Storm adalah gadis bar-bar dengan kemampuan aneh—selalu gagal dalam ujian, tapi mampu menguasai apa pun hanya dengan sekali melihat.
Ketika meninggal pada tahun 2025, takdir membawanya hidup kembali di tubuh seorang narapidana pada tahun 1980. Tanpa sengaja, ia menyembuhkan kaki seorang jenderal kejam, Lucien Fang, yang kemudian menjadikannya dokter pribadi.
Storm yang tak pernah bisa dikendalikan kini berhadapan dengan pria yang mampu menaklukkannya hanya dengan satu tatapan.
Satu jiwa yang kembali dari kematian. Satu jenderal yang tak mengenal ampun. Ketika kekuatan dan cinta saling beradu, siapa yang akan menaklukkan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab10
Suasana makan malam
Suasana makan malam di kediaman keluarga Shu tampak tenang dan penuh kehati-hatian. Tidak ada yang berani berbicara sembarangan di hadapan tamu terhormat mereka — Jenderal besar Lucien Fang.
Di meja bundar besar, tersaji beberapa hidangan modern hasil masakan Storm sendiri. Aroma masakan itu memenuhi ruangan, membuat semua orang memandangi hidangan dengan rasa penasaran — terutama karena makanan seperti itu belum pernah mereka lihat sebelumnya di era tahun 80-an.
Di tengah meja, tampak ayam crispy berwarna keemasan, ditemani sayuran berwarna cerah yang disusun rapi — tampak lezat, tapi juga mencurigakan bagi mereka yang terbiasa dengan masakan tradisional.
Mimi menatap hidangan itu dengan dahi berkerut.
“Kakak, hidangan ini... yakin bisa dimakan? Kakak tahu kan, Jenderal datang sebagai tamu kehormatan, tapi kenapa malah memasak makanan aneh begini? Tidak sopan!” katanya dengan nada sinis.
Storm meletakkan sumpitnya, menatap adiknya dengan senyum tipis penuh percaya diri.
“Mimi, hanya orang bodoh sepertimu yang tidak tahu jenis makanan modern ini. Kalau tidak suka, jangan makan. Lagipula aku memasak untuk seorang pahlawan negara, bukan untukmu yang kerjaannya cuma menghabiskan beras di rumah,” balas Storm tanpa ragu.
Ucapannya membuat ruangan mendadak hening. Ah Ming dan Ah Luo, saling pandang — antara terkejut dan takut suasana makin canggung di depan Jenderal.
Sementara Mimi hanya bisa menahan emosi.
Ah Ming berdehem pelan, mencoba mencairkan suasana.
“Ah Zhu, sebelumnya kau tidak pernah memasak seperti ini. Bagaimana kau bisa membuatnya sekarang?”
Storm tersenyum bangga.
“Pa, cicipi saja dulu. Aku jamin dengan nyawaku, kalian pasti ketagihan.” katanya sambil menjepit potongan ayam dan meletakkannya ke piring ayah dan ibunya.
Ah Ming lalu menoleh sopan pada tamunya.
“Jenderal, silakan mencicipinya terlebih dahulu,” ucapnya penuh hormat.
Lucien Fang mengambil sumpitnya perlahan, mencicipi sepotong ayam crispy itu. Begitu juga dengan keluarga Shu.
Beberapa detik berlalu, dan ekspresi tegang di wajah mereka mulai berubah menjadi lega. Ah Ming dan Ah Luo saling berpandangan, lalu tersenyum.
“Ah Zhu, rasanya sungguh enak sekali!” ujar Ah Luo dengan mata berbinar.
Storm tersenyum lebar, penuh kemenangan.
“Tentu saja. Aku sudah belajar dari buku masakan modern. Walau aku ceroboh, tapi aku tidak pernah malas,” jawabnya bangga.
Namun suasana yang sempat cair itu kembali hening ketika Lucien meletakkan sumpitnya. Tatapan tajamnya mengarah pada Storm.
“Aneh...” batinnya, “Setelah keluar dari penjara, sikapnya berubah drastis. Dia tidak seperti Ah Zhu yang dulu kukenal. Petugas mengatakan... dia sempat disiksa dan ditampar sampai pingsan. Sejak sadar setelah kejadian itu, dia langsung berubah total.”
Ah Ming menatap Lucien Fang dengan ragu, namun akhirnya memberanikan diri berbicara.
“Jenderal, ada hal yang ingin saya sampaikan. Putri saya, Ah Zhu… sangat menyukai Anda. Apakah… mungkin ada peluang bagi kita untuk menjadi satu keluarga?” katanya hati-hati.
“Siapa yang menyukainya?!” batin Storm dengan wajah kaku, matanya langsung menatap tajam ke arah ayahnya.
Namun sebelum ia sempat membuka mulut, dua suara terdengar bersamaan.
“Aku menolak!”
Lucien dan Storm menjawab serentak, hingga ruangan mendadak hening.
Ah Ming dan Ah Luo menatap mereka berdua dengan wajah terkejut.
“K-kalian... menolak?” gumam Ah Ming bingung.
Storm menatap ayahnya serius.
“Papa, aku seorang gadis yang memiliki ilmu medis. Aku ingin mengembangkan kemampuanku untuk menyelamatkan banyak orang. Aku tidak ingin menikah.”
Mimi langsung menyambar dengan nada mengejek.
“Kakak, Jenderal Fang itu luar biasa! Banyak wanita di luar sana yang lebih layak jadi istrinya. Lagi pula, jelas sekali Jenderal tidak tertarik padamu.”
Storm menoleh pelan, menatap adiknya dari ujung kepala sampai kaki.
“Benar. Banyak wanita yang lebih layak dariku. Jadi kau jangan bermimpi bisa menjadi istri seorang Jenderal juga.”
“Kau…!” Mimi terdiam, wajahnya memerah karena malu dan kesal.
“Sudahlah, kalian jangan bertengkar seperti ini,” sela Ah Luo cepat.
Ah Ming ikut berdehem, mencoba menyelamatkan suasana.
“Jenderal, maaf. Putri saya hanya bercanda.”
Namun Storm menatap ayahnya dengan tegas.
“Aku tidak bercanda, Pa. Di zaman ini, semua gadis diajarkan hanya untuk duduk manis di rumah—menyulam, melukis, dan menunggu dilamar. Tapi bukan itu hidup yang kuinginkan.”
Ia menarik napas, lalu melanjutkan dengan suara mantap.
“Asal Papa tahu di tahun 2025, semua gadis bebas menempuh pendidikan tinggi, bekerja, dan menentukan hidupnya sendiri. Tidak seperti di zaman ini, di mana perempuan harus tunduk pada pria. Aku bukan gadis yang patuh pada suami. Aku punya hidupku sendiri. Menjadi dokter atau tabib adalah impianku!”
Ah Luo menatap anaknya dengan bingung.
“Ah Zhu… tahun 2025? Apa maksudmu? Tidak ada yang mengerti apa yang kau bicarakan.”
“Ah Zhu! Jangan bicara sembarangan di depan Jenderal!” tegur Ah Ming cepat, panik melihat ekspresi bingung Lucien.
Namun sebelum suasana bisa mereda—tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar.
“Ada penyusup!”
Semua orang langsung berdiri. Seorang pria berpakaian seragam masuk tergesa-gesa.
“Jenderal! Ada beberapa penyusup yang menyelinap ke dalam kediaman ini. Prajurit sedang mengejar mereka!” lapor Max dengan tegas.
Lucien Fang langsung berdiri, matanya tajam.
“Tangkap mereka! Jangan biarkan satu pun lolos!” perintahnya.
Ah Ming tampak khawatir.
“Siapa mereka? Mengapa bisa ada penyusup di rumah kami?”
Storm bangkit dari kursinya, wajahnya berubah serius.
“Aku akan menangkap mereka. Berani sekali datang ke sini," katanya dengan nada penuh percaya diri.
"Ah Zhu, jangan keluar, sangat bahaya," ujar Ah Ming.
"Papa, tenang saja, aku sudah sering bertarung dan menimbulkan masalah. Jadi penyusup itu bukan masalah besar bagiku," jawab Storm yang beranjak dari sana.
Ah Luo memandang punggung putrinya yang menjauh sambil menghela napas berat.
“Anak ini… kenapa setiap ucapannya selalu terdengar tidak masuk akal?” gumamnya lirih.
Lucien Fang yang hanya diam sejak tadi, ia tersenyum tipis. Tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya.