Dita menghela napas lega setelah mereka pulang dari rumah Adelia. Prosesi lamaran Adi berjalan dengan lancar. Tak lama lagi kakaknya akan menikah dengan wanita pilihannya.
Kini saatnya dia mulai fokus lagi dengan kuliahnya. Kebetulan besok dia mulai UTS (Ujian Tengah Semester), jadi harus fokus belajar. Setelah ayah dan bundanya pulang kembali ke rumah, dia dan Rendra juga kembali ke rumah Ibu Dewi.
"Mas, aku mau tidur sebentar ya," kata Dita sambil melepas hijabnya.
"Iya, aku juga mau kok nemenin tidur siang." Rendra mengerling genit pada istrinya.
"Tidur siang beneran ya, Mas." Dita menatap suaminya yang sedang melepas kemeja batiknya.
"Iya, nanti setelah kita ...." Rendra menggantung kalimatnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Setelah kita bersih-bersih langsung tidur siang," sahut Dita yang membawa baju ganti ke kamar mandi.
Rendra terkekeh mendengar ucapan istrinya. Dia senang karena berhasil menggoda belahan hatinya itu.
Setelah Dita ke luar dari kamar mandi, berganti Rendra yang membersihkan diri. Dita langsung merebahkan diri di atas ranjang tanpa menunggu suaminya. Tak lama dia pun terlelap.
Rendra yang baru ke luar dari kamar mandi tersenyum melihat istrinya yang sudah terlelap. Dia menyusul berbaring di samping Dita. Dibelainya kepala Dita lalu dia cium keningnya. "Selamat tidur, Sayang."
Di malam harinya, mereka berdua sama-sama fokus belajar karena besok pagi keduanya ada jadwal ujian.
...---oOo---...
"Ah gila, soalnya susah banget sih," gerutu Bella setelah jadwal ujian hari ini selesai.
"Aku harusnya kemarin masuk shift pagi aja jadi bisa lebih banyak belajar." Bella masih saja menggerutu.
Dita tersenyum. "Aku juga cuma belajar tadi malam aja. Kemarin-kemarin kan sibuk ngurusin lamarannya Mas Adi."
"Kalau kamu kan otaknya udah encer, Ta. Enggak belajar juga pasti bisa ngerjain."
"Hisshh, jangan lebai deh, Bel. Soal tadi memang susah kok. Aku juga kurang belajarnya," elak Dita.
"Kamu tuh emang sukanya merendah, Ta," cibir Bella.
"Selama UTS mending kamu libur kerja dulu aja deh, Bel. Nanti aku bilang Mas Candra kalau kamu sungkan. Anak-anak yang lain juga pasti ngerti," saran Dita.
"Enggak usah, Ta. Biar aku nanti ngomong sendiri sama Mas Candra. Aku enggak enak sama yang lain, dikira aku diistimewakan karena temannya bu bos," tolak Bella.
"Ya kan kamu memang istimewa, Bel." Dita merangkul bahu sahabatnya itu. "Kamu diterima kerja lewat jalur khusus kan."
"Eh, iya juga ya." Bella menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Santai aja kali, Bel. Di sana kan kita juga udah kaya keluarga. Part timer yang lain juga pasti dikasih izin kok kalau ada keperluan. Jadi daripada kamu malah enggak fokus belajar mending libur dulu deh. Kalau mau masuk hari Jumat sama Sabtu aja sampai ujian selesai." Dita kembali memberi saran pada sahabatnya itu.
"Gimana? Kalau setuju, aku telepon Mas Candra nih." Dita sudah menggenggam gawainya.
"Iya deh. Aku nurut sama Bu Bos aja." Bella menganggukkan kepalanya.
Dita segera mencari kontak Candra lalu melakukan panggilan. Setelah Candra mengangkat teleponnya, Dita segera memintakan izin libur untuk Bella dengan alasan mau fokus ujian. Candra pun memberi izin dan berjanji akan mengganti jadwal Bella dengan yang lain.
"Makasih ya, Ta. Ada manfaatnya juga dekat sama bu bos," canda Bella.
"Panggil biasa aja kali, Bel. Enggak usah pakai embel-embel bu bos. Lagian kita juga ada di kampus bukan di kafe."
Bella meringis begitu mendapat protes dari Dita. Bagaimanapun Dita kan memang istri dari bosnya jadi wajar kan kalau dipanggil bu bos. Betul tidak?
"Kamu pulang sendiri apa dijemput Kak Rendra, Ta?" tanya Bella kemudian.
"Aku nunggu Mas Rendra ujian, jadi bareng sama dia. Kenapa?"
"Kalau sendiri mau aku anter pulang. Udah lama aku enggak main ke rumahmu."
"Lagi ujian kali, Bel. Besok deh selesai ujian main ke rumah ya. Tapi besok kan pas lagi puasa jadi buka bersama aja ya, sekalian ajak Baim. Nanti aku undang Kak Bara sama Mbak Adel."
"Wah, asyik buka bersama. Baim pasti juga enggak bakalan nolak," sahut Bella dengan girang.
"Kamu mau pulang sekarang kan, Bel?" Dita menghentikan langkahnya saat sampai di dekat kantin.
"Iya." Bella ikut menghentikan langkahnya. "Kenapa?"
"Kamu duluan aja. Aku mau menunggu Mas Rendra di kantin." Dita menunjuk ke arah kantin.
"Ya udah, aku temenin kamu aja. Hitung-hitung ucapan terima kasihku sudah dikasih izin libur."
"Benar, mau temani aku?" tanya Dita memastikan.
"Iya, yuk." Bella menggandeng lengan sahabatnya itu menuju ke kantin yang masih terlihat sepi karena masih pagi.
"Cerita dong, Ta, gimana lamarannya Mas Adi kemarin?" pinta Bella setelah mereka duduk dan memesan minuman.
"Ya, sama lah kaya lamaranku dulu," jawab Dita.
"Berarti Mas Adi juga dinikahkan kemarin?" tanya Bella penasaran.
Dita menggeleng. "Enggak. Cuma lamaran aja kemarin."
"Kok enggak?" Bella mengerutkan keningnya.
"Mas Adi enggak mau. Papanya Mbak Adel juga enggak setuju. Terus ada aku jadi perantara Mas Adi dan Mbak Adel." Dita menghela napasnya.
"Sebenarnya ayah sih tetap ingin menikahkan mereka. Tapi, Mas Adi bersikukuh enggak mau. Mas Adi juga bisa meyakinkan ayah dengan janji kalau akan menjaga interaksi dengan Mbak Adel. Jadi akhirnya aku mau enggak mau jadi penghubung mereka," lanjutnya.
"Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas semua kebaikan Mas Adi selama ini sama aku," ujar Dita sambil mengaduk es jeruk nipis yang tadi dia pesan.
"Terus kapan nikahnya?" tanya Bella.
"Hari kedua Idul Adha terus langsung resepsi. Esoknya resepsi di rumah," jawab Dita.
"Eh, kok kalian belum pulang." Baim tiba-tiba datang dan langsung duduk di kursi yang kosong di samping Bella.
"Kamu ngagetin aja sih, Im." Bella menepuk keras lengan Baim karena dia tadi benar-benar kaget.
"Duh, sakit, Bel." Baim mengelus lengannya yang dipukul Bella.
"Kalian berdua nih emang barbar kalau sama aku," sungut Baim dengan ekspresi pura-pura kesal.
"Salah sendiri pakai acara ngagetin tadi." Bella beralasan.
"Siapa yang ngagetin? Aku datang kan cuma langsung ngomong aja. Enggak ada niat buat kagetin kalian berdua." Baim membela dirinya.
"Serah kamu deh, Im." Bella sudah malas berdebat dengan Baim. Dia menyesap es teh yang tadi dia pesan.
"Kalian berdua ini kalau ketemu pasti ribut aja." Dita menggelengkan kepala seraya melihat Bella dan Baim bergantian.
Baim meringis. "Aku enggak berani ribut sama kamu, Dit. Takut aku sama Kak Rendra."
"Astaga, segitunya, Im."
"Keder aku. Kalau sampai dihajar sama Kak Rendra bisa tinggal nama aku nanti." Baim bergidik dengan ekspresi ngeri.
Dita tertawa kecil. "Lagian kenapa juga Mas Rendra mau menghajar kamu. Selama enggak ada salah, santai aja lagi, Im."
"Aku takut Kak Rendra cemburu sama aku, Dit. Waktu kalian masih belum menikah aja, Kak Rendra lihat aku kaya pengen bunuh aku."
"Idih, ge er banget sih kamu, Im. Lagian enggak sepadan juga kamu sama Kak Rendra. Buat apa Kak Rendra cemburu sama kamu." Bella meledek Baim.
"Kamu kok jadi ketularan Bella sih, kalau ngomong sukanya lebai," protes Dita pada Baim.
"Aku enggak lebai, Dit. Aku serius. Ingat enggak waktu kita pulang bareng habis mengerjakan tugas kelompok terus ketemu Kak Rendra di dekat musala?"
Dita mengangguk.
"Nah pas itu, tatapannya kaya mau ngebunuh aku. Mana aku juga kaya enggak dianggap ada."
Dita tersenyum kecil. "Masa sih, Im. Perasaanku biasa aja."
"Kamu kan cewek mana paham bahas tubuh cowok," ledek Baim.
"Tapi sekarang aku paham kok, Im. Tapi hanya Mas Rendra aja yang aku paham selain Mas Adi." Dita tergelak sendiri.
"Kak Rendra kan suamimu, ya pasti kamu paham lah meski cuma lihat matanya aja," sindir Bella.
Dita mengangguk sambil tertawa kecil. "Nanti kalau kamu punya suami juga bakal paham, Bel."
"Iya, tapi entah kapan aku nikah, Ta. Kamu sih enak jadi anak bungsu tidak punya tanggung jawab besar. Aku sebagai anak pertama harus memberi contoh pada adik-adikku. Setidaknya setelah lulus kuliah aku bisa kerja sesuai jurusanku. Jadi aku bisa membantu orang tuaku menyekolahkan adik-adikku."
"Sabar ya, Bel. Tetap semangat. Aku selalu mendoakan kebaikan untukmu. Tapi ingat, yang namanya jodoh kita enggak pernah tahu kapan datangnya. Jadi nikmati saja dulu hidup sebagai lajang." Dita memegang tangan Bella yang ada di atas meja, memberinya dukungan.
"Eh, kenapa suasananya jadi sendu begini sih?" sela Baim agar mereka tidak larut dalam kesedihan.
Dita tersenyum, tapi tiba-tiba dia ingat sesuatu.
"Im, rencananya habis ujian kita buka bersama di tempatku. Kamu bisa kan?" tanya Dita pada Baim
"Kalau perkara gratisan sih, aku selalu bisa, Dit," jawab Baim dengan nada bercanda.
"Tuh, benar kan apa yang aku bilang, Ta," sahut Bella.
Mereka bertiga pun mengobrol dengan suasana santai sampai Rendra datang menjemput Dita. Karena kesibukan masing-masing membuat mereka jarang bisa berkumpul seperti hari ini, jadi mereka benar-benar memanfaatkan momen kebersamaan mereka.
...---oOo---...
Jogja, 050621 00.45
Siapa yang kemarin kangen Bella dan Baim?
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5, mohon dukungannya 🙏🤗
Kalau ada masukan, kritik dan saran yang membangun, boleh via kolom komentar, PC atau DM di instagram @kokoro.no.tomo.82
Jangan lupa ritual jempol atau like-nya setelah membaca ya, Kak. Karena jempol atau like kalian sangat berharga. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
seru nih para sahabat gokil saling mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk sahabat nya👍👍👍
2022-07-17
1
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
syuka... syuka.... syuka........
2021-08-13
1
Shofia Hanina
Bella dan Baim kayaknya seru...Tapi Bara.... Terserah Kakak Author deh...
Suka dengan hubungan persahabatan yang harmonis....
Dita Alhamdulillah... punya suami yang baik, kakak, orang tua dan sahabat yang baik pula.. sosial system yang sangat mendukung...
Lanjut Kak...
Terima kasih..
2021-06-05
1