Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Langit di atas Istana Qianxu bergetar hebat.
Kabut spiritual naik dari lembah-lembah suci, menari bersama petir berwarna emas pucat.
Para tetua sekte dan wakil akademi berdiri tegang; udara di sekeliling mereka terasa seperti ditekan ribuan gunung.
Tak seorang pun tahu — kekuatan yang mengguncang langit itu berasal dari satu jiwa muda di luar istana.
................... .........................
Para tetua besar yang sebelumnya duduk tegak kini berdiri.
Elder Mo menggertakkan giginya, matanya menyala dengan kebencian yang tertahan.
“Omong kosong!” teriaknya, “Kaisar Naga Pertama lenyap lima ribu tahun lalu bersama benua barat! Tidak mungkin ada garis keturunannya yang tersisa!”
Sosok berjubah hitam yang melayang di udara hanya tersenyum tipis.
“Apakah kau pikir naga sejati mati begitu saja?
Ia tidak mati — ia berasimilasi dengan dunia.
Darahnya mengalir di tanah, napasnya jadi udara, dan jiwa naga itu... menunggu kelahiran baru.”
Tatapan sosok itu beralih ke arah Elder Hua.
................... .........................
Di luar istana, Tian Long berdiri di tepi jurang spiritual, ditemani Elder Ming.
Ia tidak diizinkan masuk ke dalam sidang, tapi bisa merasakan setiap getaran qi di dalam ruangan itu.
Matanya perlahan tertutup, dan di dalam pikirannya, suara yang dulu pernah ia dengar di dalam dimensi naga kembali bergema.
“Langit bukanlah penguasa, Langit hanyalah saksi.
Tapi mereka akan takut padamu, karena kau membawa sesuatu yang melampaui hukum mereka.”
Tian Long membuka matanya perlahan.
Kilatan emas samar muncul di dalam irisnya, tapi segera menghilang.
................... .........................
Kembali di dalam aula sidang.
Kaisar Roh Timur akhirnya membuka matanya sepenuhnya, menatap sosok berjubah hitam.
“Jika yang kau katakan benar, buktikan.”
Sosok itu mengangkat tangannya, lalu memecahkan kristal energi berwarna biru.
"Krak...." kristal itu pecah
Dari balik kristal itu, muncul kabut yang perlahan menyebar ke tengah aula, lalu dari kabut di aula itu, muncul bayangan berbentuk naga — bukan dari api atau cahaya, melainkan dari ingatan dunia itu sendiri.
Seluruh ruang sidang bergetar ketika bayangan naga itu membuka mata.
Suara naga kuno bergema dalam hati setiap orang yang hadir.
Sebagian tetua langsung berlutut, tubuh mereka tak kuat menahan tekanan spiritual sebesar itu.
Beberapa yang lain mencoba melawan, termasuk Elder Mo, yang menahan diri dengan api hitam yang kini bergetar liar di tubuhnya.
“Tidak! Ini hanya ilusi!” teriaknya.
Namun tubuhnya perlahan terdorong ke belakang oleh tekanan tak terlihat.
Elder Hua hanya menutup matanya, menunduk rendah.
“Benar… hanya darah naga sejati yang bisa memanggil suara leluhur ini.”
Di tepi jurang spiritual Akademi Naga Langit, Tian Long berdiri dengan napas tersengal.
Tattoo teratai di lengannya bersinar, lalu berubah menjadi garis naga yang menjalar hingga ke bahunya.
Cahaya biru berdenyut dari dalam tubuhnya, menembus kulit, menyebar seperti urat emas di bawah sinar bulan.
Udara di sekitarnya mulai bergetar, seolah alam menahan napas.
“Guru…” Tian Long berbisik, tubuhnya bergetar menahan rasa sakit yang merayap dari dalam dantiannya.
“Kenapa ini… kekuatan itu muncul tanpa kendali…”
Suara dalam jiwanya bergema, dalam dan berat seperti gema gua purba:
“Tenangkan hatimu, Tian Long.”
“Jangan melawan arusnya — arahkan napasmu, biarkan kekuatan itu mengenalmu sebelum kau menguasainya.”
Tian Long memejamkan mata, menarik napas dalam.
Udara dingin masuk ke dadanya, berganti panas yang mengalir pelan.
Seketika badai spiritual yang berputar di sekitar tubuhnya mulai mereda.
“Guru… kekuatan ini… seperti bukan milikku.”
“Setiap kali ia bangkit, aku merasa seperti bukan manusia lagi.”
Long Zhen Tian menjawab pelan, suaranya dalam seperti bisikan di balik petir.
“Itulah hakikat warisan naga, Tian Long.
Kau bukan kehilangan kemanusiaanmu — kau sedang belajar menyeimbangkannya dengan darah naga yang kau warisi.”
“Ingatlah, naga sejati tidak melawan langit, tapi berdiri sejajar dengannya.”
Tian Long menggertakkan giginya.
Cahaya biru dan emas di tubuhnya saling beradu, menyala seperti dua aliran sungai yang saling menolak.
“Tapi kenapa rasanya seperti ada dua kekuatan yang bertarung di dalam tubuhku… satu ingin melindungi, satu ingin menghancurkan.”
“Karena dunia ini belum siap menerima keduanya,” jawab Long Zhen Tian.
“Yang kau rasakan adalah kehendak bumi dan langit.
Saat keduanya bersatu, manusia biasa akan hancur. Tapi kau bukan manusia biasa.”
“Guru…” Tian Long terdiam, menatap telapak tangannya yang kini memancarkan cahaya naga biru.
“Apakah aku ditakdirkan untuk menanggung kekuatan ini sendirian?”
Suara gurunya merendah, penuh kelembutan:
“Tidak, muridku. Kau tidak ditakdirkan untuk menanggung, tapi untuk menyembuhkan.”
“Langit dan bumi saling menolak karena keduanya kehilangan penghubungnya.
Kau adalah jembatan itu — bukan alat perang, tapi penyeimbang dunia.”
Akibat kristal cahaya yang dipecahkan sosok misterius itu, kekuatan dalam tubuh Tian Long makin tidak terkendali, Tubuh Tian Long bergetar keras. Cahaya keemasan menyembur dari dalam dadanya dan menembus langit tepat di atas aula sidang.
Semua tetua menoleh ke arah itu bersamaan.
Sosok berjubah hitam menatap sinar itu dan tersenyum aneh.
Cahaya itu perlahan membentuk naga emas raksasa di langit.
Matanya memancarkan ketenangan tapi juga amarah.
Sorotnya menatap langsung ke arah aula, lalu ke arah sosok berjubah hitam.
“Siapa kau yang berani mengganggu ku?”
Suara itu berat, mengguncang tulang semua orang yang mendengarnya.
Sosok berjubah hitam berdiri.
“Ak.....”
Namun sebelum ia sempat bicara, cahaya emas itu menelannya dan sosok berjubah hitam itu lenyap, seolah tak pernah ada.
................... .........................
Kembali ke Tian Long.
Badai energi di tubuhnya berubah menjadi pusaran biru yang mengelilingi dirinya.
Cahaya naga itu menyebar ke seluruh lembah, membuat semua makhluk menundukkan kepala — bahkan binatang buas berhenti bergerak.
Long Zhen Tian berkata lagi,
“Lihat sekelilingmu, Tian Long. Dunia mengingatmu.
Itulah arti Warisan Naga.
Bukan kekuatan, tapi resonansi antara jiwamu dan roh dunia.”
Tian Long membuka matanya — kini irisnya berkilau seperti dua mata naga muda.
Ia berdiri dengan mantap, tubuhnya ringan seperti kabut.
“Guru… aku mengerti sekarang. Aku bukan harus menahan kekuatan ini — aku harus berdamai dengannya.”
“Itulah jawabannya,” gumam Long Zhen Tian puas.
“Kau mulai memahami jalan naga sejati. Tapi ingat, setiap harmoni memiliki harga. Dunia akan takut padamu.”
“Kalau begitu,” Tian Long menatap langit, senyumnya tenang, “biarlah dunia belajar untuk tidak takut.”
Saat kata-kata itu keluar, pusaran energi berhenti berputar dan mengalir ke tanah — seperti air yang akhirnya menemukan muaranya.
Dari langit turun cahaya terakhir: bentuk naga biru transparan yang melingkari tubuh Tian Long, lalu perlahan menghilang ke dalam dirinya.
................... .........................
Di dalam aula, para tetua masih terpaku.
Langit yang semula kelam kini menjadi jernih.
Hanya satu suara bergema — Kaisar Roh Timur, perlahan berdiri dari kursinya.
“Warisan naga telah bangkit.”
“Dan dunia… akan menilai kembali arti kekuatan.”
Elder Mo menatap langit dengan wajah pucat, sementara Elder Hua menunduk hormat.
“Guru…” bisik Tian Long di kejauhan,
“Langit sudah melihatmu, muridku. Dan kini… dunia pun akan datang mencarimu.”