"Maaf Dita, karena aku belum memberi jawaban sama Mas Adi." Adelia menundukkan kepalanya.
"Enggak apa-apa kalau Kak Adel memang belum mempunyai jawaban. Maaf kalau tadi aku menyinggung soal Mas Adi." Dita menggenggam tangan Adelia.
"Sebenarnya hari ini, aku mau ketemu kamu juga mau memberi jawaban. Tapi sebelumnya aku ingin tanya-tanya dulu sama kamu." Adelia mengangkat kepalanya, menatap Dita.
"Tanya soal apa, Kak?" Dita memiringkan kepalanya sambil menatap Adelia.
"Mas Adi," jawab Adelia pelan. Dia meremas tangannya karena gugup.
"Boleh saja. Kak Adel mau tanya apa soal Mas Adi?"
"Apa Mas Adi pernah pacaran?" Adelia memulai pertanyaannya.
"Belum pernah. Kakak sendiri tahu gimana aku sama Mas Rendra yang langsung dinikahkan sama ayah. Tidak ada kata pacaran di rumah kami."
"Kalau naksir-naksir gitu?" tanya Adelia lagi.
"Mungkin pernah kalau naksir, Kak. Tapi kalau pacaran, aku jamin enggak pernah," jawab Dita tegas.
"Mas Adi pernah melamar seseorang tapi ditolak, Kak. Sejak itu enggak pernah lagi terdengar mau dekat dengan wanita. Baru dengan Kak Adel ini Mas Adi mau taaruf," lanjutnya.
Adelia terkejut mendengar jawaban Dita. Dia tidak pernah menyangka ternyata Adi pun pernah gagal menikah.
"Jadi, aku wanita kedua yang mau dilamar Mas Adi?"
Dita mengangguk. "Iya, Kak. Kalau tidak salah Mas Adi juga pria kedua kan untuk Kak Adel?" tanya Dita memastikan.
"Iya," jawab Adelia. "Dita, apa aku boleh tahu alasan lamaran Mas Adi dulu ditolak?" tanyanya lagi.
Dita mengembuskan napas panjang. "Karena waktu itu Mas Adi belum punya apa-apa, Kak. Mas Adi waktu melamar baru saja diterima kerja. Masih ngekos, motor juga masih pemberian ayah. Bisa dibilang masih nol lah. Mereka takut Mas Adi tidak bisa membahagiakan anaknya."
"Sejak itu Mas Adi fokus bekerja, hampir setiap hari lembur. Jarang pulang ke rumah. Mas Adi pelan-pelan menabung hingga bisa beli kendaraan sendiri dan sekarang, alhamdulillah bisa punya rumah sendiri. Mas Adi bertekad tidak akan menikah sampai punya rumah sendiri. Mas Adi tidak mau lagi ditolak hanya karena masalah harta kekayaan."
"Dulu sebelum aku menikah, Mas Adi ingin mengantarkan aku sampai lulus kuliah bahkan sampai S2. Mas Adi ingin memanjakan aku. Sejak mendapat gaji pertama, setiap bulan aku selalu diberi uang saku, bahkan sampai sekarang. Meski Mas Adi menghemat untuk pengeluarannya sendiri, tapi loyal sama aku, Kak. Kalau aku berencana mau beli sesuatu pasti langsung dibelikan, padahal aku enggak memintanya." Dita menerawang saat menceritakan soal Adi.
"Mas Adi itu juga tipe penyayang keluarga, Kak. Sama seperti Mas Rendra. Bisa dibilang sebelas dua belas lah mereka. Sama-sama protektif dan posesif. Aku sampai tidak bisa ke mana-mana tanpa izin dari Mas Adi. Bahkan setelah aku menikah masih bersikap protektif apalagi saat aku hamil dulu." Dita tersenyum pada Adelia yang terlihat serius mendengarkan dia bicara.
"Ini gado-gado yang tanpa ketupat, ini yang komplit." Seorang penjaga kantin mengantarkan pesanan mereka, membuat pembicaraan mereka terjeda.
"Terima kasih, Mas," ucap Dita dengan ramah.
"Sama-sama," balas penjaga kantin tersebut.
"Ayo Kak dimakan, sambil mengobrol." Dita menambahkan sambal di atas gado-gadonya sebelum dia mencampurnya dengan bumbu.
"Sudah cukup sambalnya, jangan ditambah lagi."
Dita terkesiap mendengar suara suaminya yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Eh, Mas Rendra sudah datang. Kok enggak salam dulu, Mas." Dita coba mengalihkan pembicaraan sambil tersenyum kikuk. Dia langsung meraih tangan kanan Rendra, lalu mencium punggung tangannya.
"Assalamu'alaikum," salam Rendra kemudian.
"Wa'alaikumussalam," balas Dita dan Adelia.
"Kalian sudah pesan makanan ternyata. Aku pesan makan dulu kalau begitu. Sayang, tadi sudah bayar apa belum makanannya?" tanya Rendra pada Dita.
"Sudah, Mas."
"Ya sudah. Aku pesan dulu." Rendra mengambil wadah sambal sebelum pergi meninggalkan istrinya dan Adelia, mengantisipasi agar Dita tidak menambah sambal lagi.
"Tuh, kaya gitu Kak salah satu sikap protektifnya mereka," kata Dita setelah Rendra pergi.
Adelia tersenyum. "Itu karena dia enggak mau kamu sakit perut karena terlalu banyak makan sambal."
"Iya sih, tapi jadi kesal aja sampai wadah sambalnya diambil," gerutu Dita sambil mencampur gado-gadonya.
Adelia kembali tersenyum. Dia mulai menikmati gado-gadonya. Dita juga mulai makan setelah sebelumnya berdoa.
"Jadi kamu sama Mas Adi dekat banget ya?" tanya Adelia kemudian.
"Iya, Kak. Mungkin juga karena perbedaan usai kami yang lumayan jauh. Jadi Mas Adi sayang banget sama aku."
"Memangnya berapa selisih usia kalian?" Adelia mengerutkan keningnya.
"Delapan tahun, Kak. Sekarang umur Mas Adi 28 tahun, sudah pas waktunya untuk menikah," jawab Dita seraya tersenyum menggoda.
"Lumayan jauh ya." Adelia berulang kali menganggukkan kepala.
"Ya begitulah. Sebelum aku lahir, katanya bunda pernah dua atau tiga kali hamil tetapi selalu keguguran. Sampai akhirnya mereka pasrah kalau hanya punya anak satu. Di saat mereka pasrah itu, tiba-tiba bunda hamil aku, dan lahirlah aku sampai sebesar ini," jelas Dita.
"Makanya Mas Adi itu sayang dan perhatian banget sama aku, Kak. Sesibuk apa pun kuliah atau pekerjaannya, Mas Adi selalu menyempatkan untuk telepon atau kirim pesan sama aku. Saking dekatnya kami sampai banyak orang yang tidak mengenal kami menganggap kalau kami pacaran." Dita terkekeh saat bercerita.
"Tapi memang kadang Mas Adi suka ngerjain cewek yang mengejar dia. Mengaku kalau punya pacar terus nanti nunjukkin fotoku sama dia yang terlihat mesra." Dita kembali tertawa mengenang kebersamaannya dengan Adi.
"Kalau nanti ternyata takdir Allah menjodohkan Kak Adel dengan Mas Adi, jangan cemburu sama aku ya, Kak. Kami kadang masih terbawa suasana kalau sedang ngobrol berdua. Meski kadang kami saling meledek dan menggoda, tapi kami saling menyayangi, Kak."
"Iya, aku bisa melihat kalau kalian saling menyayangi," sahut Adelia.
"Ibu-ibu kalau sudah berkumpul seru dan asyik sendiri ya ngobrolnya," kata Rendra yang baru datang sambil membawa makanan pesanannya. Dia juga memesan gado-gado seperti mereka, tetapi tadi dia menunggu gado-gadonya dibuat sambil mengobrol dengan penjaga kantin.
"Kaya kamu sama Bara kalau ketemu juga asyik sendiri kan, Ren." Adelia balik menyindir Rendra.
Rendra tertawa karena memang sindiran Adelia tepat sasaran. Tidak ada bedanya memang antara pria dan wanita kalau sudah bertemu dengan orang terdekat pasti asyik mengobrol sendiri.
"Gimana Del, Istikharahmu? Apa sudah dapat jawaban?" tanya Rendra tanpa basa basi.
"Mas, jangan frontal gitu tanyanya," tegur Dita.
"Enggak apa-apa, Sayang. Sudah biasa kalau aku ngobrol sama Adel begini," ucap Rendra sembari mencampur gado-gado dengan bumbunya.
"Iya, Dita. Santai saja. Aku enggak apa-apa. Tadi kan memang rencananya aku mau memberi jawaban."
"Jadi apa jawabannya?" tanya Rendra to the point lagi.
"Sabar kenapa, Mas. Ini tadi Kak Adel baru tanya-tanya soal Mas Adi."
"Oh begitu. Ya sudah, aku menyimak saja." Rendra menyantap gado-gadonya setelah sebelumnya berdoa.
"Apa ada yang mau Kak Adel tanyakan lagi?" Dita menatap Adelia.
"Apa makanan kesukaan Mas Adi?"
"Mas Adi pemakan segalanya sih, Kak." Dita tertawa. "Enggak ada makanan khusus yang dia suka karena mungkin lama ngekos jadi apa saja mau. Tapi, Mas Adi lebih suka masakan rumahan daripada restoran."
"Apa menurut kalian aku pantas menjadi istri Mas Adi?" tanya Adelia seraya menatap Dita dan Rendra bergantian.
Mereka terkejut dengan pertanyaan Adelia. Mereka saling berpandangan, menentukan siapa yang akan bicara terlebih dahulu.
"Kenapa? Aku enggak pantas ya dengan Mas Adi?" Tampak raut wajah sedih Adelia.
"Bukan begitu, Kak. Kami baru menentukan siapa dulu yang bicara. Kak Adel, jangan salah paham." Dita coba memberi Adelia pengertian.
"Iya, Del. Menurutku, kamu pantas jadi istri Mas Adi. Kalian serasi kok. Aku sih yes kalau kamu jadi kakak iparku." Rendra mengungkapkan pendapatnya.
"Dari awal sebelum Mas Adi bilang ingin taaruf dengan Kak Adel, aku sudah mendukung Kak Adel sama Mas Adi. Kalau Kakak tidak percaya, tanya saja sama Mas Rendra. Aku sering godain Mas Adi soal Kak Adel, tapi ya gitu mas Adi sok cool."
"Makanya aku kaget waktu Mas Adi mau taaruf dengan Kak Adel. Dalam hati aku bahagia akhirnya kakakku itu ingin menikahi seseorang. Dan, aku lebih bahagia karena wanita pilihan Mas Adi ternyata Kak Adel. Sama seperti Mas Rendra, aku juga yes kalau Kak Adel jadi kakak iparku." Dita ikut mengungkapkan pendapatnya.
Pelan-pelan senyum Adelia terkembang mendengar ungkapan Rendra dan Dita.
"Jadi, menurut kalian, aku pantas jadi istrinya Mas Adi?" tanya Adelia dengan mata berbinar.
Rendra dan Dita kompak mengangguk sambil tersenyum lebar sebagai jawaban pertanyaan Adelia.
"Kalau begitu, aku mau memberi jawaban Mas Adi. Bismillah, Insya Allah aku menerima taaruf Mas Adi," ucap Adelia dengan yakin.
"Alhamdulillah, akhirnya penantian Mas Adi terbayar. Terima kasih, Kak Adel." Dita langsung memeluk erat Adelia. Tak terasa air matanya menetes karena terharu sekaligus bahagia. Mereka berpelukan selama beberapa saat untuk menyalurkan rasa bahagia.
"Mulai sekarang, apa boleh aku panggil Mbak?" tanya Dita pada Adelia setelah mengurai pelukan mereka.
Adelia mengangguk. "Boleh, senyamanmu saja, Dita."
"Selamat ya, Del. You deserve to be happy." (Kamu berhak/pantas untuk bahagia)
"Thanks, Ren."
...---oOo---...
Jogja, 270521 02.00
Lega kan Adelia sudah menjawab, apa masih ada yang belum puas? 🙈🙈🙈
Cerita ini mengikuti kontes You Are A Writer Seasons 5 mohon dukungannya 🙏🤗
Jangan lupa jempol atau like setelah membaca ya, Kak. Terima kasih 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶
selamat ya Adi penantianmu terbayar bahagia semoga samawa untuk kalian ikut terharu aku baca nya😍😍
2022-07-16
1
🏘⃝Aⁿᵘ3⃣ ⏤͟͟͞R •𝕯• Kᵝ⃟ᴸ
alhamdulillah ikut senang juga..akhirnya niat Taaruf Asi diterimaa..
2022-07-16
9
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
Alahamdulillah,,ah aku ikut senang dengan jawabnmu Del..
2022-07-14
1