Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10 Pertama dan Terakhir
Seharian ini Luna benar-benar menghabiskan waktu di apartemen Ken. Selain karena tidak bisa keluar dari apartemen tersebut, dia juga merasa lebih baik berada di sana untuk saat ini. Menghilang sebentar dari dunianya. Dia bahkan sengaja memutus sambungan internet di ponselnya, setelah menelepon Leo tadi. Sengaja ingin menghindar dari semua orang.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, tapi belum ada tanda-tanda Ken keluar dari kamarnya. Padahal Luna sudah bosan dengan aktivitas di apartemen tersebut. Tapi si pemilik apartemen masih anteng di kamarnya.
"Ck, ni orang tidur apa pingsan sih?" Luna beranjak dari sofa, meletakkan remot televisi dengan asal, lalu berjalan menuju kamar Ken.
Tok
Tok
Tok
"BANGUN WOI! GUE MAU PULANG!" seru Luna setelah mengetuk pintu kamar Ken.
Brak
Brak
Brak
Luna bahkan menggebrak pintu tersebut, tapi nihil, Ken sama sekali tidak membuka pintu. Membuat Luna berdecak dan kembali duduk di sofa.
"Nyebelin banget sih? Katanya mau tidur bentar, udah tiga jam dia tidur. Dasar kebo!" kesal Luna.
"Mana gue laper." Gadis itu mengusap perutnya, padahal tadi dia sudah makan siang, tapi entah kenapa baru saja jam lima sore tapi perutnya sudah keroncongan.
Gadis itu melangkah menuju dapur dengan sedikit ragu. Mencari keberadaan kulkas dan membukanya.
"Gak papa kali ya, tadi dia udah ngijinin, kan?" tanyanya pada diri sendiri saat merasa ragu ingin mengambil makanan dari dalam kulkas tersebut.
"Ck, masa bodoh!" setelah itu Luna benar-benar mengambil beberapa cemilan dan minuman kaleng dari dalam kulkas tersebut dan membawanya menuju ruang tamu.
Bahkan hingga makanan yang dia ambil ludes, Ken belum juga keluar dari kamarnya, membuat gadis itu makin kesal. Apalagi langit sudah mulai gelap, dia harus kembali sebelum Papa Mamanya mengamuk lagi.
Merasa makin kesal dengan Ken karena memenjarakannya di apartemen milik pemuda itu, dia bergegas menelepon Ken setelah mengaktifkan ponselnya. Teringat jika tadi Ken mengirim pesan padanya dan otomatis nomor itu masih tersimpan di sana.
Dering pertama, Ken belum menerima panggilan darinya, hingga dering ke tiga, Luna bernapas lega saat Ken menerima panggilannya.
"Lo tidur atau pingsan! Gue mau pulang woi! Bukain pintu!" teriak Luna setelah sambungan itu terhubung.
"Hm, bentar gue mandi dulu," sahut Ken dengan suara seraknya.
Deg
Luna membeku mendengar suara serak Ken. Suara itu bahkan bisa menggetarkan hati nya. Suara itu sangat berbeda dengan suara Ken biasanya.
"Ck, sialan!" umpat gadis itu, setelah memutus panggilan tersebut.
Sambil menunggu Ken keluar dari kamar, Luna pun membersihkan sampah bekas makannya tadi. Hal itu dia lakukan sebagai bentuk tanggungjawab karena sudah mengotori rumah Ken.
☘︎☘︎☘︎
"Sorry gue lama," celetuk Ken yang baru saja keluar dari kamarnya dengan wajah segar.
Luna memutar bola matanya malas. "Ck, Lo tahu gak sih? Gue disini sampe jamuran! Lo malah enak-enakan tidur, dasar kebo!" umpat nya.
"Sorry, sebagai gantinya Lo boleh minta apa aja dari gue," sahut Ken penuh sesal.
"Gak usah temuin gue lagi, itu permintaan gue." Luna menatap Ken penuh permusuhan.
Ken langsung menggeleng mendengar ucapan Luna, "Selain itu Aurel. Kalau yang satu itu gak akan gue lakuin, gue tolak mentah-mentah permintaannya."
Luna mendengus, "Cuma itu yang gue mau, gak ada yang lain," sahutnya. "cepet buka pintunya, gue mau pulang!"
Ken menghela napas panjang, "Gue anterin Lo pulang." Dia melangkah mendekat ke arah pintu keluar.
"Gue bisa pulang sendiri," tolak Luna.
Ken yang baru saja sampai di depan pintu dan akan menekan sandi, menoleh mendengar penolakan dari Luna. "Pulang sama gue, atau tetap disini samapai besok?" tantangannya.
"Lo jadi cowok pemaksaan banget sih!" sahut Luna kesal. "gue mau pulang!"
"Sama gue,"
"TER-SE-RAH!" Pasrah, Luna tak mau menginap semalaman di apartemen tersebut, apalagi disana hanya ada mereka berdua. Mengingat Ken sangat pemaksaan, tidak menutup kemungkinan pemuda itu bisa melakukan hal yang tidak diinginkan.
"Sini pinjem jari Lo." Ken menarik salah satu tangan Luna, tapi gadis itu langsung memberontak.
"Lo lancang banget jadi cowok!" teriknya tak suka.
"Pinjem bentar doang Rel. Sini lebih cepat, Lo juga bakalan lebih cepat pulang," pintanya.
Luna tak menurut, dia justru melipat kedua tangannya di depan dada membuat Ken menghela napas.
"Yaudah, sini Lo tempelin jari jempol Lo sendiri di sini kalau gak mau gua bantu." Ken menunjuk ke arah sensor sidik jari di pintu apartemennya.
"Ngapain?"
"Udah nurut aja, ntar Lo bakalan tahu."
Akhirnya Luna menyerah, dia hanya ingin segera keluar dari apartemen pemuda itu. Dia pun menempelkan ibu jarinya ke sana, setelah itu Ken memencet sesuatu, entah sedang apa.
"Kapan pun Lo mau dan Lo butuh tempat istirahat, Lo bisa masuk ke apartemen ini. Disini udah ada sidik jari Lo. Tenang aja gue jarang gunain nih apart, jadi Lo bebas masuk asal gak ngajak teman, soalnya gak banyak yang tahu unit ini," jelas Ken membuat Luna membelalakkan kedua matanya.
Heran kenapa Ken dengan mudah mempercayakan apartemennya pada Luna. Padahal mereka belum lama mengenal. Apa Ken tidak takut jika Luna bisa saja mencuri barang-barang yang ada di dalam apartemen itu.
"Gak minat! Ini pertama dan terakhir gue kesini!" sahut Luna percaya diri.
Ken menganggukkan kepala, "Tapi gue yakin Lo bakalan bolak-balik ke sini, pegang omongan gue." setelah itu dia langsung membuka pintu apartemen tersebut dan keluar dari sana.
"Sok tahu!" Luna mengikuti langkah Ken keluar dari apartemen tersebut.
Tak ada percakapan selama mereka berjalan dari depan unit apartemen milik Ken hingga di basement. Saat di basement, Ken membukakan pintu mobil untuk gadis itu.
Luna yang diperlakukan masih seperti itu sama sekali tidak baper. Dia justru memutar bola matanya malas, seakan perlakuan Ken bukan hal spesial untuknya. Dia bahkan tidak mengucapkan terimakasih pada pemuda itu.
"Oh iya satu lagi. Mobil gue ini selalu ada di basement, kalau Lo butuh mobil bawa aja, lo bisa ambil kuncinya di lemari kaca ruang tamu, biasanya gue taruh disana," ucap pemuda itu.
"Udah dibilang ini pertama dan terkahir kalinya gue datang ke sini," sahut Luna sewot.
Ken menganggukkan kepala, "Ya, ya, ya, terserah Lo. Lo mau datang lagi juga boleh bahkan sangat boleh, atau gak mau datang lagi juga, em, kayaknya bakalan datang lagi," sahutnya.
Luna mendengus, dia malas membalas ucapan Ken, memilih diam dan membalas beberapa pesan yang masuk di ponselnya. Banyak pesan dari teman-teman di dalam grup mereka, ada juga pesan pribadi dari salah satu temannya.
"Ngapain ke sini?" tanya Luna saat dia menyadari mobil yang Ken bawa berbelok ke arah sebuah toko mainan.
"Gue mau Lo pilihin mainan buat Leo," jawab Ken.
"Gak usah, mainan Leo udah bayak," lagi-lagi Luna menolaknya.
Ken menghela napas, dia harus ekstra sabar menghadapi gadis ini. "Gue pernah janji sama Leo buat beliin mainan dan gue gak mau ingkar janji," ucapnya.
Luna menatap penuh selidik pada Ken, "Sejak kapan Leo kenal sama Lo?" tanyanya.
"Nanti Lo tanya langsung aja sama Leo, sekarang gue butuh bantuan Lo buat pilihin mainan kesukaan Leo, yuk." Ken lebih dahulu keluar dari mobil.
Terpaksa Luna ikut turun, mengekori Ken masuk ke dalam toko mainan tersebut. Meski sebenarnya dia merasa malas masuk ke dalam toko mainan itu, apalagi bersama Ken. Bahkan saat pemuda itu menanyakan apa yang Leo suka dia hanya menjawab terserah, bahkan tak memberitahu mana yang Leo suka dan tidak. Hingga akhirnya Ken memilih beberapa mainan lego dan robot keluaran terbaru.
Setelah puas memberi beberapa mainan untuk Leo, mereka langsung keluar dari toko tersebut dan melanjutkan perjalanan.
"Makan malam dulu ya," ucap Ken ditengah perjalanan mereka.
"Ogah!" jawab Luna singkat padat.
Ken menghela napas, kali ini dia tak akan memaksa Luna dari pada gadis itu makin kesal dengannya. "Yaudah, langsung pulang aja," putusnya.
Tak lama mobil yang Ken kendarai memasuki area perumahan Luna. Ken menghentikan mobilnya sebentar saat berada di depan post satpam.
"Mau ke rumah Den Dilan ya Den?" tanya seorang satpam yang sudah mengenal Ken.
"Enggak Pak, mau nganterin dia." Ken menunjuk Luna yang duduk disebelahnya sambil menundukkan wajah, karena fokus dengan ponsel.
"Oh Non Luna, yaudah silahkan masuk Den." Satpam tersebut mempersilahkan Ken masuk, pemuda itu pun mengucapkan terimakasih dan kembali melanjutkan perjalanan.
"Mau ngapain?" tanya Luna saat Ken akan turun dari mobil.
"Anter Lo sampai rumah lah, gue mau ketemu orang tua Lo," jawab pemuda itu.
"Gak usah, sampai sini aja. Gue masuk sendiri," tolak Luna lagi.
Ken mengalah, "Hm, yaudah. Tolong titip ini buat Leo. Lo hati-hati ya, kalau ada apa-apa telpon gue," pesan Ken sebelum Luna benar-benar turun dari mobil.
"Gue siap bantu Lo dua puluh empat jam per tujuh, inget hubungi gue kalau ada apa-apa, dan kalau Lo butuh bantuan apapun, gue siap bantu," ucapnya lagi berpesan.
"Gak perlu!" sahut Luna sebelum meninggalkan mobil Ken. Dia tetap membawa mainan yang Ken berikan untuk Leo.
Ken menatap kepergian Luna, setelah merasa aman dia pun meninggalkan area rumah gadis itu. Tanpa dia ketahui jika Luna di dalam rumah langsung menghadapi kesulitan.
"Leo gak perlu barang sampah kaya gini! Bikin dia malas! Buang mbak, buang semua itu!" teriak Dania saat melihat beberapa mainan yang baru saja Luna bawa.
"Jangan Mama, Io mau ini. Io janji mau belajal yang lajin kalau Mama gak buang mainan Io," bocah itu menangis saat mengetahui mainan yang baru saja dia terima akan dibuang oleh sang Mama.
"BUANG MBAK! BUANG CEPETAN!" seakan tak mendengarkan rengekan Leo, Dania membentak pengasuh bocah itu.
"STOP! JANGAN MBAK!" Luna ikut berteriak.
"MAMA APA-APAAN HAH! MAMA INI IBU APA BUKAN SIH! LIHAT ANAK MAMA NANGIS! MAMA TEGA HAH!" bentak Luna.
"DIAM LUNA! MAMA GAK BUTUH CERAMAH KAMU!"
"Mama, Kaka gak boleh belantem, Io takut." Mendengar tangisan Leo makin keras, Luna langsung menggendong adiknya itu dan membawanya masuk ke dalam kamar beserta mainan yang tadi dia bawa. Luna bahkan tak lagi menghiraukan teriakan Mamanya.
"LUNA!"
BRAK
ntar ujung ujungnya Ken juga yang repot
bucin tolol,rasain lho kan udah kek LC dibuat suami sendiri