Dua orang sahabat dekat. Letnan satu Raden Erlangga Sabda Langit terpaksa harus menjadi presiden dalam usia muda karena sang ayah yang merupakan presiden sebelumnya, tutup usia. Rakyat mulai resah sebab presiden belum memiliki pasangan hidup.
Disisi lain presiden muda tetap ingin mengabdi pada bangsa dan negara. Sebab desakan para pejabat negara, ia harus mencari pendamping. Sahabat dekatnya pun sampai harus terkena imbas permasalahan hingga menjadi ajudan resmi utama kepresidenan.
Nasib seorang ajudan pun tak kalah miris. Letnan dua Ningrat Lugas Musadiq pun di tuntut memiliki pendamping disaat dirinya dan sang presiden masih ingin menikmati masa muda, apalagi kedua perwira muda memang begitu terkenal akan banyak hitam dan putih nya.
Harap perhatian, sebagian besar cerita keluar dari kenyataan. Harap bijaksana dalam membaca. SKIP bagi yang tidak tahan konflik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Jalan hidup masing-masing.
Amarah Bang Lugas memuncak. Ia mencengkeram lengan Nadine begitu erat, matanya berkilat mengusung kemarahan. "Jangan pernah meremehkan saya, Nadine," desisnya. "Kamu tidak tahu apa yang bisa saya lakukan."
Nadine meringis kesakitan, tapi ia tidak gentar. "Kalau begitu, buktikan," tantangnya lagi. "Buktikan kalau Abang bukan pria mandul yang hanya bisa mengandalkan kekuasaan..!!"
Sesuatu dalam diri Bang Lugas patah. Kata-kata Nadine menghantamnya seperti pukulan telak. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak, kejantanannya direndahkan. Tanpa bisa mengendalikan diri, ia menarik Nadine mendekat dan mel*mat bibirnya dengan kasar.
Nadine meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Bang Lugas. Namun, tenaga pria itu terlalu kuat. Ia terus menciumi Nadine dengan bru*al, melampiaskan amarah dan frustrasinya.
Saat itu, semuanya terjadi di luar perkiraan. Bang Lugas kehilangan kendali. Ia tidak mempedulikan penolakan Nadine, ia hanya ingin membuktikan bahwa ia bukan pria mandul seperti yang dituduhkan. Ia melakukan sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan, sesuatu yang akan ia sesali seumur hidupnya. Sebenarnya Bang Lugas hanya melakukan 'hukuman' ringan untuk Nadine, hanya sekedar 'perkenalan' namun Nadine takut setengah mati.
Setelah beberapa saat, Bang Lugas tersadar dari kegilaannya. Ia melepaskan Nadine, yang terisak dan gemetar ketakutan. Ia menatap wanita itu dengan rasa bersalah dan jijik pada dirinya sendiri. Nafasnya masih memburu, ada kelegaan dibalik rasa sesal tak terkira. Perlahan ia menarik selimut dan menutup tu*uh mereka lalu menenangkan Nadine.
"Astaghfirullah hal adzim, Ya Allah." Bang Lugas sampai menitikan air mata, ada hal yang tidak sesuai dengan prinsipnya selama ini namun harus terjadi karena emosi nya tak terkendali.
Bang Lugas menangis bersama Nadine. Tak ada kata terucap. Hanya isak tangis meluapkan. Dekapannya kini lembut dan terasa begitu melindungi.
Meskipun tidak sepenuhnya semua itu terjadi namun sebagai seorang pria, Bang Lugas menyadari telah mele*ehkan seorang wanita.
"Pergi!" teriak Nadine dengan suara parau. "Pergi dari sini! Jangan pernah kembali!" Ucap lirih Nadine.
\=\=\=
Berita di luar sana semakin kencang berhembus. Bang Lugas sudah mencoba menghubungi Nadine lewat nomer telepon yang ia dapatkan. Ia pun sudah mencari Nadine namun kehilangan jejak. Sungguh Bang Lugas luar biasa frustasi apalagi kegiatan istana yang padat membuatnya sulit untuk bisa keluar dengan mudah dari lingkup puri.
Bang Erlang menangkap kegelisahan sahabatnya, ia juga sudah mendengar desas desus kabar burung tersebut.
"Apalagi ini??? Katamu Nadine tidak hamil, tapi kenapa ada foto kamu sedang bersamanya malam itu??" Tegur Bang Erlang.
"Saya jelaskan pun, kamu tidak akan paham." Jawab Bang Lugas singkat namun terdengar mengambang.
"Rakyat memintaku untuk memberimu sanksi tegas. Apa bisa kubuat??? Saya harus bagaimana, Gas???" Bang Erlang terduduk lemas.
Kebersamaan mereka sudah sangat lama hingga bagai saudara kandung tak terpisahkan, namun apalah daya.. Mereka menyadari saling membuat kesalahan yang membuat semua menjadi kacau balau.
"Lakukan saja tugasmu sebagai seorang presiden, jangan menoleh atau melihat apapun dari status saya atau siapa saya. Saya menyadari sudah membuat kesalahan. Apapun yang terjadi setelah ini, saya akan memulai hidup saya yang baru. Terpisah bukan berarti kita tidak lagi bersahabat." Kata Bang Lugas.
"Jujur saya butuh kamu, Gas. Ada banyak persoalan intern dan juga negara ini yang hanya di antara kita yang tau. Ganti ajudan bukan hal yang sepele." Ujar Bang Erlang cukup logis.
"Saya tau, tapi posisi saya sudah memberatkan kamu."
Kening Bang Erlang berkerut, ia paham betul sahabatnya sedang banyak pikiran.
"Kamu benar-benar menghamilinya??" Tanya Bang Erlang.
Tak lama suara ketukan pintu terdengar. Salah seorang Intel puri memberi kabar.
"Tidak ada tanda apapun??? Jejak pun tidak ada." Ujarnya. "Ijin, Pak.. Ibu Nindy sudah datang."
Wajah Bang Lugas nampak pias dan kecewa, tak lama Nindy masuk ke dalam ruangan kemudian Intel tersebut keluar dari ruangan. Bang Lugas pun menghela nafas panjang. Akhirnya sahabatnya itu benar akan menikahi Nindy.
"Silakan kalian lanjutkan..!! Saya keluar dulu." Pamit Bang Lugas kemudian memberi hormat pada keduanya.
Kini Bang Erlang yang duduk membanting punggungnya. Tidak banyak aktivitas namun ia merasa lelah.
"Apa yang harus saya lakukan disini??" Tanya Nindy polos.
"Duduk, temani saya disini..!!" Pinta Bang Erlang kemudian bersandar menengadah menatap langit-langit ruang kerjanya.
Nindy duduk di sebelah Bang Erlang tanpa tau harus berbuat apa.
"Nanti sore kita akan menikah secara tertutup. Kamu mau apa sebagai mahar pernikahan kita?? Saya kontrak kamu minimal dua tahun. Kalau uang bulanan yang saya ajukan masih kurang, kamu boleh minta tambahan uang, atau berpisah setelah kamu mendapatkan laki-laki yang sesuai kriteria mu." Kata Bang Erlang.
Kini Nindy ikut menunduk, ia nampak sedih dalam pikirannya sendiri. "Tolong bacakan ayat kursi dengan nada paling indah, berikan mahar dari uang dengan nominal paling kecil di dompet Abang saat ini lalu.. Bimbinglah Nindy menjadi istri sholehah selama Abang masih menginginkan Nindy."
Jantung Bang Erlang terasa meledak, ia tidak menyangka Nindy akan meminta hal yang sama sekali tidak terpikir olehnya.
Bang Erlang melihat dompetnya, Ia ragu apakah ada uang disana, pasalnya ia sudah terbiasa memakai dompet digital miliknya dan menggunakan dompet di saku hanya sebagai wadah bon pembelian dan kartu penting saja.
Benar saja, Bang Erlang kaget mendapati dompetnya hanya ada satu biji uang pecahan koin logam senilai dua ratus perak disana. Hatinya jelas tidak tega jika harus menuruti permintaan Nindy.
"Berapa, Bang?" Tanya Nindy tanpa melirik.
"Seratus ribu. Saya belum beli apapun hari ini." Jawab Bang Erlang.
Nindy mengangguk. Mereka berdua nampak canggung.
"Boleh Nindy tanya?"
"Silakan." Datar saja Bang Erlang menjawab sembari menenangkan debaran jantungnya yang tidak menentu.
"Apakah kita harus akting atau hidup seperti rumah tangga pada umumnya?"
Bang Erlang menghela nafas panjang. Kemudian mengarahkan pandangan pada Nindy. "Masalah ini, saya mengikuti alur inginmu saja."
.
.
.
.