke atas kepala. Seperti seorang pemain bola yang baru saja mencetak gol di gawang lawan.
Dita dan Rendra tersenyum bahagia melihat kebahagiaan Adi. Seolah satu beban Dita sudah terangkat. Doanya agar Adi segera mendapat jodoh dikabulkan oleh Allah. Ya, meski ini masih proses awal, setidaknya jalan untuk Adi menikah sudah terbuka lebar.
Adi masih menikmati euforianya. Dia tak berhenti tersenyum dan berteriak karena terlalu bahagia.
"Mas, sudah malam. Jangan teriak-teriak," tegur Dita mengingatkan.
Adi mengangguk, tapi dia tidak berhenti tersenyum. Berulang kali dia masih mengatakan, "Yesss!!! Aku jadi menikah," meski dengan suara pelan.
Dita dan Rendra saling bergenggaman tangan sambil terus mengamati Adi.
Setelah beberapa menit berlalu, Adi mulai bersikap normal lagi meski senyum tak lepas dari bibir tipisnya.
"Dek, tadi ngerjain Mas, ya."
"Hehe, sedikit Mas. Tapi aku ingin kasih kejutan yang berkesan buat Mas Adi. Maaf ya Mas." Dita memasang senyum manisnya sambil mengangkat tangan dengan jari telunjuk dan tengah membentuk huruf V.
"Karena Mas baru bahagia, Mas maafin. Tadi Adek sudah sukses buat Mas putus asa. Apalagi bilang butuh energi untuk mendengar jawaban Adel. Langsung selera makan Mas ilang," gerutu Adi.
"Tapi aku benar loh soal Mas butuh energi setelah mendengar jawaban Mbak Adel. Buktinya Mas langsung punya energi untuk teriak-teriak tadi."
"Iya, Dek. Kamu memang pintar." Adi mencubit pipi Dita dengan gemas.
...---oOo---...
Jogja, 280521 00.35
Kalau nanti Adi dan Adelia menikah enaknya bulan madu ke mana ya? Ada rekomendasi tempat yang bagus di Indonesia? Berani rekomendasi berarti siap jadi narasumber ya 😉😉😉
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
lucunya adik kakak ini bikin gemes😄😄😄
2022-07-16
1
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
hahaha lucu dengan tingkahnya si Adi,,kaya kehilangan barang yang di sayang 😂😂
2022-07-13
1
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
so sweat mas Rendra
2022-07-12
1