Satu minggu sudah berlalu, keluarga Pak Wijaya dan Pak Lukman akhirnya bertemu sebagai kelanjutan proses taaruf keluarga. Pak Wijaya datang bersama Ibu Hasna, Adi, Dita dan juga Rendra. Tak lupa mereka membawa bingkisan makanan yang Sabtu kemarin dibuat Dita bersama Ibu Hasna.
Sabtu pagi kemarin, Ibu Hasna dan Pak Wijaya sudah tiba di rumah Adi. Mereka sengaja datang pagi agar bisa mempersiapkan bingkisan yang akan dibawa. Pak Wijaya pun bisa lebih lama mengobrol dengan putra dan juga menantu kesayangannya.
Di pertemuan kali ini kedua orang tua saling berkenalan dan juga membahas soal lamaran dan pernikahan Adi dan Adelia.
"Karena kedua anak kita sudah mantap untuk menikah. Dan kita sebagai orang tua juga sudah menyetujui. Jadi bagaimana dengan lamarannya? Karena Nak Adi kemarin bilang tidak ada tunangan," tanya Pak Lukman.
"Sebaiknya secepatnya, Pak. Kita mengejar waktu sebelum puasa," jawab Pak Wijaya.
"Bagaimana, Ma?" Pak Lukman menoleh pada Ibu Sarah.
"Puasa kan tiga minggu lagi, jadi dua minggu lagi lamarannya. Bagaimana?" tawar Ibu Sarah.
"Kalau minggu depan waktunya terlalu mepet, kami juga harus mengabari keluarga yang lain." Ibu Sarah memberi alasan.
"Baik, kalau begitu. Insya Allah dua minggu lagi keluarga kami akan datang melamar Nak Adelia," ujar Pak Wijaya.
"Waktu lamaran kita sudah sepakat, bagaimana untuk akad nikah dan resepsi?" tanya Pak Lukman lagi.
"Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau setelah Idul Fitri?" usul Pak Wijaya.
"Maaf, Pak. Itu terlalu mepet waktunya. Kami masih harus mencari gedung untuk resepsi dan akad nikah." Ibu Sarah menolak usulan Pak Wijaya.
"Dulu kami berencana menikahkan Adelia setelah wisuda. Tetapi kalau untuk sekarang sepertinya jaraknya terlalu lama karena tidak ada tunangan. Setelah Idul Adha mungkin bisa, masih ada waktu sekitar 3,5 bulan untuk menyiapkan. Bagaimana?" usul Pak Lukman.
Pak Wijaya menghela napasnya. "Bagaimana kalau kita nikahkan saja mereka dahulu seperti Dita?"
"Ayah, Insya Allah kami bisa menjaga sampai akad nikah. Selama ini mas juga berhubungan lewat Dita tidak langsung dengan Adelia." Adi menolak usulan ayahnya.
"Iya, saya setuju dengan Nak Adi. Akad nikah dilakukan sebelum resepsi saja. Kami juga akan menjaga putri kami agar tidak berduaan dengan Nak Adi. Selama ini mereka juga saling menjaga pandangan." Pak Lukman ikut menimpali.
"Baiklah. Adi, ayah percaya sama kamu. Jangan khianati kepercayaan ayah." Pak Wijaya menatap Adi.
"Iya, Ayah. Insya Allah mas akan menjaga kepercayaan dari Ayah dan semuanya." Adi kemudian beralih pada Dita. "Dek, bisa bantu Mas kan?"
Dita mengangguk. "Insya Allah, Mas."
"Jadi kita sepakat akad nikah dan resepsi setelah Idul Adha." Pak Lukman memandang semua orang di sana.
"Iya, Pak." Ibu Hasna kali ini yang menyahut.
"Alhamdulillah, berarti kita sepakat lamaran dua minggu lagi, dan akad nikah setelah Idul Adha. Kalau untuk penentuan tanggal akad dan resepsi menyusul tergantung dari tersedianya gedung," ujar Pak Lukman.
"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu akan di gedung mana resepsinya?" tanya Ibu Hasna.
"Karena kami akan mengundang setidaknya 1000 orang, jadi butuh kapasitas yang besar dan area parkir yang luas. Saya berencana akan menyewa Grha Sabha Pramana. Toh mereka berdua juga sama-sama kuliah di UGM," terang Pak Lukman.
"Ayah, Bunda, bagaimana kalau resepsinya dijadikan satu saja? Biar Ayah dan Bunda juga tidak capek?" usul Adi pada kedua orang tuanya
"Tidak, resepsi kita tetap di rumah. Sama seperti Dita." Tegas Pak Wijaya.
"Baik, Yah." Adi mau tak mau setuju dengan ayahnya. Tidak mungkin dia menolak lagi keinginan Pak Wijaya.
"Bagaimana kalau akadnya di Masjid Kampus UGM? Jaraknya tidak jauh dari Grha Sabha," usul Dita.
"Bagus juga itu. Tapi kapasitasnya kecil, Dek," sahut Adi.
"Kalau akad nikah kan biasanya hanya keluarga terdekat. Tidak lebih dari 200 orang kan? Masih mampu lah menampung."
"Iya, Pa. Akadnya di Maskam saja." Adelia mendukung usulan Dita.
"Ya boleh lah. Kalau begitu, Adel besok kamu ke Grha Sabha cek tanggal berapa kosongnya, kalau bisa langsung booking. Jadi saat lamaran kita sudah tahu tanggal akad dan resepsinya. Sekalian ke Masjid Kampus biar urusan gedung beres tinggal urus yang lain."
"Baik, Pa."
"Nanti urusan seragam keluarga dan baju pengantin sama Jeng Dewi saja, mamanya Rendra," putus Ibu Sarah.
"Terima kasih, Tante Sarah," ucap Rendra.
"Sama-sama. Tante suka sama hasil karya mamamu. Gamis yang dipakai Dita saat resepsi juga cantik banget," puji Ibu Sarah.
"Sekali lagi terima kasih, Tante."
Ibu Sarah mengangguk sambil tersenyum.
"Apa ada lagi yang perlu kita bahas?" tanya pak Lukman.
"Sepertinya sudah cukup, Pak. Besok bisa kita sambung lagi saat lamaran," jawab Pak Wijaya.
"Kalau begitu, mari kita menikmati makanan ala kadarnya yang sudah disiapkan istri saya," ajak Pak Lukman.
"Maaf, karena sebentar lagi azan Zuhur, bagaimana kalau kita salat dulu saja? Baru setelah itu kita menikmati hidangan yang disiapkan Ibu Sarah." Pak Wijaya melihat jam di pergelangan tangannya.
"Begitu juga bagus." Pak Lukman menyetujuinya.
"Masjidnya dekat atau jauh, Mas?" tanya Pak Wijaya pada Adi.
"Dekat, Yah. Kita jalan kaki saja," jawab Adi.
"Ya, sudah. Kita ke masjid sekarang. Mari Pak Lukman, Nak Arsen."
Pak Wijaya, Adi, Rendra, Pak Lukman dan Arsenio berbondong-bondong pergi ke masjid. Sementara para wanita tetap di rumah.
"Dita, kemarin japanese cheese cake itu buatanmu ya? Enak banget loh. Lembut sekali. Tante suka apalagi Arsen bisa habis sendiri dia kalau tidak diingatkan," puji Ibu Sarah.
"Terima kasih, Tante. Kebetulan pas hasilnya bagus," ucap Dita merendah.
"Dita ini pinter masak apa saja, Ma. Besok aku mau belajar masak sama dia." Adelia ikut memuji.
"Mbak Adel berlebihan. Aku juga masih belajar kok." Dita tersenyum malu.
"Bu Hasna juga pasti pintar memasak ya, enggak kaya saya yang enggak bisa masak." Ibu Sarah beralih pada Ibu Hasna.
"Saya kan cuma ibu rumah tangga. Kalau pekerjaan sudah beres ya kegiatannya belajar masak, Bu. Bisa juga karena terbiasa saja," ujar Ibu Hasna merendah.
"Tidak hanya Mas Adi, Dita dan bundanya juga semuanya suka merendah. Saya kagum dengan keluarga Bu Hasna." Ibu Sarah masih terus memuji mereka.
Ibu Hasna tersenyum. "Keluarga kami biasa saja Bu. Sama seperti keluarga lainnya."
"Mbak Adel, akh mau numpang wudu dan salat." Dita menyela untuk mengalihkan pembicaraan.
"Oh, ayo ke kamarku. Tante Hasna mau sekalian?" Adelia menoleh pada Ibu Hasna.
"Iya, boleh." Ibu Hasna dan Dita mengikuti Adelia naik ke lantai 2 di mana kamar Adelia berada. Mereka bertiga salat Zuhur bergantian sembari menunggu para pria pulang dari masjid.
"Mbak Adelia, terima kasih sudah mau menerima taaruf dari Adi." Ibu Hasna menggenggam tangan Adelia saat mereka duduk di atas ranjang, menunggu Dita yang sedang salat.
"Sama-sama, Tante. Ini semua juga petunjuk dari Allah." Adelia tersenyum seraya membalas genggaman tangan Ibu Hasna.
"Tante bahagia, akhirnya Adi menemukan seseorang yang bisa mengisi hatinya lagi. Tante sempat takut, Adi menikah saat kami sudah tidak ada lagi. Alhamdulillah Allah mendengar dan mengabulkan doa kami."
"Setelah kami bertemu langsung dengan Mbak Adelia, Adi memang tidak salah pilih. Selain cantik wajahnya, Mbak Adelia juga cantik hatinya. Tante titip Adi ya, Mbak. Tolong terima semua kekurangan dia kalau kalian sudah menikah nanti," tutur Ibu Hasna.
"Insya Allah, Tante. Saya masih jauh dari sempurna, saya juga punya banyak kekurangan. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur keluarga Tante mau menerima saya yang pernah berlumur dosa."
Ibu Hasna tersenyum. "Yang sudah berlalu cukup dijadikan pelajaran. Yang terpenting sekarang, Mbak Adelia mau memperbaiki diri jadi lebih baik."
"Terima kasih, Tante."
...---oOo---...
Jogja 010622 01.35
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
nggak bosen bacanya asemm gitu di antara keluarga mereka selamat ya Adi♥️adel
2022-07-17
1
Wiwit Widiawati
sosok Dita yang pinter masak dan baking mengingatkan ku pada sosok Sahabat nun jauh di sana, dia juga pintar bikin kue, Pizza tepatnya 😄 kalo bikin status pizza bikin ngiler, rumahnya juga daerah Djogja, mungkin tetangganya Dita 🤣🤣🤣
2022-02-03
2
Unci Faya
smoga lncar hari h nya
2021-08-31
2